Mohon tunggu...
Benediktus Jonas
Benediktus Jonas Mohon Tunggu... Freelancer - freelanecer

Menulis ialah caraku mengasah kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Aku Telah Memaafkanmu Ayah, Selamat Jalan

3 November 2018   23:04 Diperbarui: 3 November 2018   23:09 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata-kata itu terus diulanginya saat aku sedih dan marah dengan ayah. Ia selalu memintaku dan mengajakku untuk memaafkan ayah. Pun ketika tetangga dan teman-teman mengetahui masalah keluarga kami, peneguhan dari ibulah yang membuat aku mampu menanggapi setiap olokan dengan senyuman dan kesabaran. Ibu sungguh-sungguh hidup dengan prinsip yang kokoh. "Jangan membiarkan persoalan hidup merenggut kebahagiaanmu." Entalah, bagaimana Ibu tetap teguh pada prinsipnya. Yang pasti ia wanita terhebat dalam hidupku yang mengajariku untuk tidak menyerah.

Ibu juga mengajak aku dan adik untuk berdoa rosario bersama di rumah dan berdoa pribadi sebelum dan saat bangun tidur. Yang aku ingat ibu selalu berpesan agar kami mau memaafkan ayah. "Hanya dengan memaafkan ayahmu kamu bisa bahagia. Sebab tiada untungnya kamu membenci ayahmu. Justru kebencian akan membuat kamu lebih menderita," begitulah kata-kata ibu pada kami. Walau aku belum bisa mencernanya dengan baik saat itu, tetapi pesan ibu terus bergema di hatiku.

Setahun setelah peristiwa yang menimpa keluarga kami, aku mendapat kabar ayah meninggal dunia. Ayah terkena serangan jantung di tempatnya bekerja dan meninggal di rumah sakit. Aku sedih, karena aku telah menerima kembali ayah dalam hidupku. Tetapi aku tak bisa berbuat apa-apa selain menerima kenyataan itu.

Di sanalah untuk pertama kali aku bertemu dengan anak-anak dari istri simpanan ayah. Mereka menerima kami dengan penuh keramahan. Aku tersenyum melihat wajah mereka yang mirip dengan wajahku dan adik. Enta mengapa kami langsung akrab tanpa menaruh curiga di antara kami.

Dan ibu, ibu adalah sosok yang tangguh dan wanita terhebat dalam hidupku yang mengajarku untuk memaafkan ayah. Walau berat juga melepaskan ayah dalam hidupku, namun tidak semua yang aku cintai harus kumiliki. Usahaku terakhir sebelum ayah dikebumukan ialah, "aku berani berkata pada di hadapannya, ayah aku telah memaafkan ayah. selamat jalan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun