Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Di Balik Banyaknya Masyarakat Indonesia yang Tak Mau Lanjut S2-S3

20 Januari 2024   00:40 Diperbarui: 20 Januari 2024   08:47 3262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sarjana mahasiswa S2 dan S3. Sumber: iStockphoto/LaylaBird via KOMPAS.com

Kabar mengenai minimnya lulusan S2 dan S3 di Indonesia menuai banyak respon dari netizen. Hal ini menyangkut keterangan Jokowi tentang urgensi peningkatan rasio lulusan S2 dan S3 di Indonesia.

Pada Senin, 15 Januari 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekhawatiran terkait rendahnya rasio penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia. 

Dalam sambutannya di Konvensi ke-29 dan Temu Tahunan ke-25 Forum Rektor Indonesia, Jokowi menyampaikan fakta bahwa rasio lulusan S2 dan S3 terhadap populasi produktif Indonesia masih sangat rendah, yaitu hanya 0,45 persen dari jumlah total penduduk produktif berusia 15-64 tahun. 

Hal ini membuat Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, yang memiliki rasio lulusan S2 dan S3 sebesar 2,43 persen.

Jokowi menyoroti bahwa meskipun Dana Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LPDP) telah mengalami peningkatan signifikan, mencapai Rp 139 triliun pada 2023, angka tersebut masih jauh dari memadai. 

Meskipun jumlah penerima beasiswa LPDP meningkat tujuh kali lipat, Jokowi menegaskan bahwa langkah ini masih terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tinggi yang sebenarnya.

Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki penduduk usia produktif mencapai 187,2 juta jiwa pada tahun 2020. 

Dengan rasio lulusan S2 dan S3 hanya sekitar 0,45 persen, jumlah lulusan tingkat lanjut di Indonesia menjadi kurang dari 1 juta, sementara negara sekitarnya telah berhasil menghasilkan lulusan tinggi dalam jumlah yang jauh lebih besar.

Komentar beberapa akun mengapa banyak masyarakat yang tak mau lanjut S2-S3. (Sumber: tangkapan layar via IG @ussfeeds)
Komentar beberapa akun mengapa banyak masyarakat yang tak mau lanjut S2-S3. (Sumber: tangkapan layar via IG @ussfeeds)

Urgensi meningkatkan rasio lulusan S2 dan S3 bukan hanya tentang prestise akademis, tetapi juga terkait erat dengan kualitas hidup masyarakat.

Di satu sisi, jenjang pendidikan memang memengaruhi kualitas hidup, tapi di sisi lain kualitas hidup juga memengaruhi seseorang untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkatan yang lebih tinggi. 

Lalu, apa yang saya maksud? Mari kita lihat proporsi penduduk Indonesia berdasarkan jenjang pendidikannya.

Proporsi Penduduk Indonesia menurut Jenjang Pendidikan

Proporsi Penduduk Indonesia menurut Jenjang Pendidikan. (Sumber: Databoks Katadata)
Proporsi Penduduk Indonesia menurut Jenjang Pendidikan. (Sumber: Databoks Katadata)

Pendidikan, sebagai fondasi utama untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat menghadapi tantangan. Sementara, kualitas hidup juga menentukan seseorang memilih untuk melanjutkan pendidikan tinggi atau tidak.

Namun, untuk memahami lebih dalam masalah ini, perlu untuk menyelidiki lebih rinci proporsi penduduk menurut jenjang pendidikan, menggali kendala aksesibilitas dan menilai kualitas pendidikan tinggi di negara ini.

Menurut data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) per Juni 2022, dari total 275,36 juta penduduk Indonesia, hanya 6,41% yang telah mencapai jenjang pendidikan tinggi. 

Rincian jumlah penduduk Indonesia menurut jenjang pendidikan pada Juni 2022 memberikan gambaran nyata tentang tantangan akses dan kualitas pendidikan tinggi di negara ini:

  • S3: 61.271 jiwa
  • S2: 855.757 jiwa
  • S1: 12.081.571 jiwa
  • D3: 3.517.178 jiwa
  • D1 dan D2: 1.126.080 jiwa
  • SLTA: 57.533.189 jiwa
  • SLTP: 40.035.862 jiwa
  • Tamat SD: 64.446.545 jiwa
  • Belum Tamat SD: 30.685.363 jiwa
  • Tidak/Belum sekolah: 65.018.451 jiwa

Data ini menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap akses pendidikan tinggi di semua lapisan masyarakat, serta peningkatan kualitas pendidikan untuk mencapai target pembangunan berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas hidup dan daya saing bangsa.

Rendahnya Minat Masyarakat Mengejar Pendidikan Pascasarjana

Mengutip Suara.com, rendahnya minat warga Indonesia untuk mengejar pendidikan lanjut pascasarjana dapat dijelaskan melalui beberapa faktor.

Pertama, minimnya lapangan kerja yang membutuhkan gelar pascasarjana selain dalam bidang riset menjadi salah satu hambatan utama. 

Pasar kerja di Indonesia belum sepenuhnya memberikan apresiasi terhadap lulusan pascasarjana, kecuali dalam konteks penelitian. Hal ini menyebabkan rendahnya insentif bagi individu untuk mengejar jenjang pendidikan lebih tinggi.

Kedua, dalam konteks kompensasi, dunia kerja di Indonesia cenderung tidak memberikan perbedaan remunerasi atau reward yang signifikan antara lulusan S1 dan S3. 

Kurangnya insentif finansial dapat menjadi penghalang bagi individu yang mempertimbangkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Terakhir, investasi waktu, tenaga, dan uang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pendidikan tingkat S2 dan S3 menjadi faktor lain yang signifikan. 

Hubungan Kualitas Hidup dengan Jenjang Pendidikan dan Sebaliknya

Lalu, apa hubungannya kualitas hidup dengan jenjang pendidikan, dan sebaliknya? Pertanyaan ini memunculkan keterkaitan yang kompleks antara kualitas hidup masyarakat Indonesia dan tingkat pendidikan yang mereka capai. 

Tingkat pendidikan yang tinggi secara umum dapat meningkatkan kualitas hidup yang baik bagi individu. 

Lulusan pendidikan tinggi cenderung memiliki akses lebih baik terhadap lapangan kerja yang berkualitas, kesempatan untuk pengembangan karier, dan pendapatan yang lebih tinggi. 

Pendidikan tinggi juga membekali individu dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk berpartisipasi dan memberikan kontribusi pada pembangunan.

Begitu juga sebaliknya, kualitas hidup masyarakat dapat memengaruhi minat dan akses terhadap pendidikan tinggi. 

Kondisi sosial ekonomi yang baik dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pendidikan tinggi, dengan memberikan sumber daya dan kesempatan yang diperlukan bagi individu untuk mengejar jenjang pendidikan lebih tinggi. 

Sebaliknya, ketidaksetaraan, kemiskinan, dan minimnya peluang dapat menjadi hambatan bagi masyarakat untuk meraih pendidikan tinggi.

Faktor-faktor seperti minimnya lapangan kerja yang membutuhkan gelar pascasarjana di luar bidang riset, kurangnya perbedaan kompensasi antara lulusan S1 dan S3, serta investasi waktu, tenaga, dan uang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pendidikan tingkat lanjut menjadi kendala yang perlu diatasi.

Oleh karena itu, untuk mencapai peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia, diperlukan upaya simultan dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dan kualitas hidup masyarakat.

Hal ini akan menciptakan siklus positif di mana kualitas hidup yang lebih baik mendorong minat dan akses lebih besar terhadap pendidikan tinggi, begitu juga sebaliknya.

***

Melihat kondisi ini, perlu adanya perubahan paradigma dalam dunia kerja Indonesia. Upaya untuk memberikan apresiasi dan insentif finansial yang lebih baik bagi lulusan pascasarjana perlu diperkuat. 

Selain itu, langkah-langkah konkret untuk menciptakan lapangan kerja yang sesuai dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan memberikan imbalan yang setimpal perlu diwujudkan. 

Dalam konteks pendidikan, peningkatan akses dan kualitas pendidikan tinggi juga harus menjadi fokus utama, termasuk peningkatan investasi dalam dana beasiswa dan pengembangan infrastruktur pendidikan.

(*B/A)

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun