Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa "Cancel Culture" Kerap Dikaitkan dengan Perilaku Gen Z dan Milenial?

20 Agustus 2023   13:24 Diperbarui: 23 Agustus 2023   15:20 1246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fenomena Cancel Culture erap dikaitkan dengan Gen Z dan Milenial. (Unsplash.com/@Markus Winkler)

Trend budaya pembatalan berasal dari blog Tumblr pada awal tahun 2010, khususnya melalui blog "Your Fave Is Problematic". Pada masa itu, para penggemar membahas mengapa tokoh favorit mereka memiliki sisi-sisi kontroversial. 

Istilah ini kemudian menyebar dan digunakan di berbagai platform media, termasuk televisi dan Twitter. Sebelumnya, istilah "cancel culture" pernah muncul beberapa kali di Twitter dengan berbagai makna. 

Namun, penggunaan ungkapan budaya pembatalan mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2016 dan 2017, terutama di Twitter. 

Saat itu, banyak pengguna Twitter yang menggunakan frasa "cancel culture" untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap seseorang atau sesuatu. 

Jadi, sebenarnya cancel culture sendiri bukanlah istilah yang benar-benar baru. Secara historis budaya tersebut sebenarnya sudah ada pada awal tahun 2010.

Kemudian, hal yang mempererat budaya cancel culture dengan perilaku Gen Z dan Milenial adalah perkembangan media sosial yang begitu pesat.

Mungkin sebelumnya budaya ini sudah ada di masyarakat, namun istilah-istilah baru seperti "cancel culture" belum terdengar umum di masyarakat.

Lalu, istilah ini semakin populer di internet dan media sosial yang kebetulan saja pengguna masif media sosial adalah dari kelompok Gen Z dan Milenial.

Baik-Buruk Budaya Cancel Culture

Melihat baik-buruknya budaya cancel culture. (Unsplash.com/@Austin Distel)
Melihat baik-buruknya budaya cancel culture. (Unsplash.com/@Austin Distel)

Jika dimanfaatkan dengan baik dan bijak, fenomena cancel culture memiliki dampak positif di antaranya:

  • Pertanggungjawaban

"Cancel culture" mendorong individu dan entitas untuk bertanggung jawab atas tindakan dan pernyataan mereka. 

Ini dapat menghasilkan perubahan perilaku yang lebih baik di masa depan, serta mendorong individu untuk lebih berhati-hati dalam mempertimbangkan dampak dari kata-kata dan tindakan mereka.

  • Kesadaran dan Peningkatan Kesadaran Sosial

Gerakan "cancel culture" telah membantu mengangkat isu-isu penting seperti rasisme, seksisme, diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi manusia. Ini meningkatkan kesadaran sosial dan mendorong perubahan di masyarakat.

  • Memberi Suara pada Korban dan Minoritas

Melalui budaya pembatalan, korban tindakan atau pernyataan yang merugikan memiliki kesempatan untuk menyuarakan pengalaman mereka. 

Ini dapat menghasilkan dukungan dan solidaritas dari masyarakat serta memunculkan dialog tentang isu-isu yang sering kali diabaikan.

  • Peringatan untuk Masyarakat

Fenomena ini mengingatkan masyarakat bahwa tindakan dan kata-kata memiliki konsekuensi. Hal ini dapat membantu menghilangkan pandangan bahwa individu atau perusahaan dapat mengabaikan dampak sosial dari tindakan mereka.

  • Mendorong Transparansi

Ketika konsekuensi dari perbuatan dihadapi dengan serius, ini dapat mendorong lebih banyak transparansi dari individu dan entitas dalam menjalankan bisnis atau berinteraksi dengan masyarakat.

Namun, terlepas dari itu semua itu ada juga sisi negatif dari budaya cancel culture ini, di antaranya:

  • Penghukuman yang Berlebihan

Salah satu kritik utama terhadap "cancel culture" adalah bahwa sanksi atau hukuman yang diberikan bisa menjadi tidak seimbang dengan kesalahan yang dilakukan. 

Terkadang, tindakan kecil atau pernyataan yang salah diartikan dapat mengakibatkan pembatalan yang merusak reputasi dan karier seseorang secara permanen.

  • Kekerasan Verbally Online

Fenomena "cancel culture" sering memicu serangan verbal dan kebencian online yang intens terhadap individu atau perusahaan yang menjadi target. 

Ini bisa mencakup ancaman, pelecehan, dan penyebaran informasi pribadi yang tidak pantas. Ini menciptakan lingkungan yang tidak sehat di dunia maya.

  • Kehilangan Peluang untuk Pembelajaran

Dalam beberapa kasus, cancel culture langsung diberlakukan tanpa memberikan kesempatan kepada individu yang bersangkutan untuk memahami kesalahan mereka, meminta maaf, atau belajar dari pengalaman tersebut. Ini menghilangkan peluang untuk pertumbuhan pribadi dan perbaikan.

  • Gangguan pada Kebebasan Berbicara

Ketika orang merasa takut akan konsekuensi dari menyuarakan pandangan atau pendapat yang berbeda, kebebasan berbicara dapat terancam. Ini dapat meredam variasi pandangan dan diskusi yang mendalam dalam masyarakat.

  • Ketidakpastian atas Batasan dan Standar

Tidak selalu jelas apa yang mengakibatkan seseorang atau suatu hal di-'cancel', karena standar dan batasan yang digunakan sering kali bersifat subjektif. Hal ini dapat menciptakan ketidakpastian dan kecemasan di kalangan individu dan organisasi.

  • Pembatalan Tanpa Bukti yang Kuat

Terkadang, individu atau entitas dapat di-cancel berdasarkan klaim tanpa adanya bukti yang kuat atau investigasi menyeluruh. Ini dapat merusak reputasi dan kehidupan seseorang tanpa alasan yang jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun