Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perfeksionis: Semua Harus Sempurna, Ternyata Sikap yang Tak Selamanya Baik

5 Desember 2022   23:46 Diperbarui: 5 Desember 2022   23:49 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perfeksionis - Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perfeksionis bisa diartikan sebagai orang yang ingin segala-galanya sempurna. Selain itu, arti lain dari perfeksionis yaitu orang yang percaya bahwa kesempurnaan moral dicapai kalau dapat hidup tanpa dosa.

Lalu, apakah menjadi seorang yang terlalu perfeksionis itu baik? Simak pembahasannya di bawah ini.

Apa itu Perfeksionis?

Diterjemahkan dari Cambridge Dictionary, perfeksionis adalah sikap dari seseorang yang menginginkan segalanya sempurna dan menuntut standar setinggi mungkin.

Dilansir dari Psychology Today, perfeksionis digambarkan seperti pisau tajam. Ketika penggunaannya sesuai, maka akan memotivasi diri. Sebaliknya, jika penggunaannya tidak tepat maka akan menjadi jalan menuju ketidakbahagiaan.

Maka dari itu, perlu adanya kendali diri atas sikap perfeksionis ini. Tidak ada salahnya mengharapkan segala sesuatunya berjalan sesuai rencana, namun yang perlu disadari adalah bahwa kehidupan terdiri dari banyak variabel dan kemungkinan.

Dari hal tersebut, perlu adanya antitesis dari sebuah ekspetasi, yaitu realita. Lalu, bagaimana ciri-ciri seseorang yang terlalu perfeksionis sehingga bisa menjadi burnout?

Obsesi yang Mengganggu dan Berpengaruh Negatif

Perfeksionis pada tahap tertentu dapat menimbulkan obsesi yang terlalu berlebih. Obsesi ini tentunya akan mengganggu worklife kalian, hingga menjadi pegaruh negatif. Lalu, apa saja gejalanya?

Dikutip dari artikel Sehatq yang ditinjau oleh dr. Reni Utari, ada beberapa gejala yang bisa dirasakan, di antaranya:

  • Kerap menganggap gagal dalam berbagai kegiatan/aktivitas
  •  Memperlalaikan tanggung jawab, dalam beberapa kondisi enggan untuk memulai aktivitas karena takut hasilnya tidak sempurna
  • Sukar untuk rileks dan membagikan perasaan kepada pihak lain
  • Timbul obsesi secara negatif, atau bahkan menjadi apatis

Langkah dalam Kendali Diri

Ada beberapa langkah yang bisa diambil atau dilakukan ketika terjebak dalam situasi perfeksionis yang terlalu berlebihan, di antaranya:

1. Sadari bahwa perfeksionis bisa berakibat burnout

Burnout sendiri adalah kondisi stres kronis di mana seseorang merasa lelah pada kondisi fisik, mental, dan emosional dalam pekerjaannya.

Hal inilah yah harus kalian sadari, bahwa perfeksionis yang terlalu berlebihan justru akan menyebabkan permasalahan baru ke depannya.

2. Miliki ekspetasi dan target yang realistis

Kalian harus menanamkan pada diri kalian, bahwa setiap apa yang kalian inginkan belum pasti tercapai. Meskipun terkadang kalian sudah berjuan secara mati-matian, namun variabel penyusun ekspetasi tidak hanya datang dari faktor internal diri kalian saja.

Banyak variabel penyusun dan kemungkinan yang bisa memengaruhi ekspetasi tersebut. Hal yang harus kalian fokuskan bukanlah pada hasil, namun hargailah proses kerja keras kalian.

3. Menerima kegagalan

Banyak dari kita yang sulit untuk menerima kegagalan. Berdamailah dengan situasi tersebut, karena sejatinya kegagalan adalah hal yang wajar dan pasti setiap orang pernah atau akan merasakannya.

Selain itu, jangan terlalu lama dalam kondisi terpuruk karena gagal. Fokus yang harus kalian lihat adalah cara bagaimana kalian bangkit dan keluar dari situasi tersebut.

4. Konsultasi dengan ahli

Cara terakhir yang bisa kalian lakukan adalah melakukan konsultasi dengan psikolog atau datang ke psikiater. Lebih baik kalian menyadari ada sesuatu yang tidak beres dari diri kalian, daripada harus memelihara bom waktu yang suatu saat akan meledak.

Sadarilah bahwa orang butuh istirahat, setiap proses butuh jeda. Cobalah memberikan sedikit ruang untuk kalian beristirahat dari permasalahan-permasalahan yang ada.

Kesimpulan

Banyak dari kita yang lupa diri bahwa sempurna itu bukanlah sebuah kewajiban. Kita tidak memiliki kewajiban untuk menyenangkan semua orang dari segala aspek. Hal yang perlu kalian sadari adalah berfokus pada proses yang kalian kerjakan bukan pada setiap hasil dan ekspetasi. Hargailah setiap detik dan keringat yang kalian keluarkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun