Mohon tunggu...
feri anto
feri anto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis untuk Indonesia

Karena menulis adalah perjalanan hati dan petualangan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Interview Session: Susi AADS Pembelajaran untuk Menatap Masa Depan

25 Oktober 2021   19:21 Diperbarui: 25 Oktober 2021   19:30 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempe merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Tidaklah afdol rasanya jika tidak ada tempe di meja makan kita. Makanan yang berasal dari kedelai ini mempunyai gizi yang cukup tinggi-kurang lebih setara dengan daging. Di salah satu media elektronik di Australia bahkan mengabarkan kalau warganya tengah antri untuk membeli tempe.

Di Jogja ada sebuah produsen tempe yang mengemas produk tempenya dengan baik.Rasa tempe mendoannyapun renyah,gempi-citarasa tempe dalam bahasa jawa yang liat dan memiliki tekstur yang pas. Setiap senti dari tempe AADS membuat kita tuman-ingin mengicipinya terus. Ia bahkan mengemasnya dengan tampilan kekinian, sehingga menarik perhatian konsumen untuk membelinya. Melalui perjalanan yang cukup berliku produk tempe AADS, akhirnya bisa terwujud.

Pemiliknya Susi lalu bercerita tentang usahanya itu. AADS sendiri merupakan singkatan dari Anugerah Anak Desa Sleman, dengan tagline yang juga tidak kalah menariknya 'Apa-apa Ada Di Sini'. "Perjalanan saya menciptakan AADS bisa dibilang panjang dan lama.

Berawal dari kami yang waktu itu tinggal di kampung. Jaman sekolah saya sudah nyambi jualan gantungan kunci". Ketika itu ia dan adiknya sedang membaca brosur tentang entrepreneurship di masjid. "Ada brosur tentang entrepreneurship.Bayarnya mahal untuk ukuran kami, eh tapi bisa dicicil tiga kali kok.Yowis ikut saja...nanti pasti tambah temen.Kalau kita punya banyak teman kan yang belanja dan berlangganan tambah banyak", jelas Susi.


Waktu itu ia dan adiknya berjualan pulsa sebagai bentuk perluasan usaha dari wartel milik keluarganya. "Saat itu saya dan adik jualan pulsa, sebagai pengembangan dari usaha wartel kami". Lewat brosur itu, pikiran Susi tergelitik untuk mencari tahu,tentang materi yang diajarkan pada kelas entrepreneurship itu."Enterpreunership itu nanti diajarin apa ya.....".lha itu Mbah Marto buta huruf aja iso duwe toko gede dan sukses to...",kata Susi pada adiknya. Susi bersama adiknya memutuskan untuk ikut kelas entrepreneurship itu. "Singkat cerita kami memutuskan ikut kelas itu, tapi  adik yg ikut, karena dia yg lincah bisa ke mana-mana.....".

Ketika ketika kelas berakhirpun,adiknya diminta Susi untuk mensharingkan pengetahuannya ke seluruh keluarganya. "Dan setiap pulang kelas, adik saya-Susilo membagikan materi pengajarannya ke saya, kakak, bapak & ibu.Ini terjadi tahun 2008. Saat itu saya makin haus akan diadakanya kelas entrepreneurship. Saya lalu mencari kelas-kelas entrepreneurship yang ada, baik gratis,preview ataupun berbayar. Disini saya dan adik saya ikut kelasnya gentian.", ujar Susi lagi.  

Setelah setahun ikut kelas entrepreneurship. Susipun memiliki keberanian untuk membuat produk. "Kami memilih kripik bayam,sebagai produk pertama kami.Disamping kami sudah tahu cara produksinya, menu ini juga merupakan menu favorit dikeluarga besar saya. Tiap lebaran keripik  bayam buatan emak, pasti selalu jadi buruan saudara dan tetangga kami.


Sambil menunggu proses pembuatan ijin usaha, Susipun memutar otak bagaimana agar produknya bisa mendapat reson dari pasar. "Sambil nunggu proses P-IRT selesai,setiap ada acara belajar / workshop saya selalu buat keripik bayam, untuk diberikan ke pembicara...". Kemasan dari produknya berwujud toples plastic. "Kemasannya nya toples plastic full branding dan ada tulisan *tidak dijual.Saya melakukan ini agar, ketika ditanya kepada orang yang diberi, saya pasti menjawab. Dengan demikian saya punya waktu promosi sementara,yang lain tidak diberi.Dan metode softsellingpun dipraktekkan".

Untuk memperluas pangsa pasar, Susipun menambah produk jualannya. "Seiring bertambahnya usia, produk AADS bertambah,saat ini ada sambel pecel kacang sangrai,mendoan dan tepung bumbu.Buntil lumbu,pepes telur asin dsb".

Dan dari banyaknya produk tersebut,tetap dengan satu produk selama dua tahun lebih dulu.Nanti kalau sudah ada pelanggan,barang apapun yang dibuat selanjutnya sudah ada pelanggannya", jelas wanita penggemar warna biru ini.
Produk AADS juga memiliki keunggulannya sendiri.Susi sengaja membuatnya berbeda agar memiliki faktor pembeda dengan produk sejenis dipasaran. "Ngomongin keunggulan produk semua produk pasti memilikinya
Contoh; kripik bayam, warnanya putih, renyahnya banget,tekstur daun sangat jelas, tidak berminyak seperti produk lain.Selain itu lebih ringan dibanding produk sejenis
Sambel pecel, tanpa minyak, berbentuk serbuk jadi mudah dilarutkan.Kami juga mengemas produknya dengan cantik".

Orang yang paling berpengaruh dikehidupan Susi adalah ibunya, emak-red. "Yang paling berpengaruh...kayaknya emakku...Jadi inget pas TK sekolah,bawa jajan permen yang dikemas lucu berbentuk jam meja dari warung ibu...dipeseni,nanti nek temennya tanya,belinya dimana dijawab,diwarungku....", jelas Susi mengenang kejadiannya waktu kecil.


Dalam menyikapi persaingan bisnis internasional,berarti terbukanya pasar internasional untuk semua orang. "Persaingan bisnis internasional berarti terbukanya pasar internasional untuk semua orang termasuk saya, dan bagaimana caranya untuk menang ? Ya tingkatkan kemampuan kita", jelas Susi yang mempunyai filosofi karena DIA,hidup itu indah dan saya bisa berbagi. 

Mengenai cita-cita Susi dalam lima tahun kedepan, ia berujar kalau dirinya ingin punya semacam food court. "Cita-cita dalam lima tahun kedepan dirinya ingin punya tempat makan,semacam food court yang tenantnya adalah keluarga AADS", tutup Susi menceritakan cita-citanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun