Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dear Mahasiswa, Kenali Logical Fallacies dan Cara Mengatasinya!

12 Agustus 2023   13:28 Diperbarui: 12 Agustus 2023   16:37 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berpikir layaknya menyusun puzzle. (Unsplash.com/@Verdan Papikyan)

Logical Fallacies - Dalam perjalanan akademik yang penuh dengan tantangan, kita seringkali dihadapkan pada tugas yang memerlukan analisis mendalam, argumen yang kuat, dan penalaran yang tepat. 

Namun, terkadang dalam usaha kita untuk menyusun argumen yang meyakinkan, tanpa disadari kita terjebak dalam paradoks yang kita ciptakan sendiri. 

Dalam tulisan ini, saya akan mencoba berbagi pengetahuan tentang logical fallacies, yaitu sesat pikir yang dapat mengaburkan pemahaman kita terhadap suatu topik, melemahkan argumen kita, dan merugikan pendekatan ilmiah secara keseluruhan. 

Meskipun terkadang sulit dihindari, pemahaman tentang berbagai jenis kesesatan berpikir ini adalah kunci untuk mempertajam keterampilan berpikir kritis kita menghasilkan argumen yang lebih kokoh.

Ya, kebetulan saya pernah belajar tentang hal ini dan mungkin kita semua pernah mendapatkan pengetahuan ini di mata kuliah critical thinking.

Pengertian Logical Fallacies

Dalam buku "Dasar-dasar Logika" (2006) karya Asnanto Surajiyo, dijelaskan bahwa kesesatan berpikir dapat terjadi akibat pemaksaan prinsip logika tanpa mempertimbangkan relevansinya. 

Hal ini cenderung terjadi ketika seseorang menggunakan prinsip-prinsip logika secara sembarangan tanpa memperhatikan kaitannya dengan konteks argumen yang sedang dibahas. 

Akibatnya, argumen tersebut bisa menjadi lemah, menyebabkan kesimpulan yang keliru, dan menggunakan bukti atau bahasa dengan cara yang salah.

Contoh kesesatan berpikir ini dapat terlihat dalam beberapa bentuk;

  • Pertama, seseorang mungkin cenderung mendistorsi argumen dengan memberikan penggambaran yang tidak tepat atau mengubah makna dari apa yang sebenarnya diutarakan dalam argumen. 
  • Kedua, mereka bisa menarik kesimpulan yang salah atau berlebihan dari premis yang ada, sehingga menghasilkan kesimpulan yang tidak benar atau tidak relevan. 
  • Ketiga, kesesatan juga bisa terjadi ketika seseorang menggunakan bukti atau bahasa dengan tidak benar, seperti mengutip data yang tidak valid atau menggunakan istilah yang ambigu.

Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa penggunaan prinsip-prinsip logika harus selalu dihubungkan dengan konteks argumen yang sedang dibahas. Relevansi antara premis dan kesimpulan harus diperhatikan agar argumen tetap kuat dan konsisten. 

Selain itu, penggunaan bukti yang valid dan bahasa yang jelas juga merupakan faktor penting dalam membangun argumen yang meyakinkan dan bebas dari kesesatan berpikir. 

Dengan memahami prinsip-prinsip logika secara tepat dan mengaplikasikannya dengan benar dalam konteks yang sesuai, seseorang dapat menghindari jebakan kesesatan berpikir dan membangun argumen yang lebih kuat dan bermakna.

Jenis-jenis Logical Fallacies dan Cara Mengatasinya

Cara mengatasi logical fallacies. (Unsplash.com/@Olav Ahrens Rotne)
Cara mengatasi logical fallacies. (Unsplash.com/@Olav Ahrens Rotne)

Terdapat berbagai macam kesesatan berpikir (logical fallacies) yang sering muncul dalam argumen. Mengidentifikasi dan menghindari kesalahan-kesalahan ini penting agar argumen kita tetap kuat, konsisten, dan lebih persuasif. 

Berikut adalah beberapa contoh beserta penjelasan lebih rinci dan cara mengatasinya:

1. Ad Hominem

Kesalahan ini terjadi saat seseorang menyerang karakter atau sifat pribadi lawan argumen daripada membahas argumennya secara substansial. Situasi ini mengalihkan perhatian dari inti masalah dan tidak memberikan dukungan yang substansial untuk posisi yang diambil.

  • Contoh: "Pernyataanmu tidak bisa dianggap serius karena kamu hanya seorang mahasiswa yang belum berpengalaman."
  • Cara mengatasi: Fokuslah pada argumen dan ide yang diutarakan, bukan pada karakter atau latar belakang pribadi. Evaluasi argumen berdasarkan rasionalitas dan bukti yang disajikan, bukan status atau identitas individu.

2. Straw Man

Kesalahan ini terjadi ketika seseorang menyederhanakan atau mendistorsi argumen lawan sehingga argumen tersebut menjadi lebih mudah dikritik. Hal ini menghindari diskusi yang produktif tentang argumen yang sebenarnya dan menciptakan gambaran palsu tentang apa yang sedang diperdebatkan.

  • Contoh: "Mereka berpendapat bahwa perlunya perubahan dalam kebijakan pajak, yang berarti mereka ingin menghancurkan ekonomi kita."
  • Cara mengatasi: Pastikan kita memahami argumen lawan dengan benar sebelum mengkritiknya. Buktikan bahwa kita memahami argumen aslinya dan hadapi argumen yang sesungguhnya, bukan yang telah dimodifikasi oleh pikiran kita sendiri.

3. Begging the Question

Kesalahan ini terjadi ketika seseorang menggunakan pernyataan yang sebenarnya mengandung kesimpulan yang sama, sehingga argumen tidak memberikan bukti yang cukup untuk mendukungnya. Ini membuat argumen terasa seperti hanya mengulang-ulang kesimpulan tanpa memberikan dasar yang kuat.

  • Contoh: "Kita tahu bahwa Tuhan eksis karena ada di Alkitab, dan kita tahu Alkitab benar karena ditulis oleh Tuhan." (Substansinya adalah pengalman hidup apa yang membuat kita merasakan kehadiran Tuhan?)
  • Cara mengatasi: Berikan alasan dan bukti yang independen untuk mendukung kesimpulan kita, daripada mengulang-ulang kesimpulan itu sendiri. Jelaskan hubungan antara premis dan kesimpulan dengan lebih rinci.

4. False Dilemma

Kesalahan ini terjadi ketika seseorang menghadirkan pilihan yang tampaknya eksklusif padahal masih ada banyak pilihan lain yang tidak dipertimbangkan. Kesesatan ini dapat membatasi cara berpikir kita dan menyederhanakan kompleksitas situasi.

  • Contoh: "Kita hanya punya dua pilihan: menerima proposal ini atau menghadapi kegagalan total."
  • Cara mengatasi: Ingatlah bahwa dunia tidak selalu hitam-putih. Carilah alternatif dan nuansa di antara pilihan yang diberikan. Pertimbangkan dampak dari setiap pilihan dan jelaskan mengapa pilihan tersebut bukan satu-satunya yang mungkin terjadi.

5. Appeal to Authority

Kesalahan ini terjadi ketika seseorang mencoba meyakinkan dengan merujuk pada tokoh daripada memberikan bukti yang relevan. Hal ini mereduksi kompleksitas argumen dengan hanya mengandalkan pendapat orang terkenal.

  • Contoh: "Dokter terkenal Dr. X mengatakan bahwa produk ini efektif, jadi itu pasti benar."
  • Cara mengatasi: Lebih baik memberikan bukti empiris atau logika yang mendukung klaim daripada hanya mengandalkan otoritas. Sebutkan juga alasan mengapa otoritas yang dikutip relevan dalam konteks ini.

6. Hasty Generalization

Kesalahan ini terjadi ketika seseorang membuat kesimpulan umum berdasarkan sejumlah kecil contoh yang tidak representatif. Hal ini mengabaikan variasi dan kompleksitas dalam situasi atau kelompok yang lebih besar.

  • Contoh: "Saya pernah bertemu dua mahasiswa yang malas belajar, jadi semua mahasiswa pasti malas."
  • Cara mengatasi: Pastikan kita memiliki sampel atau basis data yang cukup besar dan representatif sebelum membuat generalisasi. Jangan mengambil kesimpulan berdasarkan sedikit contoh yang mungkin tidak mencerminkan kenyataan.

***

Dalam debat dan argumen, penting untuk menghindari jatuh ke dalam paradoks kesesatan berpikir ini. Dengan lebih teliti menganalisis argumen, memahami sudut pandang lawan, dan memberikan bukti yang kuat, kita dapat membangun argumen yang lebih kokoh dan mendukung posisi kita secara lebih meyakinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun