Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Makna Pengunduran Diri Setya Novanto

17 Desember 2015   15:54 Diperbarui: 17 Desember 2015   21:21 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setya Novanto mundur (bukan dimundurkan oleh MKD) dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI. Setelah jebakan “pelanggaran etika sanksi berat” yang dipersiapkan pendukungnya gagal, tiba-tiba keluar surat sakti yang menyatakan bahwa dirinya mengundurkan diri. Mengundurkan diri, mungkin ia merasa masih punya kehormatan. Ketimbang dimundurkan karena sanksi sedang yang dijatuhan oleh Mahkanah Kehormatan Dewan (MKD) yang artinya sama saja dengan mendapat sebutan pecundang. Mirip dengan langkah-langkah Pak Harto di tahun 1998, setelah berbagai upayanya gagal akhirnya mengundurkan diri sebagai Presiden RI ketimbang diturunkan oleh MPR yang telah kepepet karena didesak dari sana sini.

Ada perbedaan pengertian antara dimundurkan dan mengundurkan diri.  Dimundurkan artinya dipaksa mundur karena adanya suatu pelanggaran, artinya ada sanksi yang diputuskan sebab pelanggaran yang telah dilakukannya dan tertulis. Mengundurkan diri, artinya Setya Novanto secara sukarela meletakkan jabatan yang diembannya, dengan sebab pertimbangan menurut hematnya sendiri.  Salah satu alasan menempuh langkah mengundurkan diri mungkin karena takut namanya tercacat dalam sejarah hitam DPR RI. Tidak tertutup kemungkinan ada maksud-maksud lain yang masih tersembunyi.

Jebakan coba diciptakan oleh kelompok politisi pembelanya, dengan cara melakukan kesimpulan: pelanggaran etika sanksi berat. Kalau terjadi jatuh putusan sanksi berat, hal ini berimplikasi pemberhentian Novanto sebagai anggota DPR RI. Sebuah hukuman yang setimpal menurut logika wajar. Namun hasil keputusan MKD untuk sanksi berat ini harus melalui proses lebih lanjut sebelum jatuh keputusan final bersalah atau tidak. Proses yang berbelit dan memakan waktu yang panjang ini punya celah besar untuk meloloskan Novanta dari kasus papa minta saham.

Jatuh sanksi sedang atau berat, munculnya surat pengunduran diri Novanto di saat-saat menjelang final sidang MKD merupakan taktik Novanto menghindari jatuhnya sanksi oleh MKD.  Mudah ditebak maksudnya, Novanto masih ingin tetap menjadi anggota DPR dengan wajah tegak, dan ada kemungkinan ia tak ingin kehilangan kesempatan saat tampil dalam pansus Freeport nantinya.

Kenapa sidang MKD menerima pengunduran dirinya secara tiba-tiba, saat menjelang final? Faktor lelah dan masa reses yang tak bisa diundur, tersirat pula dari ucapan beberapa anggota MKD ketika diwawancarai oleh media bahwa mereka menaruh rasa kasihan kepada Novanto.  Alasannya mungkin masih debatable, namun substansinya MKD sengaja menghindari jatuhnya sanksi buat Novanto.  Tekanan publik diakali dengan cara menerima surat pengunduran diri yang telah dipersiapkan sebelumnya. Ada sikap kompromi terselubung dibalik keputusan MKD menerima pengunduran diri Novanto.

Berdasarkan kasus papa minta saham yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto dan bergulirnya proses pengadilan pelanggaran etikanya di MKD, secara terang benderang kita melihat bagaimana akal-akalan anggota DPR ketika coba mengatasi tekanan publik yang tengah marah.  Tidak semuanya buruk memang, namun cap stempel hitam kian dalam melekat di wajah DPR RI.  Rakyat semakin tahu sekarang bahwa apa pun yang diperbuat oleh DPR harus betul betul dicermati dan jangan gampang percaya begitu saja.

Sebuah serangan balasan telah disusun dalam rencana Pansus Freeport nantinya.  Pihak eksekutif mungkin telah membacanya.  Langkah-langkah reshafle kabinet oleh Presiden Jokowi akan meredamnya sebelum pansus berlangsung.  Selanjutnya, siapa yang akan menduduki kursi Menteri ESDM sebagai pengganti Sudirman Said?  Presiden Jokowi harus selektif dan jeli, jangan sampai menutup satu lobang dan menciptakan lobang kelemahan yang baru!

******

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun