Tahap menjadi kakak pelatih usai ketika naik ke kelas XII. Tahap selanjutnya adalah menjadi kakak pendamping. Tugas utamanya memang tidak seberat adik-adik dan kakak pelatih.
Karena memang kita tahu bahwa di kelas XII itu pada masanya disibukkan dengan urusan akademis. Antara lain ketika itu banyak sekali dilakukan try out, ujian sekolah, dan ujian nasional (walaupun ketika itu UN sudah tidak lagi menjadi penentu kelulusan).
Kakak pendamping tidak memiliki kewajiban lebih untuk memantau adik dan kakak pelatih. Secara sukarela kami bergantian untuk memantau adik-adik kami.
Namun, tanpa kewajiban bukan berarti menghilangkan tanggung jawab kami sebagai seorang kakak. Saya dan teman seangkatan saya masih perlu memantau berjalannya ekskul paskibra, supaya pengajarannya tidak keluar dari jalur-jalur yang disepakati.
Memang perlu diakui bahwa metode senioritas merupakan metode pengajaran yang rawan. Di situlah tugas kakak pendamping memastikan bahwa pengajaran masih sesuai dengan etika dan norma-norma yang dipegang.
Tak Semua Bisa Menjadi Kakak Pembina
Sebenarnya tahapan dalam ekskul paskibra di sekolah saya sudah berakhir sampai tahapan kakak pendamping. Namun, situasi membutuhkan beberapa di antara kami untuk tetap berkontribusi pada ekskul paskibra meskipun kami sudah menjadi alumni.
Tidak semua mau dan bisa menjadi kakak pembina. Hanya beberapa saja yang mau mengabdikan diri dan membagikan ilmunya kepada adik-adik yang masih bersekolah, salah satunya saya.
Saya menjadi kakak pembina bersama teman-teman yang lain, bahkan ada juga dari senior yang masih membina.
Ketika itu, kami tidak hanya membina sekolah almamater kami. Kami juga diminta untuk membina ke beberapa sekolah dari jenjang SMP hingga SMA.
Secara profesional kami berusaha untuk memahami bagaimana menjadi seorang guru ekstrakulikuler, secara spesifik untuk ekskul paskibra ini.