Jadi, meskipun Stranger Things menampilkan kondisi yang terlalu dramatis, diskriminasi terhadap jurnalis perempuan memang pernah ada.Â
Lalu, Bagaimana dengan Indonesia?
Jurnalis perempuan di Indonesia mengalami nasib serupa dengan karakter Nancy Wheeler dalam Stranger Things. Di tengah masyarakat yang masih dipengaruhi oleh pandangan patriarkis, jurnalis perempuan sering menghadapi tantangan dan pelecehan seksual dari rekan kerja atau narasumber mereka. Mereka juga sering mengalami diskriminasi dalam pekerjaan mereka.
Pada tahun 2022, PR2Media dan AJI Indonesia melakukan survei yang melibatkan 852 jurnalis perempuan dari 34 provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan fakta yang mengkhawatirkan. Sebanyak 82,6 persen dari total responden atau 704 jurnalis perempuan mengatakan pernah mengalami kekerasan seksual selama berkarir di dunia jurnalistik.
Kekerasan yang dialami jurnalis perempuan mencakup body shaming secara langsung (58,9% dari total responden pernah menjadi korban), catcalling secara langsung (51,4%), dan body shaming secara daring (48,6%).Â
Lebih lanjut, sekitar 27,2% responden mengaku pernah mendapatkan pesan teks atau audio visual yang bersifat seksual secara langsung, bahkan ada yang dipaksa untuk melayani keinginan seksual pelaku secara langsung (4,8%) atau bahkan dipaksa untuk melakukan hubungan seksual (2,6%).
Yang lebih mengkhawatirkan, sebanyak 134 jurnalis perempuan atau setara dengan 15,7% dari total responden survei menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja mereka. Selain itu, 109 jurnalis perempuan lainnya atau 12,8% pernah menjadi korban narasumber berita mereka.Â
Juga, 222 jurnalis atau 26% dari responden menjadi korban dari orang lain, termasuk rekan kerja seperti supir dan cleaning service, serta orang yang mereka temui di lapangan, seperti jurnalis dari media lain, ajudan narasumber, dan anggota polisi.
Tak hanya itu, jurnalis perempuan juga mengalami diskriminasi. Dalam survei lain yang melibatkan 405 jurnalis perempuan dari seluruh Indonesia, 16,8% dari responden mengaku menerima remunerasi yang tidak seimbang. Lebih dari separuh responden, yaitu 58%, tidak mendapatkan tunjangan asuransi kesehatan untuk seluruh anggota keluarga mereka.Â
Padahal, banyak jurnalis perempuan yang memerlukan tunjangan asuransi kesehatan bagi anggota keluarga karena mereka menjadi kepala keluarga atau karena suami mereka bekerja di sektor informal.
***