Hal lain yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah membiasakan pola hidup sehat dengan mengarahkan masyarakat untuk menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan (Replace), seperti memanfaatkan enceng gondok, bambu dan jerami sebagai bahan untuk membuat tas.Â
Kemudian, mengurangi pencemaran (Reduce) dengan meminimalkan produksi sampah seperti membawa tas belanja sendiri, Kemudian membawa tempat air sendiri seperti tumbler sehingga bisa digunakan secara berulang tanpa harus dibuang.Â
Begitu juga gerakan meminimalisir penggunaan sedotan plastik dan mengganti dengan sedotan berbahan non plastik dan bisa digunakan kembali (Reuse).Â
Selanjutnya setelah sampah dipisahkan atau dikelompokkan berdasarkan jenisnya, Kemudian dilakukan upaya mendaur ulang sampah yang ada (Recycle), seperti menjadikan sampah organik sebagai pupuk kompos atau menjadikan sampah plastik sebagai alat yang punya nilai guna untuk fungsi yang sama dan mendaur ulang limbah cair dengan mengalirkan ke sumur resapan.
Jika masyarakat bisa menerapkan pola hidup seperti di atas, hal ini akan sangat mengurangi produksi sampah khususnya sampah plastik. Sehingga upaya pengelolaan sampah yang salah kaprah seperti membakar sampah sembarangan bisa diminimalisir.
Belajar dari prestasi yang didapatkan oleh sebuah kota di Jawa Tengah, yakni Banyumas. Pada tahun 2023 lalu, kota Banyumas berhasil menjadi kota terbaik di ASEAN dalam hal pengelolaan sampah dengan menerapkan zero waste to landfill.Â
Dengan menerapkan teknik ini mereka tidak lagi bergantung pada TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Mereka mengandalkan 29 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPSP) untuk pengelolaan sampah sehari-hari.
Banyumas bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk menghadirkan beragam fasilitas pendukung demi berjalannya program zero waste to landfill.Â
Beberapa fasilitasnya antara lain pengadaan mesin pencacah sampah organik, mesin pres plastik, pengadaan ruang maggot, biopond maggot, pengadaan mesin conveyor, dan sarana pengelolaan sampah.
Sampah dipilah, sampah organik diolah menjadi pakan maggot sedangkan sampah anorganik dicacah dan dijual sebagai bahan baku produk yang ada nilai guna dan ekonomis. Untuk sampah yang sulit diolah kembali akan ditangani dengan metode RDF (Refused Derived Fuel).Â
Selanjutnya, sampah sisa akan diolah di Tempat Pembuangan Akhir Berbasis Lingkungan dan Edukasi (TPA BLE). Pembangunan TPA BLE bertujuan untuk mengubah sampah residu menjadi barang yang memiliki nilai guna, dan menggunakan proses pirolisis untuk menghabiskan sampah.