Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Setelah FOMO, Sekarang Muncul Istilah FOPO, Apa sih Itu?

16 November 2023   10:02 Diperbarui: 17 November 2023   21:25 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOPO adalah singkatan dari Fear of Other People's Opinion. (Foto: Pexels/Ariel Paredes)

Saat ini, kita sering kali mendengar berbagai istilah baru di dunia maya. Salah satunya adalah FOMO atau "Fear of Missing Out," situasi dimana kita takut untuk melewatkan momen yang sedang menjadi tren. 

Namun, tahukah kamu kini ada istilah baru yang muncul selain FOMO, istilah tersebut adalah FOPO atau "Fear of Other People's Opinions."

Sebagai seorang Gen Z yang cukup aktif di dunia maya, saya menyadari bahwa FOPO mungkin menjadi hambatan yang kerap dialamai oleh banyak dari kita. 

Kekhawatiran terhadap pendapat orang lain dapat menjadi beban tambahan yang sulit dihindari dan bisa menjadi mental blocks untuk pengembangan diri kita. 

Dalam tulisan ini, saya akan membahas lebih jauh lagi fenomena FOPO. Sebenarnya situasi ini mungkin bukan situasi yang baru dan kerap dialami oleh banyak dari kita.

Namun, mungkin di era perkembangan seperti sekarang istilah baru muncul sebagai penggambaran dari situasi atau fenomena yang kerap kita rasakan atau jumpai.

Apa itu FOPO?

FOPO, atau "Fear of Other People's Opinion," merupakan singkatan dari Bahasa Inggris yang merujuk pada ketakutan atau kekhawatiran terhadap pendapat orang lain. 

Dalam buku berjudul "The First Rule of Mastery" karya Michael Gervais seorang psikolog dari Harvard Medical School, FOPO dijelaskan sebagai kecemasan terhadap bagaimana orang lain memandang diri kita. 

Meskipun fenomena ini umum terjadi, FOPO bisa menjadi obsesi yang tidak rasional, tidak produktif, dan tidak sehat. 

Gervais menilai bahwa FOPO dapat menjadi hambatan besar dalam menggali potensi diri seseorang (Gervais, 2023). 

Sebagai contoh dari FOPO, bayangkan kamu memiliki keinginan untuk berkarir di dunia seni tetapi tidak berani mengejar passion-mu karena takut dengan pendapat negatif orang di sekitarmu. 

Mungkin, kamu memiliki kecemasan bahwa teman-teman atau keluarga akan menganggap karir seniman sebagai pilihan yang tidak menjanjikan atau tidak realistis.

Dalam kasus ini, FOPO dapat menjadi penghambat bagi individu tersebut untuk mengejar impian dan passion-nya. 

Akibatnya, kamu mungkin terjebak dalam pekerjaan yang tidak memuaskan secara emosional hanya untuk memenuhi harapan atau ekspektasi orang lain. 

FOPO dalam konteks ini dapat menghambat pertumbuhan dan kepuasan pribadi seseorang, mengingat dia tidak berani mengambil langkah-langkah dalam mengejar apa yang sebenarnya diinginkannya karena takut akan pandangan orang lain.

Penyebab FOPO

Penyebab FOPO, atau "Fear of Other People's Opinion," dapat dikaitkan dengan beberapa faktor. 

Menurut penjelasan Psikolog dari UGM, T. Novi Poespita Candra, beberapa faktor yang berkontribusi terhadap FOPO di masyarakat Indonesia antara lain:

1. Budaya dan Pendidikan

Budaya feodalisme dan konformitas yang masih kuat di masyarakat berperan besar dalam membentuk FOPO. 

Senioritas dalam mengatur persepsi publik dan pendidikan yang menyeragamkan individu-individu dapat membuat orang lebih mementingkan pendapat orang lain dari pada pendapat diri sendiri.

2. Media Sosial

Penggunaan media sosial menjadi pemicu FOPO yang signifikan. Melalui media sosial, pendapat orang terbuka, dan image seseorang terbentuk. 

Diskusi dan wacana di media sosial, terutama terkait standar kesuksesan, dapat memicu perbandingan diri dan membuat seseorang merasa tidak memenuhi harapan.

3. Kurangnya Kesadaran Identitas Diri

Individu yang belum memiliki kesadaran akan identitas diri cenderung lebih rentan terhadap FOPO. Kesadaran diri yang kurang dapat menyebabkan kecemasan terhadap pendapat orang lain dan ketakutan untuk berbeda.

FOPO dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan mental, seperti gangguan kecemasan sosial dan stres. 

Untuk mencegah FOPO, Novi menyarankan pendekatan melalui pendidikan di rumah dan sekolah, membentuk ekosistem yang menumbuhkan kepercayaan diri, dan memberikan ruang bagi keunikan setiap individu. 

Jika seseorang sudah mengalami FOPO, pendekatan kognitif melalui dialog dan aktivitas positif dapat membantu, sementara jika sudah parah, disarankan untuk mencari bantuan profesional seperti psikolog atau konselor.

Bagaimana Cara Mengatasi FOPO?

FOPO bisa menjadi belenggu yang menghambat kita dalam menjalani kehidupan. 

Dalam pandangan saya, mengatasi FOPO bisa menjadi sulit jika kita tak memahami beberapa konsep kunci. 

Berikut adalah beberapa langkah yang saya terapkan ketika saya mengalami FOPO:

1. Ingatlah Tidak Semua Orang Peduli dengan Apa yang Kita Lakukan

Kita sering kali terjebak dalam kekhawatiran tentang apa yang orang lain pikirkan tentang kita. 

Ingatlah bahwa sebagian besar orang mungkin sibuk dengan kehidupan mereka sendiri dan mungkin tidak terlalu memikirkan kita. Jadi, mengapa kita harus terlalu peduli dengan pendapat mereka?

2. Kita Unik dengan Segala Cerita yang Kita Miliki

Setiap orang memiliki kisahnya sendiri, kegagalan, dan keberhasilan. Kita unik dengan segala kompleksitas dan perjalanan hidup kita. 

Menghargai keunikan diri sendiri membantu saya merasa lebih percaya diri dan mengesampingkan pengaruh penilaian orang lain.

3. Bertemu dengan Lebih Banyak Orang

Melibatkan diri dalam interaksi sosial lebih banyak membuka mata kita terhadap berbagai pandangan dan pengalaman hidup. 

Semakin banyak orang yang kita temui, semakin banyak pula kita dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang keragaman pandangan dalam masyarakat.

4. Fokus pada Pengendalian Pikiran Kita

Kita tidak memiliki kendali untuk mengubah pikiran orang lain. Oleh karena itu, fokuslah pada pengendalian pikiran kita sendiri. 

Bagaimana kita menjalan hidup dengan cara sendiri lebih penting dari pada mencoba mengubah pendapat orang lain.

5. Jangan Berusaha Menyenangkan Semua Orang

Berusaha untuk menyenangkan semua orang adalah upaya yang menurut saya tidak realistis dan buang-buang tenaga. 

Fokuslah pada apa yang kita yakini, dari pada mencoba memenuhi harapan setiap orang. Ketika kita hidup sesuai dengan nilai-nilai dan keinginan pribadi, tentunya FOPO sudah tidak relevan lagi.

6. Pada Batas Tertentu FOPO Mungkin Sehat

Namun, pada level tertentu, FOPO mungkin memberikan peringatan dan memotivasi kita untuk berperilaku sesuai norma sosial. 

Tapi, penting juga untuk menentukan batasan agar FOPO tidak menjadi penghalang bagi pertumbuhan dan pengembangan diri.

***

Hal yang terpentin, mengatasi FOPO memerlukan langkah-langkah konkret dan pemahaman mendalam tentang diri sendiri. 

Dengan langkah-langkah yang kita temukan sendiri, kita bisa membangun kepercayaan diri dan membangun kebebasan untuk menjadi diri sendiri. 

Terakhir, hidup yang autentikadalah hidup yang kamu tentukan sendiri!

(*B/A)

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun