Rencana pembagian Palestina yang diusulkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1947 menimbulkan ketidaksetujuan dari pemimpin-pemimpin Arab pada masa itu.Â
Peristiwa ini menjadi titik awal terjadinya eksodus massal yang memaksa lebih dari 750.000 warga Palestina meninggalkan tanah leluhur mereka, yang dikenal sebagai Nakba.
Meskipun PLO awalnya mendukung ide solusi dua negara, usaha perdamaian seperti Perjanjian Oslo pada tahun 1993 dan negosiasi di Camp David pada tahun 2000 tidak berhasil mengakhiri konflik, bahkan memperburuk situasi dengan pecahnya Intifada kedua.
Interpretasi Berbeda Israel dari Slogan 'From the River to the Sea'
Slogan 'From the river to the sea, Palestine will be free' memiliki interpretasi yang berbeda bagi masyarakat Palestina dan Israel.Â
Arti kata 'free' atau 'merdeka' dalam konteks ini mencerminkan kebutuhan akan keadilan bagi rakyat Palestina yang merasa hak-hak mereka telah lama diabaikan.
Sebagian pendapat menekankan bahwa kata 'free' dalam slogan ini menggambarkan keinginan akan kesetaraan bagi seluruh penduduk Palestina yang telah lama ditindas dan terpinggirkan.Â
Hal ini mencakup hak untuk menentukan masa depan mereka sendiri, yang telah terhalang sejak berdirinya negara Israel melalui Deklarasi Balfour pada tahun 1917.
Meskipun slogan ini telah menjadi sorotan dan terkadang disalahartikan, demonstran pro-Palestina bahkan bersama dengan beberapa kelompok Yahudi menegaskan bahwa slogan 'From the river to the sea, Palestine will be free' bukanlah bentuk anti-Semit.Â
Mereka menekankan bahwa kontroversi seputar slogan ini sebenarnya sengaja diciptakan untuk menghambat solidaritas Barat terhadap perjuangan Palestina.
Hal yang harus dicermati adalah bahwa antisemitisme berbeda dengan antizionisme.Â
Antisemitisme adalah paham dan prasangka negatif terhadap ras Yahudi, sedangkan antizionisme secara umum dapat didefinisikan sebagai perlawanan terhadap keberadaan negara Israel.