Mohon tunggu...
Ellen Maringka
Ellen Maringka Mohon Tunggu... wiraswasta -

Akun Ini Tidak Aktif Lagi dan Tidak Akan Aktif Lagi di Kompasiana. Tidak menerima atau membalas pesan di Inbox.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jokowi Lelet KPK Jadi "Kancing Para Koruptor"

12 Februari 2015   14:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:21 1215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah apa lagi yang ditunggu Jokowi dalam melantik atau batal melantik Budi Gunawan. Sementara sidang pra-peradilan yang ditonton jutaan rakyat malah seperti lawakan tidak lucu dengan para pengacara BG sebagai pelawak.

Koar-koar yang dikumandangkan bahwa kubu BG akan membuka kartu KPK dan habis-habisan membuat rakyat terkejut karena ketidakbecusan KPK malah terdengar seperti iklan kecap basi.

Bukannya mengajukan bukti konkrit mengapa proses menjadi tersangkanya klien mereka BG tidak sah;  malah yang diperlihatkan hanya urusan mengungkit ketidakberesan KPK di masa lalu, menurut keterangan mantan penyidik KPK yang berasal dari kepolisian. Aneh juga... kalau memang cara kerja KPK tidak becus, kasih tahu dong sejak dulu... bukan baru sekarang ribut sendiri.

Yang lebih lucu lagi, urusan pembuktian hukum kok yang diputar dan dijadikan dasar membenarkan klien mereka adalah mimik wajah AS dan BW yang (menurut mereka) seperti tersenyum mengejek.

Waduh, kalau urusan hukum lantas mimik wajah dan bahasa tubuh yang dijadikan landasan pembelaan, kasihan yang wajahnya sangar tapi hatinya baik. Dan yang berwajah ganteng ala Ari Wibowo bisa-bisa bebas merdeka dan lancar jaya melakukan kejahatan karena berwajah imut dan menggemaskan yang mencerminkan keluguan.

Singkatnya menurut saya, dengan melihat sidang pembukaan pra-peradilan yang diajukan BG, Presiden Jokowi tidak perlu menunggu lebih lama lagi untuk mengambil keputusan melantik atau batal melantik BG.

Mengetahui enak tidaknya selai merek tertentu, kita toh tidak perlu menghabiskan sebotol. Dari begitu banyak pendapat ahli hukum yang mengatakan bahwa BG sebenarnya tidak memiliki dasar untuk mempra-peradilankan KPK, Jokowi seharusnya sudah paham bahwa proses pra-peradilan berjalan tidak semerta-merta menggugurkan status tersangka BG.

Apalagi setelah menonton adegan pembukaan sidang yang lebih banyak lucunya daripada menegaskan fakta hukum, maka membuang waktu untuk segera mengakhiri kekisruhan Polri dan KPK hanya akan lebih mengusutkan benang kusut yang sudah kelamaan melilit.

Dengan tegas segera melantik Kapolri justru Presiden menunjukkan tekad yang kuat menyelamatkan KPK dan memperbaiki kinerja kepolisian sebagai aparat hukum.

Sekali lagi ini bukan soal pribadi BG, AS, BW maupun personil secara perorangan. Rakyat  mencintai KPK bukan berarti ingin menghancurkan kepolisian. Tanpa polisi, maka akan kacau-balau keamanan di negeri ini.

Sudah cukup berlarut-larut pertikaian KPK dan Polri. Saatnya Presiden turun tangan kalau tidak mau KPK sebagai lembaga yang begitu dicintai rakyat menjadi "kancing para koruptor" yang seenaknya diobok-obok agar negara ini terus menjadi lahan subur tempat berdiamnya penggarong uang rakyat.

Secara objektif BG memiliki hak membuktikan dirinya tidak bersalah melalui persidangan yang fair. Justru karena perlu fokus menghadapi tuntutan KPK, secara pribadi saya berpendapat sebaiknya BG tidak dilantik.

Keberanian Jokowi bertindak melantik kapolri definitif, justru menunjukkan ada itikad kuat dan upaya sungguh-sungguh dari Presiden ingin memberantas korupsi sekaligus memperbaiki kinerja kepolisian.

Kalau dibiarkan lebih lama situasinya seperti ini, yang menang bukan siapa siapa tapi gerombolan koruptor! Hukum ada karena keadilan perlu ditegakkan. Aparat hukum dicintai rakyat karena kepada merekalah rakyat berharap ada harapan bagi masyarakat kecil diperlakukan adil dan setara.

Kalau hukum kemudian jadi rancu dengan politik yang berubah-ubah arah sesuai kepentingan praktis, maka keadilan tidak lebih dari "kebenaran" sesaat yang berkiblat kepada siapa yang berkuasa.

Presiden Jokowi yang tercinta, rakyat menanti ketegasan Bapak yang minggu lalu mengatakan akan segera mengambil keputusan minggu depan (artinya minggu berjalan sekarang ini).

Sudah cukup rasanya rakyat bersabar. Kepiawaian seorang pimpinan dinilai dari kebijakan dan keputusan yang tepat guna, tepat sasaran dan tepat waktu. Sabar bukan berarti lelet. Rumah yang sedang kebakaran memerlukan pemadam kebakaran yang tiba tepat waktu memadamkan api agar tidak merembet ke mana-mana. Untuk apa kalau damkarnya datang setelah api padam dan yang tersisa hanya puing-puing reruntuhan di antara asap kepedihan?

Sebijak apa pun keputusan Presiden, yang diperlukan adalah keputusan yang tepat waktu! Segeralah menentukan sikap dalam memilih Kapolri baru, kalau tidak mau kepolisian makin carut-marut akibat segelintir ulah polisi nakal, dan KPK berubah jadi lembaga yang terus diobok-obok sehingga koruptor berpesta pora di atas kemiskinan rakyat!

Saatnya Presiden Jokowi tegas bertindak. Ini bukan soal kancing jas yang tidak perlu ditanggapi serius dan biarkan saja yang mau rusuh dengan soal rapi tidaknya Presiden ribut sendiri seperti orang kurang kerjaan.

Ini soal masa depan bangsa dan penyelamatan dua lembaga besar sebagai ujung tombak supremasi hukum! Kalau semua calon kapolri memiliki "masalah" dan kekurangan, maka langkah yang paling bijak adalah memilih yang paling sedikit "masalah" dan relatif diterima oleh masyarakat tanpa kecurigaan dan prasangka track record yang diragukan.

Apa pun keputusan Presiden sebagai pemimpin negara, sudah pasti tidak bisa memenuhi semua keinginan ratusan juta masyarakat. Selalu ada yang pro dan kontra. Tapi pemimpin yang baik akan memutuskan bukan berdasarkan kepopuleran dan pencitraan diri sebagai "mr nice guy". Pemimpin yang baik adalah dia yang berani mengambil keputusan karena meyakini ini yang terbaik bagi rakyat yang dilindunginya.

Semoga Jokowi sebagai presiden terpilih, tidak akan mengkhianati aspirasi rakyat, dan amanah mengemban kepercayaan masyarakat Indonesia, yang sudah muak dengan korupsi yang merajalela memiskinkan negara kaya ini.

Perjalanan membasmi korupsi adalah proses berkesinambungan yang masih panjang, berliku dan tentu saja bukan mudah. Tapi jangan sampai kita kehilangan optimisme dan keyakinan bahwa kita bisa menjadi bangsa hebat karena memiliki rakyat hebat dengan kekayaan alam yang luar biasa diberikan gratis oleh Tuhan.

Optimisme yang selayaknya harus ditunjukkan oleh pemimpin negara ini. Ayo Jokowi.. jangan ragu dan lelet! Rakyat di belakangmu.. mendukung yang adil dan benar.

Have a great Thursday. Keep on rocking everyone!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun