Mohon tunggu...
Ashiya
Ashiya Mohon Tunggu... -

saya hanya seorang gadis belia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Susahnya Jadi Orang Jujur di Negeri Ini

26 September 2010   09:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:57 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru baru ini saya mengalami musibah kecil, yaitu musibah kena tilang oleh Pak Polisi. Saat itu saya dan teman saya sedang dalam perjalanan kembali dari fotokopian di Jalan Kaliurang menuju kembali ke kampus Teknik tercinta. Saat itu teman saya kebetulan sedang tidak memakai helm jadilah kami kena tilang. Dalam proses tersebut saya menyadari bahwa untuk menjadi orang jujur di negeri ini sepertinya susah sekali bagaimana tidak, coba kita tilik tawaran denda yang diberikan oleh Pak Polisi.

Setelah Pak Polisi memberi ceramah macam-macam tentang ‘melanggar aturan’ yang durasinya seperti durasi film ‘The Lord of The Rings’, mulailah beliau kepada topik inti: denda. Bapaknya memberi kami tiga pilihan: Pertama, ikut sidang yang akan dilaksanakan pada tanggal (blablabla) di (blablabla). Kedua, sidang tersebut dapat diwakilkan oleh sanak saudara, kakek nenek, orang tua maupun teman sejawat. Ketiga adalah langsung membayar di Bank BRI dengan STNKnya disita.

Lalu saya tanya satu-satu lebih jauh lagi tentang ketiga pilihan yang telah ditawarkan tadi. Jadi begini, menurut pasal-pasal yang diperlihatkan kepada kami. Terlihat bahwa denda maksimal untuk pelanggaran ‘tidak memakai helm’ adalah 250ribu rupiah, hal yang cukup membuat kami ketakutan. Lalu saya baru tahu kalau ada denda minimalnya, yaitu hanya 100ribu rupiah saja yang masih membuat kami deg-degan. Tapi ternyata harga tersebut masih bisa dinegosiasikan dengan mengikuti sidang yang tentu saja tidak bisa saya lakukan karena saya sibuk ini dan itu. Lalu saya tahu bahwa kalau mau bayar langsung ke BRI bisa dan tidak melalui prosesi pengadilan namun harus bayar harga minimalnya yaitu 100ribu rupiah. Tentu saja saya merasa harga tersebut kemahalan bagi saya.

Lalu saya tanya lagi tentang perwakilan sidang tersebut. Dari sana saya tahu bahwa pak polisi tersebut bisa mewakili saya datang ke pengadilan. Saya tentu saja bingung bagaimana dengan denda saya yang harus dibayarkan. Ternyata saya bisa menitipkan denda saya kepada pak polisi tersebut dan mereka tidak perlu menyita STNK dan/atau SIM saya. Lah, saya jadi suudzon sama mereka, berarti kalau mereka misalnya tidak usah datang ke pengadilan kan tidak masalah hla wong, mereka tidak punya bukti saya melanggar, SIM dan STNK juga dikembalikan, dengan kata lain uang tersebut akan masuk ke kantong mereka kan? Saya tidak maulah, itu namanya saya sama saja dengan menyuap, lalu apa bedanya saya dengan pak Gayus. Berarti saya sama saja dengan membiarkan korupsi merajalela kan? Saya tidak mau tentu saja, kan setiap hari saya menghina koruptor, masa sekarang saya membiarkan mereka berbuat begitu.

Jadilah tersisa satu pilihan bagi saya, yaitu bayar denda melalui Bank BRI yang berarti saya harus bayar 100ribu dibagi berdua dengan teman saya. Setelah berdiskusi serius, jadilah kami memutuskan lebih baik jujur saja bayar di BRI yang tentunya akan langsung masuk ke kas negara daripada membayar kepada polisi-polisi tersebut yang tentunya membuat kami dosa dan membuat mereka dosa pula. Sedih sih, memang, tapi kejujuran itu harus diusahakan. Negara ini tidak akan maju jika tidak ada yang memulai berbuat kebaikan, maka kami mencoba memulainya dari diri kami sendiri.

Itulah mengapa di negeri ini, berbuat jujur itu sangatlah susah. Selalu ada yang menawarkan jalan sesat dengan mudah sehingga kita pun tergoda. Bagaimana tidak, jika saya memilih untuk diwakilkan kepada pak polisi pasti saya hanya membayar sekitar 20ribu saja. Bandingkan dengan harga 100ribu yang tadi. Pasti tentu saja banyak yang memilih membayar 20ribu walaupun dosa. Tapi kami tidak mau, karena kami cinta Indonesia dan ingin memperbaikinya.

Nah, mari jujur, walaupun berat ^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun