Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Follow Artis di Medsos, Bukan Berarti Asal Vote di TPS!

14 September 2023   00:38 Diperbarui: 14 September 2023   00:40 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena Artis Nyaleg

Fenomena artis yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau pun eksekutif kini semakin marak. Popularitas mereka yang sudah ada di dunia hiburan tentunya memberikan keuntungan tersendiri dalam membangun citra di mata masyarakat. Tak jarang, pengikut mereka di media sosial mencapai angka yang fantastis, bahkan lebih dari seorang politisi berpengalaman.

Namun, mengikuti atau bahkan mengidolakan seseorang di medsos tentu berbeda dengan memberikan suara pada saat pemilihan umum. Berikut beberapa hal yang perlu kita renungkan sebelum terjebak dalam euphoria "popularitas medsos":

1. Kompetensi dan Integritas Lebih Penting

Kompetensi merujuk pada kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik. Hal ini mencakup pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki seseorang. 

Sedangkan integritas berkaitan erat dengan moral dan nilai-nilai yang dianut seseorang dalam menjalankan setiap tindakannya. Seorang pemimpin yang memiliki integritas tinggi akan selalu bertindak sesuai dengan prinsip dan norma yang benar, bahkan ketika tidak ada yang melihat. Ketika kita memilih pemimpin, seharusnya kita mencari individu yang memiliki kedua kualitas ini. 

Memang, popularitas bisa membantu dalam meningkatkan visibilitas seseorang, tapi tanpa kompetensi dan integritas, popularitas semata bisa menjadi bumerang. Sebab, tanpa kompetensi, kebijakan yang diambil bisa salah sasaran. Tanpa integritas, kebijakan yang diambil mungkin saja didasari kepentingan pribadi atau kelompok, bukan kepentingan masyarakat luas. 

2. Medsos Bukan Refleksi Realitas

Seringkali kita lupa bahwa apa yang terjadi di media sosial tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi di dunia nyata. Fenomena dukungan massif terhadap seseorang di media sosial bisa jadi hanyalah semu, dikuasai oleh segelintir netizen yang aktif atau bahkan oleh akun-akun bayaran yang sengaja dibuat untuk mempengaruhi opini publik. 

Sebaliknya, di era "cancel culture" saat ini, seorang individu bisa mendapatkan kritik atau celaan massal dalam hitungan jam, yang mungkin saja didasari oleh informasi yang belum tentu benar atau konteks yang disalahpahami. Dinamika media sosial sangatlah mudah berubah, serta tidak selalu mencerminkan persepsi atau pandangan masyarakat secara keseluruhan. 

Oleh karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk selalu kritis dan tidak mudah terbawa arus informasi di media sosial. Sebagai pemilih yang cerdas, kita harus membedakan antara realitas dunia maya dan dunia nyata, serta tidak mengambil keputusan berdasarkan opini yang mungkin saja terdistorsi oleh media sosial semata.

3. Pertimbangkan Isu-isu yang Dibawa

Seorang calon, entah dia seorang artis atau bukan, harus mampu mengidentifikasi dan memahami isu-isu yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. 

Hal ini penting karena isu yang dibawa mencerminkan prioritas, orientasi, dan juga pemahaman calon terhadap tantangan dan kesulitan yang dihadapi masyarakat. Selain itu, solusi yang ditawarkan atas isu-isu tersebut haruslah logis, realistis, dan dapat diimplementasikan. Bukan sekadar janji-janji manis yang menggema di telinga tapi tanpa rencana kerja yang jelas. 

Jadi, meskipun seorang calon memiliki magnetisme pribadi yang kuat, kita sebagai pemilih harus tetap kritis. Kita perlu menilai apakah isu-isu yang mereka bawa benar-benar mencerminkan kebutuhan kita dan masyarakat luas, serta apakah solusi yang mereka tawarkan bukan hanya retorika kosong. 

4. Bukankah Politik Kini Adalah Profesi?

Banyak orang menganggap politik sebagai panggung besar di mana aktor-aktor bermain peran sesuai skenario yang telah ditentukan. Namun, perlu diingat bahwa politik bukanlah sekedar panggung hiburan. Politik adalah ranah serius yang memengaruhi nasib dan masa depan sebuah negara. 

Oleh karena itu, memasuki dunia politik seharusnya didasari oleh niat tulus untuk melayani dan kemampuan yang memadai. Memang, tidak ada salahnya bagi seorang artis atau publik figur lainnya untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, namun pertanyaannya adalah, apakah mereka benar-benar siap dan memiliki kompetensi yang diperlukan? 

Politik memerlukan dedikasi, pengetahuan mendalam tentang pemerintahan dan administrasi, serta pemahaman akan kebutuhan masyarakat. Bukanlah hal yang bijak jika seseorang memilih untuk masuk ke dunia politik semata-mata untuk menambah daftar prestasi atau mengikuti tren. 

5. Berbagai Motivasi Masuk ke Dunia Politik

Ketika artis atau tokoh populer memutuskan untuk terjun ke dunia politik, masyarakat seringkali dibuat bertanya-tanya tentang apa yang mendorong mereka untuk membuat keputusan tersebut. Tentu saja, motivasi setiap individu akan berbeda-beda. Ada yang mungkin benar-benar didorong oleh keinginan tulus untuk berkontribusi pada masyarakat dan membawa perubahan. 

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada juga yang melihat politik sebagai platform untuk meningkatkan popularitas, kekayaan, atau bahkan untuk melindungi kepentingan tertentu. Keberagaman motivasi ini membuat kita, sebagai pemilih, harus lebih kritis dan selektif dalam menilai calon pemimpin kita. 

Penting bagi kita untuk tidak hanya terfokus pada image dan popularitas, tetapi juga pada niat dan tujuan seorang calon di balik keputusan mereka untuk masuk ke dunia politik. 

Kesimpulan

Di era informasi serba cepat dan penuh distorsi seperti saat ini, memiliki kesadaran sebagai pemilih cerdas menjadi sebuah keharusan. Kita tidak hanya sekadar memberikan suara, tetapi juga menentukan masa depan bangsa dan generasi berikutnya. Sebagai pemilih yang cerdas, kita harus memahami betul tanggung jawab besar yang kita pikul. 

Tidak asal pilih berdasarkan popularitas, wajah familiar, atau janji-janji manis yang kerap disampaikan. Sebaliknya, kita harus memperhatikan track record, visi, misi, dan integritas dari setiap calon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun