"Masyarakat mulai mengukur pengalaman hidup sesuai dengan pertanyaan; apa yang telah saya peroleh dari hidup ini bagi diriku sendiri?" Kita pun sering mendengar ungkapan, "Hidup hanya sekali, buatlah hidup itu senikmat mungkin dan puaslah diri dengan apa yang tersedia di dunia ini."
Tak jarang pula saat kita menyaksikan film-film barat yang menawarkan kita nasihat untuk mencapai kepuasan diri dan mengejar kenikmatan sebanyak-banyaknya. Bahkan, kita diajak untuk melawan Tuhan dan ajaran-Nya serta semua orang yang percaya kepadaNya. Selalu yang diutamakan ialah ego pribadi, kepuasan diri, dan kenikmatan. Itulah fakta yang ada dalam masyarakat.
Dan yang lebih para lagi menurut Powell ialah, krisis cinta telah melanda kaum muda dengan membanjiri mereka dengan menerbitkan buku-buku tentang cara-cara yang paling baik untuk menghasilkan kenikmatan erotis yang maksimal atau eksploitasi seks.
Kasih begitu direndahkan dan dianggap sebagai ide-ide kolot yang sebaiknya dilupakan dan ditinggalkan manusia.
Justru yang ditawarkan ialah bagaimana memusatkan seluruh perhatian pada diri sendiri, mengejar kepuasan dan kebahagiaan selama masih di dunia ini, dan menjadi orang-orang yang bebas lepas. Lantas, bagaimana mungkin kasih bisa berkembang jika masyarakat memiliki prinsip yang menentang kasih itu sendiri.
Memuja Pengalaman
Pengalaman adalah guru yang baik. Ia mengajar kita agar memaknai setiap perbuatan dan tindakan kita. Namun apa jadinya jika kita menjadi orang yang memuja pengalaman.
John Powell mengartikan mereka yang memuja pengalaman sebagai orang-orang yang berusaha mengejar pengalaman sebanyak-banyaknya atau pengalaman apa saja dalam hidupnya.
Orang-orang ini tidak pernah merasa puas, tetapi berusaha mendapatkan pengalaman sebanyak-banyaknya tanpa melihat apakah pengalaman itu berharga atau tidak, mengembangkan dirinya atau tidak, memiliki nilai-nilai yang berguna atau tidak. Prinsip mereka ialah mengejar pengalaman sebanyak-banyaknya. Tidak peduli, apakah pengalaman itu bermakna atau merugikan.Â
Powell melihat bahwa membuka diri terhadap segala rupa pengalaman pasti mengakibatkan kekacauan batin; akan menghancurkan diri dan membingungkan diri sendiri.
Egoisme
Aku mengurus kepentinganku, dan engkau mengurus kepentinganmu.Â
Aku di dunia ini bukan untuk berbuat sesuai dengan harapan-harapanmu.Â
Dan engkau di dunia ini bukan untuk berbuat sesuai dengan harapan-harapanku.Â
Engkau adalah engkau, dan aku adalah aku.Â
Jika kebetulan kita saling bertemu, baiklah. Jika tidak apa boleh buat. (Frits Perls)
Puisi Perls ini sangat jelas menggambarkan situasi manusia di zaman ini. Sikap egoisme menjadi penyakit yang menghalangi kasih menjadi prinsip hidup seseorang.