Mohon tunggu...
Benedicta Elanda
Benedicta Elanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Airlangga

Mahasiswi Hubungan Internasional yang berminat dalam mempelajari perilaku politik, serta implikasi kebijakan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pekerja Migran di Negara Berkembang: Penghambat atau Penunjang Ekonomi?

7 Juni 2023   10:00 Diperbarui: 7 Juni 2023   15:21 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena migrasi merupakan salah satu karakteristik global yang sering dijumpai di berbagai belahan dunia. Peristiwa yang didorong dengan berbagai faktor ini sejatinya dilatarbelakangi oleh isu-isu sosial yang mendesak masyarakat suatu negara untuk memilih bekerja ataupun mencari tempat tinggal di negara lain. Menurut Amnesty International (2023), alasan mengenai fenomena perpindahan penduduk yang melampaui batasan negara sebagian besar disebabkan oleh adanya kondisi yang kurang baik maupun kurang layak bagi penduduk suatu negara untuk menetap di negaranya sendiri, sebagai contoh: (1) perang yang membahayakan hidup warga sipil; (2) kelaparan dan kemiskinan; (3) isu sosial dalam negeri yang menyebabkan pengasingan; (4) dampak dari bencana alam yang tidak memungkinkan mereka untuk menetap di negara asal. Sebelum berlanjut pada pembahasan, perlu diambil beberapa poin bahwa migrasi sebagai suatu proses perpindahan kelompok masyarakat dari satu negara ke negara lain akan memunculkan pengertian mengenai migran, yakni penduduk yang melakukan perpindahan. Hal ini kemudian berlanjut pada adanya istilah “imigran”, yakni imigran yang masuk ke suatu negara, serta emigran sebagai istilah bagi para migran yang keluar dari negara asal mereka. Migran juga berbeda kaitannya dengan pengungsi karena seorang migran sebelumnya memiliki pilihan untuk berpindah dari negaranya menuju negara lain, sedangkan pengungsi dianggap "terpaksa" untuk berpindah dari negaranya dengan alasan-alasan yang cenderung mendesak (Amnesty International, 2023).

Migrasi telah menjadi fokus perdebatan politik yang intens dalam beberapa tahun terakhir, khususnya pada krisis Covid-19 yang tidak memungkinkan para migran untuk menetap di host country untuk selanjutnya melakukan repatriasi - kembali ke negara mereka masing-masing. Meski kebanyakan orang memiliki persepsi positif tentang imigran, yakni bahwa mereka mampu membantu mendukung perekonomian negara yang mereka tempati dengan bekerja, terdapat pula kesalahpahaman dan kekhawatiran yang menganggap bahwa migran merupakan beban ekonomi negara host country. Menurut Engler et al. (2020) sebagian besar migran melalui migrasi internasional yang terjadi dalam jarak jauh dalam konteks negara berkembang ke negara maju dan sebaliknya masih banyak terjadi dalam proses perpindahan penduduk lintas batas negara. Berkenaan dengan hal tersebut, alasan utama mengapa orang bermigrasi salah satunya adalah perbedaan pendapatan antara negara asal dan negara tujuan. Sehingga, negara yang lebih “kaya” dengan potensi ekonomi yang lebih besar akan menarik lebih banyak imigran. Sebaliknya, negara-negara dengan pendapatan per kapita lebih rendah mengalami lebih banyak emigrasi, yakni proses migrasi keluar negara mereka untuk mengharapkan kehidupan yang lebih sejahtera (Ngoma & Ismail, 2013).

Perpindahan penduduk untuk mencari pengalaman belajar, pekerjaan, maupun peluang ekonomi guna mencapai kehidupan yang lebih baik seringkali menjadi beberapa alasan para imigran asing masuk ke suatu negara. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa kebanyakan migran masuk ke negara-negara dengan potensi ekonomi yang tinggi, sebagaimana negara-negara dengan kekuatan ekonomi yang besar seperti AS dan Cina. Para migran juga mampu masuk ke negara-negara berkembang seperti halnya dengan Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lainnya dengan alasan yang sama, yakni untuk mengejar kehidupan yang lebih baik. Kondisi umum yang dikaitkan pada negara-negara berkembang secara tidak langsung memberi implikasi mengenai kemampuan ekonomi mereka, yakni bahwa host countries meski merupakan negara berkembang, memberi persepsi bahwa mereka membutuhkan pekerja baik dari dalam maupun luar negeri untuk membantu perkembangan nasional negara tersebut (Ngoma & Ismail, 2013). Pada dasarnya, sebagian besar negara-negara berkembang seperti Indonesia memiliki potensi sektor ekonomi yang cukup tinggi, sehingga perlu dikelola dengan baik oleh pemerintah melalui kebijakan publik yang tepat. Akan tetapi dengan adanya para migran serta penduduk asli yang juga mencari pekerjaan, hal tersebut mampu menimbulkan adanya perebutan lapangan pekerjaan oleh kedua kelompok masyarakat, sehingga menciptakan kelangkaan lapangan kerja bagi keduanya.

Berdasarkan Greenwood (1997), imigran di negara maju berpotensi untuk meningkatkan output dan produktivitas host country baik dalam jangka pendek maupun menengah. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan dasar dari pekerja penduduk asli dengan pekerja migran cukup beragam, sehingga keterampilan mereka mampu memberi manfaat dalam keberlangsungan sektor ekonomi negara yang bersangkutan. Kondisi tersebut kemudian mampu memberi peningkatan produktivitas karena keterampilan dari kedua kelompok tenaga kerja cenderung mirip dan dapat saling melengkapi satu sama lain, dengan demikian justru mampu menguntungkan host country dan tidak “menjajah” jatah pendapatan pekerja penduduk asli. Namun, dampak positif melalui adanya produktivitas tidak akan nampak pada imigran yang masuk ke pasar negara dengan ekonomi yang berkembang. Kendati demikian, para pekerja migran sejatinya berusaha untuk mempromosikan perdagangan internasional di host country, sebagai tempat yang mereka tinggali. Di sisi lain, para migran juga berkontribusi pada internasionalisasi ekonomi host country tersebut dengan mempromosikan arus perdagangan ekonomi dan meningkatkan jumlah total impor dan ekspor (Driffield & Jones, 2013). Oleh karena itu, jumlah dari pekerja migran asing yang menetap di suatu negara juga tetap harus diimbangi oleh peningkatan lapangan kerja dan bahkan jumlah tenaga kerja asing harus dibatasi guna mengutamakan ketenagakerjaan lokal.

Pada dasarnya, migrasi internasional sebagai suatu fenomena global merupakan hal yang tidak dapat dihindari seiring dengan perkembangan lingkungan dunia yang semakin dinamis. Migrasi, sebagai proses perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain umumnya diasosiasikan oleh upaya perolehan hidup yang lebih baik, yang mana hal tersebut sulit dicapai oleh para migran pada home country, tempat asal mereka. Sehingga, dorongan tersebut menjadi alasan bagi mereka untuk memilih untuk belajar dan bekerja di negara lain yang lebih “kaya” dalam konteks ekonomi serta peluang untuk hidup sejahtera. Proses ini apabila berlangsung di negara-negara yang lebih maju akan memberi win-win solution kepada migran dan juga penduduk asli negara tersebut melalui pendapatan perkapita sebagai bentuk nyata peningkatan produktivitas melalui kolaborasi antara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja dari penduduk asli. Sementara itu, dalam sektor pendidikan, para migran yang belajar di host country akan mampu mempelajari budaya baru serta kondisi yang berbeda dengan home country mereka, sehingga mampu menciptakan toleransi serta awareness terhadap keanekaragaman yang nampak. Dengan kata lain, masuknya migran baik dalam bentuk pelajar maupun tenaga kerja asing akan membuat semakin luasnya kemungkinan untuk meningkatkan perekonomian, namun di sisi lain, hal tersebut mampu menciptakan sempitnya lapangan pekerjaan di dalam negeri apabila tidak diimbangi dengan peningkatan usaha lokal, khususnya pada negara-negara berkembang.

Referensi:

Amnesty International, 2023. Refugees, Asylum Seekers, and Migrants. [daring]
Available at: https://www.amnesty.org/en/what-we-do/refugees-asylum-seekers-and-migrants/
[diakses 27 Maret 2023].

Driffield, N. & Jones, C., 2013. Impact of FDI, ODA and Migrant Remittances on Economic Growth in Developing Countries: A Systems Approach. European Journal of Development Research, Volume 25, pp. 173-196.

Engler, et al., 2020. Migration to Advanced Economies Can Raise Growth. [daring]
Available at: https://www.imf.org/en/Blogs/Articles/2020/06/19/blog-weo-chapter4-migration-to-advanced-economies-can-raise-growth
[diakses 28 Maret 2023].

Greenwood, M. J., 1997. Internal migration in developed countries. In: Handbook of Population and Family Economics. Denver: Elsevier, pp. 647-720.

Ngoma, A. L. & Ismail, N. W., 2013. Do migrant remittances promote human capital formation? Evidence from 89 developing countries. Migration and Development, 2(1), pp. 106-116.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun