Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sikap Merasa Tidak Bersalah yang Diperlihatkan Novanto

7 Desember 2015   23:41 Diperbarui: 7 Desember 2015   23:41 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sidang pelanggaran etika terlapor Setya Novanto, Ketua DPR RI berlangsung tertutup. Senada dengan sikap Novanto sebelumnya, beliau merasa tidak ada yang salah dengan kasus pertemuannya dengan Presdir  PT. Freeport Indonesia Maroef Syamsuddin. Berlawan dengan opini yang terbentuk di masyarakat dan pandangan berbagai tokoh dan ahli hukum tentang hali ini, Novanto bersikukuh bahwa tidak ada pelanggaran etika yang telah dilakukannya. Justru beliau coba menggeser kasus pelanggaran etika yang dilakukannya menjadi persoalan perekaman yang ilegal oleh Maroef Syamsoeddin dan pelaporan oleh Sudirman Said yang bernuansa politis.

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) masuk angin,  sidang dipimpin oleh Kahar Muzakir dari Fraksi Golkar,  menyelenggarakan sidang secara tertutup.  Kecurigaan merebak, sidang dagelan politisi Senayan seperti yang diduga sebelumnya kali ini betul-betul terjadi. Dua sidang sebelumnya, ketika menghadirkan kesaksian Sudirman Said dan Maroef Syamsoeddin sidang berlangsung terbuka. Ketiba pada sesi menghadirkan terlapor Setya Novanto tiba-tiba sidang berlangsung tertutup.  Apa pun alasan dan penjelasan tentang kenapa sidang tiba-tiba berubah menjadi tertutup, pandangan pesimis atas hasil kerja MKD semakin menguat, dan harapan masyarakat selanjutnya bergantung pada kerja Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK.

Seandainya MKD menghasilkan keputusan bahwa tidak ada bukti Novanto telah melanggar etika, lalu seandainya kerja aparat hukum menemukan bukti adanya tindak pidana dalam kasus pertemuan Setya Novanto dan Riza Chalid dengan Maroef Syamsoeddin maka akan semakin mencoreng muka DPR RI, akan semakin menguat opini di masyarakat bahwa lembaga terhormat itu saat ini telah menjadi sarang penyamun.

Sikap merasa tidak bersalah yang diperlihatkan oleh Novanto secara tidak langsung merupakan tantangan kepada aparat penegak hukum. Seakan-akan dia berkata, silakan temukan bukti-bukti adanya pelanggaran lewat rekaman pembicaraan tersebut.  Masyarakat tentunya tidak akan tinggal diam seandainya kali ini Novanto berhasil lolos lagi dari MKD.  Paling tidak masyarakat akan mengingat dan menghukum Partai Politik yang membela tindakan Setya Novanto dalam kasus perpanjangan kontrak Freeport.

Apakah opini masyarakat bahwa Novanto telah melakukan sesuatu yang tidak patut dalam kedudukannya sebagai Ketua DPR RI adalah salah? Tidak terlepas dari pandangan yang terbentuk berdasarkan rekam jejaknya,  rekaman pembicaraan yang telah tersebar luas itu semakin meyakinkan masyarakat bahwa Novanto adalah penjahat kerah putih yang sangat licin dan dilindungi oleh banyak pihak termasuk oleh partai tempatnya bernaung selama ini yakni, Partai Golkar.

Politik dan bisnis pribadi bagaikan dua sisi sekeping mata uang logam.  Keduanya berjalan secara bersamaan dan tak terpisahkan.  Politik dan kekuasaan hanyalah sebagai alat untuk meraih kekayaan pribadi atau kelompok, bukan sebagai sarana mengabdi kepada bangsa dan negara.  Budaya politik inilah yang membikin muak masyarakat. Apa pun manuver politik yang dilakukan oleh para politisi Senayan, secara khusus menyoroti kiprah Novanto di parlemen, otomatis masyarakat sudah menduga-duga bahwa ujung-ujungnya pastilah mencari duit. Palsu itu kalau mereka berkata:  untuk kemajuan bangsa dan negara.

Sekarang pilihannya apakah mau menggunakan akal sehat atau sebaliknya? Kalau mau menggunakan akal sehat, seharusnya seluruh Fraksi di DPR berpikir untuk memperbaiki citra yang telah terpuruk.  Hukumlah yang salah sesuai dengan tingkat kesalahannya, jangan sembunyikan kebenaran hanya demi kepentingan politik dagang sapi.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun