Mohon tunggu...
Benediktus Jonas
Benediktus Jonas Mohon Tunggu... Freelancer - freelanecer

Menulis ialah caraku mengasah kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Corona: Menjadi Semakin Teis atau Ateis?

25 Maret 2020   18:03 Diperbarui: 25 Maret 2020   22:55 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari ini dunia sedang dilanda wabah Corona atau Covid-19. Wajah dunia berubah drastis. Jumlah manusia yang terpapar akibat penyakit ini sudah mencapai ratusan ribu dan sekitar enam ribuh lebih meninggal dunia. Negara Italia dikabarkan sebagai negara dengan jumlah korban terbanyak, disusul China sebagai negara pertama yang mengalami wabah ini dan kemudian negara-negara lain. Sudah ratusan negara terpapar virus mematikan ini.

Di daratan Asia Tenggara, Indonesia masuk urutan ketiga jumlah korban terbanyak dan menjadi negara pertama dengan jumlah korban meninggal terbanyak. Indonesia, seperti negara-negara lain di dunia, tengah berdukacita dan berjuang sekuat tenaga melawan virus yang mematikan ini.

Pemerintah berjuang ekstra keras, bagaimana wabah ini bisa meminimalisir korban dan mengurangi jumlah kematian. Di rumah saja, itulah imbauan pemerintah terkait Covid-19 ini. Imbauan ini telah terbukti di negara-negara lain yang berhasil mencegah virus ini. Bawasannya dengan tinggal di rumah saja, kemungkinan untuk terpapar virus semakin kecil. Jokowi menegaskan bahwa dengan ajakan untuk di rumah saja, masyarakat melatih diri untuk bekerja dari rumah, belajar di rumah dan melakukan apapun dari rumah.

Selain itu pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan terkait masalah ini. Di antaranya menggunakan masker jika terpaksa keluar rumah, mencuci tanggan dengan sabun, menghindari kerumunan massa, menjaga kebersihan dan yang lainnya.

Menjadi semakin Teis atau Ateis

Salah satu yang tidak pernah mati dalam diri manusia ialah harapan. Selagi masih masih bernafas, kita tetap yakin bahwa masih ada harapan. Badai yang timbul karena Corona atau Covid-19 ini pasti berlalu. Hanya saja kita tidak mengetahui kapan waktunya.

Di tengah penderitaan luar biasa ini, tidak sedikit orang beriman kemudian menggugat Tuhan. Pertanyaannya demikian, jika Tuhan ada, mengapa ada penderitaan? Kemungkinan jawaba kiranya ada dua. Jika Tuhan itu mahakuasa pasti ia tidak membiarkan manusia menderita. Kenyataannya ialah bahwa Tuhan itu tidak Mahakuasa. Sebab manusia menderita.

Kenyataan lain dari sifat Tuhan ialah bahwa Tuhan itu Murah hati. Sekarang, wabah kian meluas dan korban berjatuhan di mana-mana. Sifat Tuhan yang murah hati gagal, karena Dia tidak menunjukan sifat itu di saat dunia semakin mencekam.

Dua keberatan tentang sifat Tuhan ini diungkapkan oleh filosof ateis ketika mereka tidak lagi menemukan jalan Tuhan di tengah penderitaan hidup. Jalan yang mereka pilih kemudian ialah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada.

Bagaimana dengan kita?

Masihkah kita percaya akan kuasa Tuhan di tengah wabah ini? Apakah kita semakin beriman atau malah tidak percaya akan adanya Tuhan di saat-saat seperti ini? Paus Fransisikus, ketika berkunjung ke Manila pada tahun 2015, ditanyai seolah seorang gadis sederhana mantan anak jalanan. Pertanyannya demikian, bapa suci, mengapa ada anak-anak seperti kami? Mengapa kami harus mengalami penderitaan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun