Â
Hidup itu seperti tenunan cerita. Sebab setiap saat kita merajut kisah. Kisah itu beragam. Ada canda dan tawa, tetapi juga ada sedih dan air mata. Kita tidak memiliki banyak pilihan, selain mengalami cerita, yang selalu indah pada saat yang tepat.
Cerita menjadi wadah untuk meneruskan berbagai hal, entah pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Melalui cerita, kita merajut kebahagiaan, kesedihan, harapan, pun mimpi-mimpi dinihari.
Cerita yang baik sangat ditentukan oleh kualitas penceritanya, entah terpatri di hati atau sekedar lewat di ingatan. Para penulis kitab suci menjadi terkenal karena kemampuan mereka bercerita dan mempengaruhi orang lain. Apa yang mereka dengar dan alami, mereka ceritakan kembali untuk generasi-generasi sesudahnya.
Buku Jejak-Jejak Sang Musafir adalah buku kumpulan cerita. Tema-tema yang ada di dalamnya diambil dari kisah hidup sehari-hari yang dirangkai dalam bahasa sederhana. Judul  Jejak-Jejak Sang Musafir berangkat dari kesadaran penulis yang melihat manusia itu sebagai musafir yang senantiasa berziarah, berkelana.
Dalam perziarahan itu jejak-jejaknya kadang tertelan waktu, lalu menghilang tetapi ada yang terpatri dalam ingatan kemudian dirangkai menjadi kata-kata. Dan kumpulan tulisan dalam buku ini adalah jejaknya yang berhasil dirangkai.
Buku ini dibagi dalam dua bagian besar. Pada bagian pertama penulis mengajak pembaca merenungkan nilai-nilai yang terkandung dalam pengalaman hidup sehari-hari. Mengapa keseharian? Sebab keseharian adalah lapangan pengetahuan, sumber kebajikan dan kebahagiaan.
Pada bagian kedua, penulis membawa pembaca untuk menyelam dalam cerita-cerita pendek. Cerita-cerita yang ditulis adalah kisah-kisah sederhana berupa pengalaman penulis sendiri dan mimpi-mimpinya dan juga pengalaman orang lain yang diberi makna mendalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H