Mohon tunggu...
Bene Waluyo
Bene Waluyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - wirausaha

pemulung kata

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Tragedi 9/11 Idenya dari Novel?

11 September 2015   16:56 Diperbarui: 11 September 2015   16:57 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Hebat!” kata itu lah yang pertama kali terlontar ketika melihat proses pesawat yang menabrak gedung pencakar langit kembar di New York tersebut. Tragedi yang katanya merupakan aksi terorisme pada tanggal 11 September 2001 jam 09.59 pagi waktu New York – Amerika Serikat itu, sempat mengundang decak kagum di kalangan kuli ide.

Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap korban yang tewas mengenaskan akibat runtuhnya gedung WTC berlantai 110 itu, aksi menabrakan gedung seperti itu sungguh ide yang luar biasa. Bisa-bisanya si “teroris” punya ide gila! macam begitu. Ide yang efektif langsung bikin malu Amerika, atau justru efektif langsung menuduh golongan Islam sebagai orang-orang nekat nan barbar?

Kita tinggalkan dulu latar belakang politik dari tragedi 9/11 itu. Karena sebenarnya yang ingin dibahas justru idenya. Apakah benar-benar sebrilian itu? Selain ketika perang dunia ke-2 lalu tentara udara Jepang sering melakukan tindakan bunuh diri dengan menghujamkan pesawat tempurnya ke sasaran yang disebut kamikaze, ternyata ide menabrakan pesawat penumpang ke pusat pemerintahan Amerika, juga sudah ada di dalam novel terbitan tahun 1996 karangan Tom Clancy.

Executive Orders, adalah judul dari buku novel setebal kotak sepatu karya Tom Clancy, seorang broker asuransi yang memiliki perhatian besar terhadap masalah kemiliteran dan intelejen. Novel ini bercerita tentang pergulatan seorang penasihat keamanan nasional John Patrick Ryan, yang terpaksa menjadi presiden karena kematian Presiden Amerika Serikat, akibat tindakan kamikaze pesawat Boeing 747 Japan Airlines yang ditabrakkan ke gedung Capitol Hill, sehingga menyebabkan Amerika Serikat kehilangan Presidennya. Sekaligus sebagian besar menteri kabinetnya, plus sebagian besar anggota parlemennya. Novel ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, dan diterbitkan oleh Gramedia.

Jika membaca novel yang terbit pada tahun 1996 tersebut, dijamin keraguan langsung menerpa di dada. Pertanyaan serupa di atas kembali muncul lagi. Apa benar ide menabrakan pesawat itu murni dari para teroris, atau karena  mereka membaca novel spektakular ini? Atau jangan-jangan “nothings new under the sun” berlaku juga untuk ide-ide barbar di kalangan para teroris? Yang jelas, kata-kata “hebat” di awal tulisan sudah seharusnya ditarik kembali. Selain kata itu tidak berperikemanusiaan, juga karena mungkin saja ide brilian pelaku muncul lantaran mereka membaca novel tebal tersebut. Hanya Tuhan yang tahu, dan semoga arwah korban tragedi 9/11 diterima di sisi-Nya. Amiiin. (b\w)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun