Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kasus Petral, Ujian Pertama Pimpinan KPK Baru

18 Desember 2015   12:50 Diperbarui: 18 Desember 2015   16:40 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terpilih. Dari kiri ke kanan: Saut Sitomorang, Laode Muhamad Syarif, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, dan Agus Rahardjo. (DOK. KOMPAS.COM/KOMPAS/TRIBUNNEWS)

Lima pimpinan KPK yang baru telah terpilih. Agus Rahardjo sebagai Ketua didampingi 4 orang wakil yakni: Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, Laode Muhammad Syarif, dan Saut Situmorang. Nuansa pesimis merebak karena banyak yang berpendapat 5 pimpinan KPK pilihan Komisi III DPR dinilai meragukan.  Dari sisi rekam jejaknya Agus Rahardjo dinilai kurang jelas, Alexander Marwata ketika menjadi Hakim adhoc kasus gubernur Banten dissenting opnion, menyatakan Ratu Atut tidak terbukti salah. Demikian juga dengan Saut Situmorang dan Basaria Panjaitan dinilai meragukan.  Hanya sosok Laode Muhammad Syarif yang belum banyak diketahui. 

Pesimis di awal tugas mereka sah sah saja. Tetapi kita punya pengalaman ketika awal terpilihnya Antasari  Ashar sebagai Ketua KPK yang ditanggapi pesimis karena rekam jejaknya di Kejaksaan. Namun kinerja Antasari ketika menjabat sebagai Ketua KPK tergolong bagus, bahkan sempat menimbulkan kepanikan di kalangan pejabat dan politisi korup.  Beri kesempatan mereka untuk bekerja. Hanya kinerja mereka ketika menjalankan tugas di KPK yang kita nilai untuk mengetahui apakah pemberantasan korupsi di Indonesia akan semakin baik ataukah sebaliknya.

Kasus Petral tengah ditangani olek KPK. Mampu kah pimpinan KPK yang baru menuntaskan kasus ini, mengungkap siapa saja pejabat Kementerian ESDM dan Pertamina yang terlibat, dan mampukah mereka menjerat Riza Chalid? Kasus Petral adalah skandal besar yang melibatkan banyak orang yang berkuasa di masa lalu. Agus Rahardjo dkk jangan bermain-main dengan kasus ini. Negara telah rugi besar dan rakyat banyak menderita karena ulah mafia Petal.  

Jangan asal mencari kambing hitam, hanya mengorbankan beberapa pejabat Pertamina lalu kasusnya dianggap selesai.  Sekiranya pimpinan KPK yang baru tidak sanggup mengungkap kasus ini secara tuntas sebaiknya mundur secara terhormat.  Memang tidak mudah membongkar kerja busuk jaringan mafia. Mereka punya otak, punya dana besar, dan punya beking yang kuat di mana-mana.  Setidaknya mampu menjerat Riza Chalid dan membuat kasus Petral menjadi terang benderang, dan yang bersalah harus dihukum setimpal dengan perbuatannya.  

Agus Rahardjo, dkk juga harus berani berbenturan dengan kelompok politisi korup.  Antasari telah menjadi korban, demikian juga Abraham Samad.  Kriminalisasi pimpinan KPK,  antara fakta dan nyata sepertinya tidak nyambung, karena  adanya permainan kelompok politisi korup yang berlindung dibalik kekuasaan dan partai politik.

Kasus Papa Minta Saham juga harus menjadi perhatian KPK. Proses negoisasi perpanjangan kontrak Freeport memiliki liku-liku yang tidak sederhana. Ketika devistasi saham telah dilakukan oleh Freeport maka selanjutnya adalah masalah hak negara, penyimpangan yang terjadi merupakan kerugian negara.  Bukan rahasia umum lagi bahwa selama ini Freeport menikmati kelemahan sistem pengawasan di Indonesia, yang mana para pejabatnya pusat atau pun daerah gampang diatur dengan uang sogok.  Penerimaan negara dari Freeport angkanya sangat signifikan bagi APBN kita.  Harus diselidiki lebih jauh apakah semuanya telah masuk ke kas negara dengan benar, sebagaimana seharusnya.

Harapan baru ada di pundak pimpinan KPK yang baru.  Benturan antar institusi seperti yang pernah terjadi tidak diharapkan terulang lagi.  Kasus Petral diharapkan secepatnya ada tindak lanjut.  Demikian juga kasus Papa Minta Saham,  KPK harus masuk dan membaca potensi-potensi kerugian negara, menyilidiki penyalahgunaan wewenang dan jabatan oleh oknum penyelengara negara, dan juga gratifikasi yang mungkin telah terjadi.

Pencegahan dan penindakkan harus jalan seimbang. KPK tidak dapat bekerja sendiri, harus bekerja sama dengan BPK dan PPATK.  Untuk menyapu koruptor membutuhkan penyapu yang bersih. Kalau tidak ada lagi sapu yang bersih di negri ini, setidaknya masih ada yang bisa dijadikan penyapu. Meski hasilnya kemungkinan tidak maksimal tetapi setidaknya kotoran besar harus dapat dibesihkan dengan penyapu seadanya.   

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun