Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi energi nuklir, baik yang berhubungan dengan fisi maupun fusi, telah menjadi topik utama dalam pengembangan sumber energi terbarukan. Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh teknologi ini adalah bagaimana mengelola radiasi dan dampaknya pada sistem reaktor, khususnya dalam hal radiolisis air. Artikel ini akan membahas bagaimana radiolisis air mempengaruhi sistem pendingin reaktor fusi dan fisi, serta bagaimana model radiolisis digunakan untuk mengevaluasi dampaknya.
Fisika dan Teknologi ITER: Mimpi Fusi Sebagai Sumber Energi Masa Depan
Fusi nuklir, yang merupakan proses penggabungan dua inti atom ringan untuk menghasilkan energi, merupakan harapan besar untuk masa depan energi terbarukan. ITER (International Thermonuclear Experimental Reactor) di Prancis merupakan proyek penting yang bertujuan untuk membuktikan bahwa fusi dapat menjadi sumber energi yang efektif dan berkelanjutan. Reaktor ITER beroperasi dengan prinsip fusi kurungan magnetik toroidal (MCF), yang menggunakan medan magnet untuk mengendalikan plasma pada suhu lebih dari 100 juta derajat Celsius---suhu yang diperlukan untuk memicu reaksi fusi deuterium-tritium (D-T). Namun, meskipun potensi energi dari reaksi fusi sangat besar, tantangan teknis yang dihadapi sangat kompleks. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana mengelola suhu tinggi yang dihasilkan, dengan sistem pendingin yang berfungsi untuk mengalirkan panas dari berbagai komponen dalam reaktor.
Peran Sistem Pendingin dalam ITER: TCWS dan IBED PHTS
Sistem pendingin ITER, yang dikenal dengan nama Tokamak Cooling Water System (TCWS), memiliki peran penting dalam mengelola panas yang dihasilkan selama reaksi fusi. TCWS mengalirkan panas dari berbagai komponen, seperti modul dinding dan kumparan dalam kapal, dan mentransfernya ke sistem eksternal. Salah satu bagian terbesar dari sistem ini adalah Integrated Blanket and Energy Depletion Primary Heat Transport System (IBED PHTS), yang menghilangkan sekitar 880 MW panas dari komponen-komponen reaktor. Namun, selain panas, salah satu produk sampingan dari reaksi fusi adalah neutron berenergi tinggi yang dapat menyebabkan radiasi dalam sistem pendingin, dan ini dapat berpotensi menyebabkan radiolisis air.
Radiolisis Air: Proses yang Tidak Terhindarkan
Radiolisis air adalah reaksi kimia yang terjadi ketika air terkena radiasi pengion, yang dapat menghasilkan berbagai produk kimia yang dapat mempengaruhi integritas material dalam sistem pendingin. Dalam konteks reaktor fusi seperti ITER, radiasi yang dihasilkan terutama berasal dari neutron berenergi tinggi dan foton gamma yang dapat memecah molekul air menjadi berbagai spesies kimia, termasuk hidrogen peroksida (H2O2), hidrogen (H2), dan radikal hidroksil (OH). Ini dapat memicu korosi pada material yang digunakan dalam sistem, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi efisiensi dan keselamatan reaktor. Meskipun fusi menghasilkan lebih sedikit limbah radioaktif dibandingkan dengan fisi nuklir, radiasi yang dihasilkan tetap dapat menyebabkan masalah. Oleh karena itu, memahami bagaimana produk radiolisis terbentuk dan bagaimana mereka berinteraksi dengan bahan dalam sistem pendingin sangat penting untuk menjaga kinerja reaktor.
Model Radiolisis Air dan Tantangannya
Pentingnya model radiolisis air tidak hanya untuk memahami produk kimia yang terbentuk, tetapi juga untuk memprediksi dampaknya terhadap sistem pendingin. Model ini mengandalkan persamaan diferensial yang menggambarkan dinamika spesies kimia dalam sistem, yang melibatkan reaksi kimia dan difusi. Salah satu parameter yang sangat diperhatikan dalam sistem pendingin adalah Electrochemical Corrosion Potential (ECP), yang berfungsi untuk menentukan kerentanannya terhadap korosi. Namun, pemodelan radiolisis air dalam sistem pendingin reaktor, baik untuk reaktor fisi maupun fusi, memiliki tantangan besar. Mengingat kondisi ekstrem yang ada di dalam reaktor---seperti suhu tinggi dan tekanan yang sangat besar---pengukuran langsung ECP dan pemahaman mengenai spesies elektroaktif dalam sistem menjadi sangat sulit.
Dampak Radiolisis pada Bahan dalam Sistem Pendingin
Sistem pendingin ITER menggunakan berbagai bahan, seperti baja tahan karat, paduan berbasis nikel, dan paduan tembaga. Meskipun bahan-bahan ini dipilih karena ketahanan korosi dan kekuatan mekaniknya, proses radiolisis air dapat menyebabkan korosi dan oksidasi pada material tersebut, mengakibatkan akumulasi produk korosi yang dapat menambah tingkat radiasi di luar inti reaktor. Selain itu, interaksi antara produk korosi yang teraktivasi oleh neutron dan spesies kimia yang dihasilkan oleh radiolisis air dapat memperburuk efeknya. Oleh karena itu, penting untuk mengelola dan memitigasi dampak radiolisis ini melalui desain dan pemilihan material yang tepat, serta pengembangan model untuk memahami interaksi ini.
Radiolisis air merupakan masalah penting yang harus dihadapi dalam pengembangan reaktor nuklir, baik fusi maupun fisi. Dalam konteks ITER, meskipun teknologi fusi menawarkan banyak potensi, tantangan besar tetap ada dalam hal pengelolaan radiasi dan dampaknya terhadap sistem pendingin. Pemahaman yang lebih mendalam tentang model radiolisis air, dampaknya terhadap integritas bahan, dan pengelolaan spesies kimia yang dihasilkan akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa reaktor fusi dapat beroperasi dengan aman dan efisien dalam jangka panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H