Komisaris Jenderal Budi Gunawan hadir dalam sidang paripurna penetapan calon Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (15/1/2015). Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri meski Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi. (KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES)
Publik masih menunggu keputusan Presiden Jokowi soal pencalonan dan pelantikan kapolri. Yang terbaca saat ini adalah Jokowi memberikan waktu kepada BG untuk mundur agar kekisruhan ini selesai.
Saya menghormati sikap Presiden meski menurut saya agak "lamban" dalam memutuskan. Tapi seperti banyak dikatakan oleh rekan kompasianer; kultur Jawa masih sangat erat melekat dalam diri Presiden. Meski gregetan dan lebih suka kalau Presiden cepat mengambil keputusan definitif, saya bisa memahami bahwa penguluran waktu ini sebenarnya lebih memberikan kesempatan secara terhormat kepada BG untuk menunjukkan diri sebagai negarawan yang mau berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Pada saat yang sama, Jokowi sedang mengonsolidasi kekuatan dan dukungan politik, seandainya beliau memundurkan BG, keputusan ini relatif tidak menimbulkan kegoncangan politik dan instabilitas dalam pemerintahan.
Heran juga secara tradisi orang Timur (juga Jawa) yang menjunjung tinggi etika dan tata krama serta rasa hormat kepada pimpinan, kok BG bersikukuh tidak mau mundur?
Mundur atau tidak memang keputusan pribadi BG. Tapi karena saya berpendapat bahwa mundur justru menjadikan BG pribadi yang lebih terhormat, maka berikut ini ada beberapa alasan mengapa mundur justru berarti maju, dan bukan kalah.
1. Dengan mundur BG justru menunjukkan kepada publik bahwa jabatan bukan segala-galanya. Diberikan kepercayaan menjadi kapolri tentu merupakan sesuatu yang terhormat sebagai cara untuk mengabdi kepada masyarakat. Tapi Pak BG, melayani dan mengabdi kepada masyarakat bukan hanya bisa Anda lakukan kalau menjadi kapolri. Semua rakyat biasa yang melakukan pekerjaannya dengan baik tanpa korupsi, dan taat membayar pajak juga mengabdi kepada negara dan sesama masyarakat!
2. Menunjukkan kebenaran tidak harus dengan kengototan. Saya teringat apa yang pernah dikatakan almarhum ayah saya; kebenaran tidak perlu banyak penjelasan! Tanpa mengurangi hak BG untuk membuktikan diri tidak bersalah sesuai dengan yang disangkakan, mundur dari pencalonan kapolri justru memberikan kesempatan yang lebih luas kepada beliau untuk fokus kepada jalur hukum yang ditempuh tanpa beban nuansa politik.
3. Sayangilah rakyat Indonesia. Masih banyak yang lebih perlu dilakukan untuk menyejahterakan rakyat daripada terus berkutat urusan pencalonan kapolri. Jika BG mundur, maka otomatis kekisruhan ini lebih cepat selesai tanpa membuang energi yang tidak perlu. Dan kita semua bisa move on menghebatkan Indonesia.
4. Mundur berarti BG menjaga etika dan moral sebagai kualitas yang mutlak dimiliki seorang negarawan. Asas praduga tak bersalah akan menjadi absurd ketika itu diaplikasikan kepada seorang calon kapolri yang jika dilantik merupakan ujung tombak penegak hukum. Kandungan etika dan moral dari seorang pejabat tinggi, terutama jika itu menyangkut penegak hukum, secara universal kurang lebih sama di mana-mana. Mengutip kembali perkataan Hamdan Zoelva; Kapolri kok tersangka? Apa kata dunia?
Di negara yang penduduknya ratusan juta, masak sih tidak ada calon lain yang cukup layak dan pantas menjadi kapolri tanpa menyandang status tersangka?
Analisis politik saya, BG pasti tidak dilantik! Presiden Jokowi masih memberikan kesempatan secara terhormat kepada beliau untuk mundur dengan bermartabat.
Pak BG, mundur bukan berarti kalah. Jabatan kapolri bukan segala-galanya dalam hidup ini. Pada akhirnya Anda akan dinilai dengan apa yang sudah Anda lakukan dan wariskan kepada generasi penerus bangsa.
Mewariskan sikap tidak egois dan mengedepankan kepentingan bangsa adalah sikap seorang negarawan. Saya percaya BG yang sekian lama menjadi perwira polisi tentu memahami bahwa melayani rakyat adalah mencakupi memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat.
Sinyalemen yang terbaca dari ungkapan Jokowi bahwa minggu depan beliau akan memutuskan, merupakan satu "grace period" bagi BG untuk secara ksatria mundur, karena kalau dimundurkan justru akan memalukan bagi BG.
Pertarungan menjadi Kapolri bukanlah perang hidup dan mati. Pak BG, pertarungan yang sesungguhnya adalah mengalahkan keegoisan diri sendiri dan menempatkan suara hati nurani menjadi kompas dalam hidup ini.
Sekali lagi dengan tegas saya mengatakan bahwa kekisruhan ini merupakan tanggung jawab Presiden Jokowi. Dan melihat gelagat beliau, maka dalam waktu yang tidak lama lagi, Presiden akan memutuskan untuk tidak melantik BG dan mendengarkan mayoritas suara rakyat bahwa kita menginginkan kapolri yang bebas dari status tersangka.
Beberapa hari ini seharusnya menjadi kesempatan bagi BG untuk secara ksatria dan elegan memundurkan diri daripada dimundurkan! Mundur bukan berarti kalah. Busur panah yang melesat maju menuju sasaran jauh, harus ditarik mundur agar memiliki energi pendorong yang kuat.
Orang hebat bukan berarti bebas dari salah dan khilaf. Orang hebat adalah mereka yang belajar dari kesalahannya dan setiap hari membaharui diri dengan tekad kuat untuk membawa kebaikan kepada sesama, dimulai dari perbaikan diri menjadi pribadi yang lebih baik dari kemarin.
Have a great Thursday everyone. Keep on rocking!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H