Hidup adalah pilihan, segalanya harus memilih. Demikian juga halnya membaca artikel di Kompasiana ini, harus memilih mana yang menarik dan tidak menarik, mana kira-kira yang bermanfaat atau cuma membuang-buang waktu.
Pandangan pertama tertuju pada judulnya, bagaikan memilih sekelompok gadis manis yang kinyis-kinyis yang lebih manis dari tebu yang paling manis. Melihat-lihat artikel yang mana judulnya yang tampil bak putri sejagad, bibirnya yang tersenyum manis, matanya mengerdip genit aduhai, lalu terbayanglah keindahannya, terbayanglah keasyikan dan kenikmatannya, ah tentulah “si putri” yang terpilih lebih dahulu. Tentulah dipilih artikel yang judulnya indah, bikin penasaran, yang diperkirakan dapat memenuhi selera, yang dapat menghilangkan rasa dahaga.
Setelah di “klik” lalu dibaca alinea pertamanya memang asyik, memang membikin gairah, seakan-akan mengunyah tomat ranum di batangnya dan makin ke bawah ke bawah dan lebih ke bawah lagi….ah ternyata tertipu, ternyata memilih artikel “putri duyung”, artikel yang dari kepala hingga separuh badan tampilannya gadis cantik bagaikan ratu sejagad, dan ketika kian ke bawah dan ke bawah ternyata wujudnya ikan.
Terjebak artikel “putri duyung”, entah bagaimana ceritanya artikel itu bisa tampil dan mendapatkan “Highligh dan Headlines” lalu bertengger di “Nilai Tertinggi” bahkan masuk “Google Tren”. Ketika masih dalam kelompok “Artikel Baru” artikel itu dibaca oleh Admin Kompasiana, atau mungkin admin sedang mengantuk dan malas membacanya hingga selesai, lalu diberilah stempel “highligh’ dan distempel sekali lagi dengan “headline” dan jadilah artikel itu “Artikel Pilihan” yang siap disantap ramai-ramai.
Ada juga Admin yang kerjanya teliti, tidak memberikan stempel apa pun pada tulisan itu, namun memang dasar artikel “Putri Duyung” banyak yang tertarik meng-“klik”-nya, awalnya satu dua akhirnya ratusan bahkan ribuan dan akhirnya tampil di “Nilai Tertinggi” dan akhirnya ada juga yang tampil di “Google Tren”.
Terjebak artikel “putri duyung” itu, mengingatkan saya pada cerita-cerita tentang Koran-koran “gurem” tempo dulu. Terpampang di Berita HeadLine-nya judul: “Janda Bahenol Diperkosa di Terminal” atau judul-judul serupa, judul yang menggoda orang membeli dan membacanya. Ketika dibaca ternyata isinya “berita sampah”, berita-berita yang sama sama sekali jauh dari manfaat. Saya jadi teringat pula pada cerita pedagang kain yang dulu sempat disindir-sindir oleh group warkopnya Indro dkk, katanya:”Luntur tidak ditanggung!”.
Jurnalisme atau artikel “Putri Duyung” itu kini merambah dunia maya, merambah di situs-situs berita di internet, menyebar ke mana-mana, menipu banyak orang, menyesatkan pikiran banyak orang. Tak urung pernyataan pejabat atau orang tertentu yang dikutip lalu dijadikan judul yang bombastis, lalu isinya dipenggal-penggal sesuai selera dan maksud si penulis dan terjadilah kehebohan, dan bagaikan selebriti artikel itu diburu, dicari, dibaca ramai-ramai. Pembaca yang pintar akan segera menyadarinya bahwa dia telah terjebak oleh artikel “Putri Duyung”, artikel sampah yang cuma buang-buang waktu membacanya.
Batam 09/08/15.
Sumber gambar: ttps://www.google.co.id/search?q=ikan+duyung&newwindow