Kudengar suara ibu meratap dan menangis pilu
meratapi sungainya yang keruh berwarna coklat tua
mata air yang jernih tak lagi mengalir deras ke sungai
tersumbat lumpur dan tertimbun sampah negri merana
Â
Rawa-rawa payau airnya kian menghitam di pesisir pantai
beragam kemajuan mengalirkan limbahnya ke muara laut
resapan alami dipaksa menampung beragam cairan limbah
di balik kemajuan hari ini ada kemunduran di sekitar kita
Â
Kudengar suara ibu meratap dan menangis pilu
di sela gedung-gedung megah bangunan kota metropolitan
degradasi moral, hilangnya tata krama dan adat budaya negri
hilang sentuhan manusiawi dan kemanusian terhadap sesama
Â
Kita bangsa yang tengah giat membangun bagi kemajuan negri
berbagai infrastruktur dan sarana kita bangun bersusah payah
korupsi merajalela, pengawasan pembangunan tak tentu arah
dan jadilah kita bangsa yang rapuh karena kebodohan sendiri
Â
Dengarlah kegaduhan yang kerap terjadi di gedung parlemen
mereka segelintir anak bangsa menempati posisi yang terhormat
menjadi wakil kita, menangkap dan mewujudkan aspirasi kita
namun apa yang terjadi di sana? Membuat Ibu Pertiwi menangis!
Â
Kudengar suara ibu meratap dan menangis pilu
anak-anaknya tengah bertengkar berebut saham milik bangsanya
tanpa tahu malu mereka berlaku curang dan menebarkan fitnah
berlagak negarawan sejati namun ternyata sekumpulan pencuri!
Â
*******
Batam, 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H