Pertama, bahasa sebagai praktik sosial.Â
Bahasa sebagai praktik sosial erat hubungannya dengan habitus linguistik dengan rana yang sarat dengan kepenntingan. Karena itu bahasa tidak direduksi sebagai objek studi murni dan media komunikasi antara agen-agen sosial. Setiap tindakan berbicara berasal dari interaksi kelas habitus dan pasar linguistik.
Kedua, bahasa sebagai sebuah kapital budaya.
Karakter dari  kapitel budaya ialah non fisik, misalnya bahasa pengetahuan, skill dan perolehan kultural lainnya. Bahasa sebagai kapitel budaya memberikan banyak keuntungan (kapitel simbolis). Hal itu terjadi karena bahasa diberi legitimasi dan menunjukan otoritas individu yang menggunakan bahasa tersebut.
Fenomena inilah yang membuat bahasa menjadi instrumen dominasi dan komponen simbolis. Singkatnya bahasa tidak lagi dimengerti sebagai media komunikasi semata, namun memiliki peran sentral dalam mekanisme dominasi dan kekuasaan. Dengan kata lain modus operandi kekuasaan dalam praktik bahasa bertujuan untuk mempertahankan kekuasaa dan memproduksi kekuasaan.
Ketiga, bahasa sebagai fakta ekonomi.
Sebagai fakta ekonomi maksudnya bahasa digunakan untuk menunjukan keterkaitan antara kaital, pasar dan harga. Rana bahasa merupakan pasar linguistik. Dalam pasar linguistik, terdapat pembentukan harga sebuah bahasa. Artinya setiap bahasa berharga atau bernilai tergantung konteks dan akumulasi kapital yag dimiiki.
Keempat, bahasa dan pertarungan simbolis.
 Bordieu mendefinisikan kekuasaan simbolis sebagai bentuk kekuasaan yang halus, tak tampak da hanya dikenali dari tujuannya untuk memperoleh pengakuan dan penghormatan. Karakter yang halus dari praktik kekuasaan ini membuat pihak yang didominasi tidak manyadarinya.
Sumber Rujukan
Bourdiau, Pierre. Language and Symbolic Power, Cambridge: Polity Press, 199.