Mohon tunggu...
Wulan Setyawati Hermawan
Wulan Setyawati Hermawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

choose to grow, self. 🌼

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Tetap Bahagia dan Trendy dengan Hidup Minimalis

24 Maret 2021   21:43 Diperbarui: 24 Maret 2021   21:50 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterest.com/kanganmehra

Apa yang terlintas di benak kalian setiap kali mendengar tentang hidup minimalis?

Banyak orang yang salah mengira, bahwa gaya hidup minimalis merupakan gaya hidup yang diharuskan untuk berhemat, pelit, dan hidup seadanya. Stereotype tersebut sangat melekat dengan pandangan terkait hidup minimalis. Ada pula anggapan di mana gaya hidup minimalis tidak mengikuti perkembangan zaman atau trend masa kini. Hal-hal tersebut tidak sepenuhnya benar. 

Dilansir dari finoo.id, minimalisme merupakan suatu gaya hidup yang sederhana dan mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas. Gaya hidup minimalis mengurangi jumlah dan rasa kepemilikan terhadap suatu barang. Seorang yang minimalis merupakan orang yang memahami apa yang penting bagi dirinya. Dalam kata lain, seorang minimalis mampu membedakan antara kebutuhan, kegunaan, dan keinginan semata. 

Gaya hidup ini menjadi salah satu sorotan dan perhatian publik, karena menjadi bagian dari subkultur masyarakat. Artinya, gaya hidup minimalis cenderung berbeda dari gaya hidup masyarakat luas. 

Di era globalisasi dewasa ini, masyarakat lebih mudah untuk dipengaruhi oleh budaya-budaya asing. Budaya Barat merupakan salah satu budaya yang dominan dalam era globalisasi ini. Masuknya globalisasi di Indonesia membuat sebagian masyarakat berkiblat pada Barat. 

Kemudian, muncullah budaya dan kebiasaan baru yang disebut sebagai konsumerisme. Gaya hidup minimalis begitu bertolak belakang dengan budaya konsumerisme tersebut. 

Konsumerisme merupakan budaya atau kebiasaan yang kurang bijak dalam mengontrol pengeluaran. Kebiasaan ini terjadi ketika individu maupun kelompok mengonsumsi atau memakai suatu produk secara berlebihan dan berulang-ulang. Perilaku dan kebiasaan ini juga membawa manusia pada pola hidup yang konsumtif. 

Dengan budaya konsumerisme yang dibiarkan secara terus menerus, akan membawa berbagai dampak bagi kehidupan kita. Dampak yang diberikan mempengaruhi berbagai aspek, seperti ekonomi hingga psikologis. Karena segala sesuatu yang berlebihan tidak baik. 

Konsumerisme sendiri dapat berubah menjadi suatu sugesti di mana kita sebagai individu memaknai kehidupan dari apa yang dikonsumsi. (Octaviana, 2020, h.126). Ketika individu mengonsumsi dan melakukan pembelian secara terus menerus, saat ruang penyimpanan yang dimiliki dianggap tidak cukup, hal ini dapat menimbulkan stress. 

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2018), ruangan yang sempit akan mempengaruhi personal space, di mana personal space sebagai batasan ruang pribadi dengan nilai privasi tinggi. Nilai privasi akan menentukan psikologi individu. Oleh karena itu, ketika personal space berkurang maka peluang timbulnya stress akan semakin besar. 

Gaya hidup minimalis merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan terkait konsumerisme dan perilaku konsumtif dan impusif tersebut. Nah, salah satu komunitas hidup minimalis di Indonesia adalah Lyfe With Less. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun