Mohon tunggu...
Benny Andreos
Benny Andreos Mohon Tunggu... -

Benny Andreos\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

'Tarian' Jokowi di Atas Gendang Rakyat Indonesia

11 November 2014   07:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:06 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengawali seratus hari program kerjanya, presiden jokowi bersama kabinet menteri suntingan ala tim transisi dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), mulai dibanjiri sedikit pujian, banyak kritikan dari pelbagai profesi (baca: publik di seantero negeri).

Mantan wali kota Solo dan gubernur DKI Jakarta itu dianggap bermain-main di atas kerikil tajam.

Mereka mengkritik presiden Jokowi mulai dari akar hingga ke pucuk. Iramanya pun mengayun laksana gerak dan rentak zapin melayu nan 'penuh semangat mengawal' tarian Jokowi di atas gendang rakyat indonesia.

Instrumen politik 'benang kusut' satu persatu tampak melilit kian tak jelas di pundak Presiden RI ke-7 itu. Benang yang satu dan lainnya saling bergesekan, kemudian melahirkan sebuah aransemen butiran nada-nada fals (baca:sumbang) dan bersandar deras di labuhan super sibuk yakni media massa dan media sosial.

Gelisah Kami Bukan Mereka Gelisah

Kegelisahan publik menjadi sebuah mimpi yang bakal digapai Jokowi, sekalipun juga tak kan terbeli dengan uang. Gelisah akan rencana Jokowi menaikkan harga bahan bakar minyak. Dan itu juga selalu menjadi tren politik disetiap terjadi pergantian kepala negara yang menjunjung tinggi atas nama rakyat Indonesia.

Bagi rakyat, jika harga BBM A1 (baca:pasti) dinaikkan Jokowi, jawabannya sangat sederhana. Seluruh harga dan tarif kebutuhan makluk hidup di atas negara ini pasti melambung seperti gendang bertalu-talu.

Bergelombang dan beriak kepedihan. Menghempas waja-wajah kesengsaraan rakyat. Apakah penderitaan ini yang kian tak berujung atau kah amalan dampak dari dosa kebijakan para pemimpin negeri yang jadi bencana sistemik.

Show must goon, blusukan Jokowi terus berlalu menjambangi satu provinsi ke provinsi lain di Indonesia. Dari negara satu ke negara lainnya di belahan dunia. Dan tanpa disadari ia pun terus menabur kerikir tajam bersama Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di setiap kota yang ia singahi.

Sosok Jokowi yang dulu dianggap sebagai penentang kebijakan menaikkan harga BBM itu kini malah mengelus sebaliknya. 'Lain ladang lain belalang, mungkin itu masa lalu.

Disisi lain, rakyat pun gelisah melihat parlemen satu menyatakan diri benar dan parlemen lain berkeyakinan sah sebagai tandingan.

Musyawarah mufakat yang selama ini menjadi sebuah tradisi melekat di paripurna beralih bentuk jadi panggung makian nan penuh aksi koboi.

Menyetir kalimat mantan Presiden RI yang booming lewat istilah 'Kok Repot' Alm Gus Dur pernah berujar "parlemen kita layaknya sebuah pangung 'taman kanak-kanak' yang dapat disaksikan langsung oleh rakyat melalui media televisi".

Pangung taman kanak-kanak itu pun kian dipenuhi kerikil. Terlebih usai sang presiden menuding lembaga tersebut sebagai salah satu dalang penghalang dan penghabat laju program kerjanya dalam membangun Indonesia hebat.

Gelisah melihat para menteri satu persatu mengeluarkan kebijakan yang dianggap 'aneh-aneh' oleh publik. Selang beberapa hari usai dilantik dan disumpah, Menetri Dalam Negeri pilihan Jokowi dan tim transisi yakni Tjahyo Kumolo menjadikan lembaran kartu tanda penduduk (e-KTP) sebagai pijakan pertama program kerjanya.

Pengurus teras DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini dianggap 'aneh' oleh sebab kolom agama di KTP boleh steril alias sah dikosongkon demi menghormati ragam penganut kepercayaan yang tinggal di bawah atap negara Republik Indonesia.

Bagi Tjahyo Kumolo kolom agama di KTP tidaklah begitu penting dengan alasan politik seperti yang ia sampaikan secara resmi di media massa. Dan itu tidak aneh aku Tjahyo menjawab kegelisahan publik.

Mantan Presiden SBY dan puluhan mantan mentri kabinentnya juga gelisah. Gelisah karena beredar kabar bila rumusan pembangunan negara jangka panjang yang sudah digariskan dengan tanda bintang, tiba-tiba terhapus entah dengan sengaja atau tidak oleh pemerintahan jokowi.

Program nasional rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda yang selama 10 tahun digesa oleh pemerintahan SBY, satu misalnya.

Konon kabarnya, kata sejumlah pakar, impian bertautnya pulau Jawa dan Sumatra demi satu tujuan seperti melecut kesejahteraan rakyat lewat multiefek player positif dari pergerakan roda ekonomi di kedua pulau itu pun sirna.

Di mata para sufiisme, kerikil-kerikil tajam yang melambung dan jatuh lagi ditabuh Jokowi di atas gendang rakyat adalah sebuah awal yang tinggal menungu senja menjemput. Dan memang benar, gelisah rakyat bukan gelisah 'mereka'. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun