Ini kisah nyata yang lucu menurut saya, tapi tidak lucu menurut teman saya bernama Ratih.
Beberapa tahun lalu, teman saya Ratih mengikuti suaminya yang bertugas di Manado sebagai pimpinan salah satu BUMN. Ratih dan suaminya sudah menikah kira kira lima tahun namun belum punya anak, padahal keduanya sudah sangat ingin segera memiliki momongan. Ketika mengikuti suaminya yang bertugas di Manado, berita gembira itu akhirnya datang. Ratih hamil.
Dengan bantuan salah seorang bawahan suaminya di kantor, mereka mencari seorang pembantu rumah tangga, sekedar untuk membantu bersih bersih dan memasak dirumah.
Nah, Manado yang memang secara budaya adalah kota yang penduduknya mungkin paling "Western minded" di Indonesia, sebagai warisan peninggalan Jaman penjajahan Belanda dulu. Pada umumnya nama orang Manado sangat kedengaran seperti orang Barat.
Nama seperti Cindy, Susan, Pricilia, Linda, Celly, Tirza , Angel, sangat lumrah bagi para wanita Manado. Sementara Michael, Roy, Danny, Tommy, Johny, Alan, Jimmy, Jeffry, merupakan sebagian dari nama pria Manado yang memang sangat kental mirip nama Bule.
Kembali ke kisah teman saya Ratih, bawahan suaminya akhirnya berhasil mendapatkan seorang pembantu wanita. Seperti rata rata wanita Manado, sang pembantu berkulit putih, dan bernama Claudia.
Meskipun sedikit terhenyak dengan nama Claudia, namun teman saya cukup berwawasan luas. Masak seorang pembantu ditolak karena namanya kedengaran lebih "kebaratan dan keren" daripada majikannya?.
Maaf, saya sendiri tidak pernah menganggap nama Jawa seperti Ratih ini tidak keren. Yang berkata seperti itu justru si Ratih sendiri. Padahal menurut saya, nama Jawa memiliki nilai eksotis tersendiri di telinga.
"Kalau loe di luar negri, mungkin Ratih kedengeran seksi. Tapi ini Indonesia Len!, gila juga nih nama gue malah kedengaran seperti nama pembantu, dan pembantu gue seperti bintang film, " si Ratih ngedumel.
Tapi apa boleh buat, minta ganti yang lain juga namanya rata rata begitu. Kalau bukan Claudia, apa maunya Cindy atau Susan atau Agelina ?" saya mencoba menjelaskan.
Begitulah si Claudia akhirnya diterima dengan baik dan menurut Ratih sendiri pekerjaannya lumayan, meskipun di mata Ratih, agak terlalu berani berinteraksi dengan suaminya. Memang pada dasarnya sifat orang Manado terbuka seperti itu. Strata antara pembantu rumah tangga dan majikan hampir tidak ada, dalam arti pembantu tidak akan menunduk nunduk atau memanggil tuan maupun nyonya kepada majikannya.
Jika majikannya orang Jawa, maka panggilannya adalah Bapak atau Ibu. Jika majikannya orang Perancis (Peranakan Cina Separoh) seperti saya, maka panggilannya Cik.
Beberapa bulan setelah Claudia bekerja, Ratih mengeluh lagi ketika bertemu dengan saya di sebuah restaurant sambil makan siang.
Menurut Ratih kerjaanya si Claudia lumayan bagus. Yang menjadi masalah adalah beberapa tukang yang diambil dari Jawa untuk merenovasi sedikit rumah yang baru mereka beli. Para tukang itu suka istirahat makan siang lama lama, dan manjanya minta ampun sama si Claudia. Sedikit sedikit minta dibuatkan kopi atau teh, maupun alasan lain yang dicari cari. Nah lho..! Dimana salahnya Claudia kalau begini ?. Siapa suruh ambil tukang orang Jawa yang pangling dengan wanita Manado putih mulus ?
Setelah tiga tahun lebih bekerja, Claudia akhirnya pamitan, dengan alasan hendak menikah. Padahal teman saya Ratih sudah mulai benar benar akrab dan sayang kepada Caudia karena bisa dijadikan teman bercerita di rumah. Claudia adalah anak tamatan SMA dan pengetahuan serta wawasan modern sebagai bagian budaya Manado memang menjadikan dia cerdas dalam berbicara maupun bersikap. Ini diakui Ratih sendiri.
Sayapun menyarankan kepada Ratih untuk mengambil saja pembantu dari Jawa. Supaya soal nama dan godaan para tukang tukang yang dirasa cukup menganggu tidak lagi menjadi masalah . Rupanya orang tua Ratih sendiri selama ini cukup was was juga dengan keberadaan Claudia, hanya saja mereka tidak enak mengutarakannya secara langsung. Masak mencurigai menantu sendiri main mata dengan pembantu ? Pikiran yang picik bukan ?.
Tanpa diminta orang tua Ratih sudah siap mengirimkan pembantu dari Jawa untuk dikontrak bekerja dua tahun di Manado. Nama pembantu yang baru itu Ima. Beberapa kali saya main kerumah Ratih dan bertemu Ima, gadis hitam manis berusia sekitaran 19 tahun.
Pada perayaan ulang tahun anak sulung Ratih yang ke tiga , kami bertemu dan Ratih kembali curhat masalah pembantu.
"Kok gak selesai selesai juga masalah pembantu sih ?. Yang ini khan harusnya sudah tidak masalah lagi, karena dikirim langsung dari Jawa", kata saya penuh tanya.
"Harusnya memang tidak Len. Masalahnya sekarang aku malah di complain tetangga. Si Ima sedikit sedikit tanpa alasan suka main ke rumah tetangga. Sopir tetanggaku memang ganteng. Pria Manado, namanya Royke, biasa dipanggil Roy. Sampai sampai saking jatuh cintanya si Ima sama Roy, pakaian kotornya si Roy dicuciin sama Ima, dan gajinya Ima banyak habis untuk membelikan Roy kemeja dan macam macam lainnya." Ratih menjelaskan dengan linglung.
Saya benar benar tidak mampu menyembunyikan tawa dan kelucuan semua cerita ini, dan akhirnya harus berkata kepada Ratih, " Orang Jawa dilarang marah marah atau kesel kalau di Manado. Sudah, terima saja kenyataannya atau kamu harus rela kerja sendiri tanpa pembantu."
**) Ketika Claudia dan Jeffry suaminya kemudian memiliki anak, Ratih dan suaminya Sigit diminta menjadi bapak dan ibu baptis bagi anaknya yang bernama Alan. Sebagai penghormatan mereka kepada Ratih dan suaminya , Alan diberi nama tengah Sigit. Maka di Manado ada seorang bocah ganteng bernama Alan Sigit Waworuntu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H