Mohon tunggu...
Ben Herdianto
Ben Herdianto Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Kolese Kanisius

haii

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meruntuhkan Kepercayaan: Ketika Gelar Guru Besar Menjadi Simbol Kecurangan

3 Oktober 2024   11:23 Diperbarui: 3 Oktober 2024   11:35 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan adalah perjalanan jiwa yang mengukir pengetahuan dan karakter, menerangi jalan kehidupan. Ia membentuk individu-individu yang berpikir kritis dan berempati, menciptakan perubahan berarti menuju masa depan yang lebih cerah. Namun, tak jarang, aksi kecurangan menodai keistimewaan pendidikan yang seharusnya suci.

Belum lama ini, ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, meraih gelar guru besar di Universitas Borobudur dengan cara yang meragukan. Gelar master administrasi bisnis yang diraihnya datang setahun lebih awal dibandingkan gelar sarjana ilmu ekonomi. Selain itu, beliau tercatat hanya mengajar kurang dari lima tahun, sementara syarat untuk menjadi guru besar adalah minimal sepuluh tahun pengabdian.

Perilaku tersebut memicu reaksi negatif dari masyarakat, baik kalangan universitas, rekan dosen, mahasiswa, maupun masyarakat umum. Arief Anshory Yusuf, mewakili puluhan alumni, menyatakan, "Pernyataan Bambang Soesatyo yang keliru dapat menciptakan kesan yang salah tentang standar akademik ANU, sekaligus menurunkan kredibilitas universitas tersebut di mata publik."

Albert Einstein, seorang tokoh yang tak asing lagi dalam dunia pendidikan, pernah menegaskan penolakannya terhadap kecurangan. Ia mengatakan, "Pengetahuan tidak dapat dipalsukan. Jika ada yang menipu, ia merusak seluruh proses penemuan." Pernyataan ini menekankan betapa pentingnya kejujuran dalam meraih prestasi dan penghargaan di dunia pendidikan. Dengan kata lain, tindakan Bambang Soesatyo merupakan pelanggaran serius terhadap moral dan etika yang seharusnya dijunjung tinggi.

Becik ketitik, ala ketara. Pepatah Jawa ini mengisyaratkan bahwa perbuatan baik akan selalu terlihat, namun kejelekan pada akhirnya pasti akan terungkap. Seperti noda lumpur pada bulu domba yang putih, kesalahan seseorang tak mungkin bisa tersembunyi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun