Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Caraku sebagai Gen Z dalam Meningkatkan Kesadaran Publik dan Melestarikan Wayang

12 November 2023   12:32 Diperbarui: 12 November 2023   12:49 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh karakter pewayangan dalam gaya berpakaian saya, di situ ada Garuda Jatayu, Antareja dan Anoman. (Dok. Pribadi)

Note: Untuk memaknai tulisan ini kita harus sepemahaman dulu. Wayang bagi saya bukan hanya sebuah barang atau benda yang dimainkan hanya saat pertunjukan.

Bagi saya, wayang adalah filosofi kehidupan dan makna-makna yang bisa diterapkan dalam hidup sehari-hari. Kamu juga bisa membaca artikel ini sambil mendengarkan lagu berikut.


Pewayangan, dengan segala tokoh dan filosofinya, telah menyemai benih kecintaan dalam diri saya sejak saya masih kecil. 

Saya tidak tahu kapan persisnya perasaan ini tumbuh, tetapi rasanya sebagai anak kecil, saya sudah tertarik pada setiap tokoh wayang dengan filosofi unik yang mereka usung. 

Kemudian, kehadiran sosok Sujiwo Tejo, atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Tejo, semakin memperdalam dan memperkaya cinta saya terhadap dunia pewayangan.

Melalui kisah-kisah pewayangan yang dibawakan Mbah Tejo, saya tidak hanya menyaksikan pertunjukan seni tradisional, tetapi juga memahami lebih dalam tentang filosofi kehidupan. 

Beliau mengemas cerita pewayangan dengan cara yang tidak terlalu kaku, memberikan sentuhan kekinian yang membuatnya lebih dekat dengan hati saya sebagai generasi muda. 

Pemahaman saya terhadap wayang bukan hanya sebatas menonton pertunjukan atau membaca kisah-kisahnya, melainkan lebih jauh lagi. 

Bahkan, saya memutuskan untuk memiliki nama wayang sendiri. Tidak seperti Mbah Tejo atau Mas Butet yang menemukan nama wayang dengan cara menuliskan nama setiap hari selama berpuluh-puluh hari.

Saya memilih untuk merenung dan menggali makna dari nama-nama wayang selama beberapa minggu.Akhirnya, saya menemukan paduan nama yang khas dan memiliki makna mendalam bagi saya. 

Nama wayang saya disesuaikan dengan inisial nama asli saya, BA, dan menjadi Basukarna Adhinata. 

Basukarna diambil dari nama Karna, Raja Kerajaan Angga yang merupakan saudara sekaligus musuh Arjuna. Karna sendiri memiliki arti "telinga". Sementara itu, Adhinata berarti "yang paling unggul". Saya memaknai nama ini sebagai simbol sosok yang unggul dalam mendengarkan. 

Melalui nama ini, saya berharap bisa menjadi individu yang lebih peka terhadap suara-suara di sekitar, menjadi pendengar yang ulung, dan meresapi makna dari setiap percakapan.

Namun, keterlibatan saya dalam dunia wayang tidak berhenti pada pemberian nama semata. Sebagai Generasi Z, saya merasa perlu  untuk menyisipkan cerita-cerita dan tokoh-tokoh wayang dalam gaya hidup sehari-hari. 

Salah satu cara yang saya pilih adalah dengan mengenakan pakaian yang bernuansa karakter atau tokoh pewayangan.

Contoh karakter pewayangan dalam gaya berpakaian saya, di situ ada Garuda Jatayu, Antareja dan Anoman. (Dok. Pribadi)
Contoh karakter pewayangan dalam gaya berpakaian saya, di situ ada Garuda Jatayu, Antareja dan Anoman. (Dok. Pribadi)

Cara ini bukan hanya sekadar ekspresi gaya pribadi, tetapi juga merupakan bentuk kontribusi saya dalam melestarikan pengetahuan pewayangan dan menciptakan kesadaran publik akan kekayaan budaya ini. 

Saya percaya bahwa dengan memasukkan unsur-unsur wayang ke dalam gaya hidup sehari-hari, teman-teman sebaya saya akan lebih tertarik dan mudah memahami makna serta filosofi yang terkandung dalam cerita-cerita pewayangan.

Wayang, bagi saya, bukan hanya sebagai warisan budaya Nusantara yang berharga, melainkan juga sebagai khazanah hidup yang mengalir dalam setiap cerita. 

Ia adalah pusaka yang dapat dihidupkan kembali dalam setiap generasi. Dengan melibatkan diri dalam keberlanjutan pewayangan, saya merasa turut berkontribusi dalam menjaga agar khazanah ini tidak pudar dan tetap relevan dalam perkembangan zaman.

Pelestarian budaya tidak selalu harus dilakukan dengan cara tradisional. Sebagai Generasi Z, saya menyadari bahwa inovasi dan kreativitas diperlukan untuk menjaga agar kekayaan budaya seperti wayang tetap hidup dan diterima oleh generasi muda. 

Dengan memadukan tradisi dan tren modern, saya berharap dapat membuka pintu bagi teman-teman sebaya untuk lebih meresapi dan mengapresiasi keindahan dan kearifan yang terkandung dalam warisan pewayangan.

Melalui gaya berpakaian yang terinspirasi dari wayang, saya ingin menyampaikan pesan bahwa budaya tidaklah kuno atau ketinggalan zaman. 

Sebaliknya, budaya adalah sumber inspirasi yang dapat diadaptasi dan diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. 

Dengan menyelipkan elemen-elemen budaya seperti wayang ke dalam gaya hidup modern, kita tidak hanya melestarikan warisan nenek moyang kita tetapi juga menghidupkannya kembali dengan cara yang relevan bagi masa kini.

Saya percaya bahwa cara-cara modern seperti ini dapat membuka mata generasi muda terhadap kekayaan budaya Nusantara. 

Pewayangan, yang sebelumnya mungkin terasa jauh dan kuno, dapat menjadi lebih dekat dan relevan dalam kehidupan sehari-hari. 

Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga bagian aktif dalam meneruskan warisan budaya ini kepada generasi selanjutnya.

Menggunakan pakaian bergambar tokoh wayang bukan hanya sekadar gaya atau tren belaka. Bagi saya, ini adalah bentuk penghormatan dan kebanggaan terhadap identitas budaya kita. 

Saya merasa bahwa dengan cara ini, saya turut serta dalam menjaga keberlanjutan dan keberagaman budaya Nusantara.

Sebagai seorang Gen Z, saya melihat bahwa kemajuan teknologi dan globalisasi tidak boleh membuat kita kehilangan akar dan jati diri kita. Sementara kita terus memandang ke depan, kita juga harus tetap terhubung dengan akar budaya kita. 

Wayang, dengan segala kompleksitas dan kebijaksanaan yang terkandung dalam setiap lakonnya, adalah salah satu cara untuk menjaga hubungan ini.

Dalam konteks ini, menciptakan konten digital dan berbagi cerita tentang wayang di media sosial juga menjadi langkah positif. 

Beberapa kali sempat saya membagikan konten tentang pewayangan di story Instagram. (Dok. Pribadi)
Beberapa kali sempat saya membagikan konten tentang pewayangan di story Instagram. (Dok. Pribadi)

Menggunakan platform digital untuk menyebarkan cerita pewayangan dapat menjangkau lebih banyak orang, terutama generasi muda yang aktif di dunia maya. 

Dengan cara ini, pewayangan dapat menjadi lebih terkenal dan diapresiasi oleh berbagai lapisan masyarakat.

Pewayangan bukan hanya sekadar pertunjukan seni tradisional yang terjadi di panggung. Ia adalah cerminan kearifan lokal, nilai-nilai moral, dan filosofi kehidupan yang dapat memberikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. 

Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran publik tentang keberadaan dan pentingnya pelestarian wayang perlu terus diupayakan dengan berbagai cara.

Sebagai penutup, cara saya sebagai Generasi Z dalam meningkatkan kesadaran publik dan melestarikan wayang adalah dengan terlibat aktif dalam dunia pewayangan, mulai dari pemahaman filosofi hingga mengaplikasikannya dalam gaya hidup sehari-hari. 

Semua ini merupakan bagian dari upaya untuk menjaga agar khazanah budaya Nusantara tetap hidup dan diteruskan kepada generasi-generasi sebaya saya. 

Wayang, dengan segala keunikan dan kebijaksanaannya, adalah harta yang tak ternilai, sebuah cahaya yang tetap berpendar dalam gelapnya waktu, sebuah warisan yang patut kita pelihara dan lestarikan.

#indonesianheritage 

#hariwayangnasional

(*B/A)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun