Industri energi menempati posisi kedua sebagai penyumbang emisi SO2 terbesar dengan jumlah 1.071 ton per tahun atau sekitar 25,17%. Sementara kendaraan bermotor hanya menyumbang 11% atau sekitar 493 ton per tahun.
Keresahan
Jika kalian semua melihat cover image tulisan ini, mungkin kalian sudah mengetahui arah tulisan ini sebenarnya. Penulis bukan sedang mencari penyebab utama tingkat polusi udara di Jakarta ataupun Indonesia.
Penulis juga tidak ingin menelan mentah-mentah data yang sudah dikeluarkan oleh pihak-pihak tertentu. Itu semua hanya menjadi gambaran tentang polusi yang sedang terjadi.
Pertanyaan penulis hanya, mengapa kita tak memanfaatkan SDA yang dimiliki sebagai sumber energi terbarukan? Apa memang sesulit itu? Atau ada intrik politik juga di dalamnya?
Ya, penulis memposisikan diri sebagai orang bodoh yang naif akan hal-hal seperti itu. Namun, nyatanya SDA untuk sumber energi terbarukan yang dimiliki Indonesia masih belum dimaksimalkan.
Total kapasitas pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di negara-negara anggota G20 mencapai jumlah keseluruhan 598,3 Gigawatt (GW).Â
Di antara negara-negara G20, Indonesia menempati posisi yang memiliki kapasitas PLTS paling rendah, yakni sekitar 171,8 Megawatt (MW) atau sekitar 0,2 GW pada tahun 2020.
Jika dibandingkan, kapasitas PLTS di Saudi Arabia berada di atas kapasitas Indonesia, yaitu mencapai 0,4 GW. Namun, dalam hal kapasitas PLTS, Tiongkok merupakan negara anggota G20 dengan kapasitas tertinggi. Kapasitas PLTS di Tiongkok mencapai total 253,8 GW pada tahun 2020.
Angka kapasitas PLTS di Tiongkok tersebut lebih tinggi tiga kali lipat dari negara urutan kedua, yaitu Amerika Serikat. Kapasitas PLTS di Amerika Serikat mencapai 73,8 GW pada tahun 2020.
Perpindahan menuju sumber energi terbarukan seperti tenaga surya menjadi hal yang krusial dalam mencapai target emisi yang ditetapkan pada tahun 2050.