Mohon tunggu...
Benediktus Jonas
Benediktus Jonas Mohon Tunggu... Freelancer - freelanecer

Menulis ialah caraku mengasah kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pentingnya Membangun Kesadaran Ekologis

7 November 2018   17:08 Diperbarui: 7 November 2018   18:28 1659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jalan Longsor (Kontributor Kendal, Slamet Priyatin) | Kompas.com

Satu dari sekian banyak persoalan yang cukup menyita perhatian kita akhir-akhir ini ialah krisis ekologis. Persoalan ini menjadi diskusi menarik banyak kalangan dan ditempatkan sederet dengan persoalan-persoalan besar lain seperti politik, ekonomi, dan demokrasi. Betapa tidak, setiap hari kita disuguhkan dengan berita-berita seputar persoalan ekologis.

Melalui media cetak, kita membaca beragam berita seputar krisis lingkungan hidup. Mulai dari banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, badai, hingga pencemaran lingkungan (tanah, air, udara). Di media elektronik seperti televisi, internet, kita juga mendengar dan melihat tayangan seputar persoalan tersebut.

Krisis ekologis mempunyai latar belakang yang sangat kompleks. Setiap masyarakat di seluruh dunia memiliki pengalaman berbeda terhadap kasus ini. Hal ini sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis, keanekaragaman budaya, agama, politik, tingkat pengetahuan, tata kelola pemerintahan, hukum dan yang lainnya.

Ia tidak hanya bersentuhan dengan tabiat dan mentalitas manusia, tetapi juga bersinggungan dengan struktur penjamin kehidupan manusia itu sendiri. Artinya, persoalan ini mempunyai pengaruh yang luas, tidak hanya bagi kehidupan manusia, tetapi juga keseimbangan kosmos (alam semesta). Pada tataran ini, persoalan ekologi berhubungan erat dengan pola relasi manusia dan alam lingkungan.

Krisis ekologis dalam dunia dewasa ini, sungguh sangat memprihatinkan. Kerugian yang ditimbulkan oleh krisis ini tidaklah sedikit. Banyak manusia mati, harta benda musnah dan negara mengalami kerugian besar akibat persoalan ini. Di Indonesia misalnya, persoalan ekologis yang sering terjadi ialah banjir dan tanah longsor.

Persoalan ini seringkali melanda negri tercinta ini setiap tahunnya. Kerugiannyapun tidak terhitung jumlahnya. Masih segar dalam ingatan kita bencana alam yang menimpa Lombok, Palu dan Donggala. Juga banyak kasus serupa, yang memperlihatkan kepada kita bahwa kerusakan alam semakin mengancam keberlangsungan hidup kita. Alam semakin tidak bersahabat dengan kita.

Penyebab Krisis Ekologis

Kita sering lupa, bahwa alam sebenarnya tidak membutuhkan kita. Kitalah yang membutuhkan alam. Karena itu baiklah kita sadar dan merasakan kembali, kita ini sekedar ciptaan yang lemah dan mudah pecah (Sinduhunata, 2017: 6).

Agaknya, semua orang menyetujui bahwa krisis ekologis sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia. Manusia, baik pribadi maupun kelompok dan lembaga bentukannya adalah aktor-aktor utama krisis ekologis dewasa ini.

Menurut Raymundus Sudhiarsa, krisis ekologis berhubungan erat dengan kualitas kemanusiaan kita. Keserakahan, kerakusan, dan kesemberonoan manusia yang ingin mendapatkan keuntungan banyak dalam jangka pendek, bersumber pada pola relasi manusia dengan alam sebagai relasi subjek--objek. (Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi, 2008:184). Hal ini tidak terlepas dari paham antropomorfisme yang mengakui bahwa manusia adalah pusat alam semesta.

Selain kualitas kemanusiaan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah salah satu pemicu krisis ekologis. IPTEK memfasilitasi keegoisan manusia untuk mengeksploitasi alam secara masif tanpa memikirkan dampak bagi manusia itu sendiri dan generasi yang akan datang. Kemajuan IPTEK benar-benar menjadi mimpi buruk bagi alam, karena alam pada hakikatnya tidak bisa membela dirinya sendiri. 

Disinyalir pula, bahwa problem lingkungan hidup ini memiliki korelasi dengan politik pembangunan yang tidak adil dan tidak memihak kepentingan jangka panjang.

Politik pembangunan sering kali tidak pro lingkungan. Alam seringkali dijadikan alat untuk memuaskan nafsu kekuasaan. Kebijakan politik seringkali merugikan alam tanpa memikirkan dampaknya. Sejauh dampak buruk kerusakan lingkungan tidak dirasakan langsung dan mengganggu kepentingan pribadi orang akan tetap masa bodoh.

Membangun Kesadaran Ekologis

Ada beberapa hal yang kiranya dapat dilakukan untuk membangun kesadaran ekologis. Pertama, pendidikan ekologis. Pendidikan ekologis amat penting untuk menekan kerusakan lingkungan.

Menurut Mateus Mali, pendidikan ekologis itu ialah upaya penyadaran akan keberadaan lingkungan sebagai bagian dari ekosistem yang mempengaruhi kehidupan manusia sendiri. Semua orang harus dibiasakan dengan mentalitas seperti itu agar lingkungan hidup tetap terpelihara dan lestari dan kelangsungan hidup terus berjalan.

Kebiasaan ini sebaiknya sudah mulai ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan keluarga. Memulai dari lingkungan keluarga berarti setiap keluarga menanankan dalam setiap anggotanya untuk bertanggung jawab terhadap kelestarian alam. Misalnya menggalakan penanaman pohon, menghemat penggunaan air dan listrik, meningkatkan penggunaan barang-barang yang ramah lingkungan, dan belajar untuk hidup sederhana.

Kedua, Memandang alam sebagai sahabat. Setiap manusia mesti bersahabat dengan alam. Yang mencirikan relasi "sahabat" adalah berada dalam situasi saling memberi dan menerima, menggunakan sambil memelihara atau melestarikan serta saling menguntungkan.

Hanya dalam proses "kesalingan" terhadap sahabat ini, kita dapat mengerti bahwa alam bukan hanya sebagai tempat kita berpijak, tetapi juga tempat kita menggantungkan seluruh hidup. Maka sudah selayaknya kita memandang alam sebagai sahabat bukan sebagai musuh karena alam tidak bisa membela dirinya.

Ketiga, Membangun dialog dengan alam. Dialog memungkinkan penghargaan terhadap pihak lain. Ia mengandaikan adanya relasi timbal balik, saling mengakui keberadaan pihak lain dan saling menerima apa adanya. Tanpa adanya dialog, segala sesuatu yang berada di luar diri merupakan objek yang mesti dijarah dan dimanfaatkan sepuapuasnya.

Dialog dengan alam merupakan sebuah keniscayaan bagi manusia masa kini. Terlebih lagi ketika alam seolah tidak bersahabat dengan kita.

Adapun tujuan dialog itu ialah untuk saling menghargai dan menjaga. Sebab dialog tidak mungkin terjadi jika salah satu pihak menutup diri, dalam hal ini kita manusia. Hal ini penting karena tujuan pertama sebuah dialog ialah untuk saling menghargai, menerima, dan memberi.

Selain itu, dialog bukan sekedar pertemuan biasa dalam ruangan, tetapi bagaimana tindakan konkrit kita terhadap alam. Dialog dengan alam di sini dimengerti sebagai usaha setiap orang untuk menjaga relasi dengan alam. Hal ini mengandaikan adanya keinginana untuk menjaga keutuhan setiap ciptaan.

Keempat, Menata kembali kebijakan politik. Kebijakan yang disepakati elite politik terutama dalam kaitannya dengan masalah lingkungan perlu ditinjau kembali mengingat berbagai kerusakan lingkungan dan dampaknya bagi masyarakat.

Sebab, eksploitasi alam dan pembangunan dengan berbagai tujuan dan kepentingan, tidak pernah terlepas dari kerusakan lingkungan yang membahayakan keberlansungan hidup manusia.

Karena itu, pemerintah mesti mempertimbangkan secara matang setiap kebijakan yang bersentuhan dengan lingkungan hidup sebagai wujud tanggung jawab akan mandat seluruh rakyat.

Tanggung jawab itu diwujudkan dengan mengambil langkah tegas bila terjadi penyimpangan terhadap penggunaan kekayaan alam yang tidak memperhitungkan generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun