Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(KC) Mawar Merah Muda

2 Oktober 2015   18:03 Diperbarui: 2 Oktober 2015   22:36 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Selamat menempuh hidup baru!” ujarku, meski terasa nyeri di dada. Aku menyalami tangannya. “Siapa wanita yang berbahagia yang berhasil mendapatkan hatimu?” tanya Rosa, dengan sorot mata cemburu. Aku hanya menggelengkan kepala. Aku melangkah meninggalkannya tanpa pernah menjawab pertanyaannya.

Tiba-tiba Handphoneku berbunyi. Nomor pemanggil tidak tersimpan di memori terlponku. Kupikir itu cuma telpon dari seoarang teman yang kartunya baru diganti. “Hallo” ujarku menyahut panggilan. “Hallo, Rahman ya?” sahut suara itu, suara seorang wanita. “Ya betul, ini dari siapa?” tanyaku. “Rosa. Masih ingat samaRosa?”aku merasa tersentak, seakan terbangun dari mimpi. “Rosa!?  Rosa Amelia?” tanyaku ingin memastikan. “Benar. Oh masih ingat rupanya?” ujarnya terdengar renyah.

“Aku dapat info dari teman-teman katanya sekarang kamu di Batam. Kebetulan sekarang aku lagi di Singapore, besok pagi berangkat ke Jakarta lewat Batam. Bisakah kita bertemu malam ini?” ujarnya nyerocos tanpa memberiku kesempatan bertanya. “Oke. Tiket Ferrymu turun di pelabuhan mana?” tanyaku. “Di Batam Center, berangkat jam 5 sore waktu Singapore.  Jemput ya!?” ujarnya dengan nada gembira. “So pasti!” ujarku, sambil melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul 16.30 WIB.

Tidak sulit mengenali kembali wajah Rosa meski tiga puluhan tahun tidak berjumpa. Raut wajahnya masih kuingat meski sudah tak secantik dulu. Waktu dan jarak boleh terbentang jauh namun kisah cinta pertama sangat sulit dilupakan. Tidak berharap akan bersatu kembali, sekedar melepas kenangan dan rindu yang kadang terasa lembut menyapa. Bukan sekedar kenangan atau sosok yang tak tergantikan, lewat pertemuan kembali dengan dirinya kutemukan kembali kebahagian yang hilang

Kulihat sepertinya dia ingin sekali memelukku. Aku memberinya isyarat agar menahan diri, “dunia sudah berubah, bukan lagi cuma milik kita berdua”. Rosa tertawa dan memukul bahuku, kebiasaan lama yang dulu sering dilakukannya. Kami berjalan menuju sebuah restoran Sea Food di pantai. Hanya setengah jam perjalanan dari pelabuhan, dan akhirnya kami tiba di restoran yang dituju.

Sambil menunggu pesanan datang. Rosa banyak bertanya tentang keluargaku dan juga pekerjaanku. Rasa ingin tahunya begitu besar, dan aku pun menceritakan segala sesuatu apa adanya. “Rosa sendiri bagaimana, berapa anakmu dan menetap di mana sekarang?” tanyaku kepadanya.

“Tiga puluh tahun lebih tinggal di Munchen. Sejak mengikuti suami tugas belajar di sana, belum sempat selesai program doktornya suamiku meninggal karena mobil yang dikendarainya mengalami kecelakaan. Buah pernikahan kami seorang putra, anak semata wayang. Dia telah menikah dengan wanita Jerman dan punya seorang anak perempuan.”

“Sudah jadi nenek-nenek dong” ujarku menggodanya. Rosa tertawa ngakak. “Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu.” sahutnya. “Apa bisnismu di sana?” tanyaku kepadanya. “ Aku usaha bisnis bunga di sana. Banyak bunga-bunga tradisional Indonesia yang coba kukembang-biakkan di sana. Termasuk bunga mawar merah muda kesukaanku.” lanjutnya penuh arti.

Aku tersenyum, mengerti maksud arah pembicaraannya. “Bunga mawar merah muda, durinya meninggalkan goresan luka” ujarku mulai menggodanya dengan kenangan lama.

“Haha…siapa yang terluka dan siapa yang melukai nih?” ujarnya dengan nada canda.

“Seorang gadis yang bernama Rosa Amelia” ujarku. “Nama itu kuabadikan pada nama putri sulungku.” lanjutku, membuatnya terlihat terkejut. “Sungguh kah?” tanyanya dengan mata berkaca-kaca. Aku mengangguk. Rosa terlihat menghela nafas panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun