Mohon tunggu...
feri anto
feri anto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis untuk Indonesia

Karena menulis adalah perjalanan hati dan petualangan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Interview Session; Dunia Pantomim Andy Eswe

25 Oktober 2021   18:20 Diperbarui: 25 Oktober 2021   18:37 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jogjakarta merupakan kota seni dan budaya. Ada begitu banyak seniman berprestasi di kota ini. Salah satunya dari seni teater, cabang seni yang mengandalkan olah tubuh & rasa ini, memang tergolong tidak mudah. Dibutuhkan keuletan,ketekunan dan dedikasi dari pemainnya. Mereka yang ada diprofesi ini, biasanya bermental baja.

Tidak mudah ditaklukan oleh keadaan. Seperti halnya Andy Eswe. Pria yang memilih teater / pantomime sebagai jalan hidupnya ini, punya cerita yang menarik. Kenapa ia bisa jatuh hati pada seni yang berkomunikasi dalam diam ini. 

"Saya menjalani kesenian pantomime itu. Karena pantomime sebagai media baru, bahasa baru bagi saya waktu itu. Jadi saya punya mainan anyar.....mainan baru.....untuk berekspresi....untuk bicara .......untuk berkreasi". Pantomim bagi Andy seolah-olah bisa dipakai apa saja.

"Saya juga suka menulis,saya suka bercerita, jadi pantomim itu menggantikan penggunaan bahasa verbal saya dengan bahasa mimik wajah. Dari pantomime saya juga bisa menghasilkan ekspresi,impresi / kesan, dan intuisi (baik untuk diri sendiri maupun orang lain).

Jadi meski saya menulis naskah drama,puisi,cerpen,geguritan. Saya sadar tidak bisa mengekspresikan semuanya dalam tulisan saya, begitu juga sebaliknya. Saya tidak bisa berekspresi semuanya dalam pantomime. Jadi ada jalurnya masing-masing,"ucap Andy yang beberapa lalu mendapat penghargaan dari Menteri Nadim Makarim ini.

Dok.Penghargaan Sastra Mendikbud Nadiem Makariem
Dok.Penghargaan Sastra Mendikbud Nadiem Makariem
Menjalani profesi apapun, pastilah kita tidak lepas dari tantangan. Pun demikian Andy sebagai seniman pantomime. "Tantangan saya dalam berpantomim adalah bagaimana membuat pantomime punya daya tawar baru dan tidak membosankan. Ini juga sejalan dengan bagaimana saya memperjuangkan hidup saya,bersama seni pantomime.

Seni pantomime itu sendiri eksploratif". Menurut Andy, pantomim itu sendiri harus bisa membaca jaman. Saya sendiri sudah berpantomim lama, 10 tahun lebih. Saya hidup di era sampai enam presiden ya....(era Soeharto,Gus Dur,Megawati,Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi). 

Itu sendiri kan berbeda-beda jamannya, kemajuan teknologinya juga terus berkembang. Masyarakatnya juga; Generasi muda, milenial, generasi tua. Dan perkembangan itu terus saya baca, untuk saya bicarkan. Untuk saya kritisi, saya raba, untuk saya tawarkan sesuatu.", ujar Andy santai.

Dalam berkesenian, Andy Eswe juga berelasi dengan sejumlah seniman lain. Diantaranya Pak Butet Kertaredjasa & Pak Ong Hari Wahyu, keduanya merupakan teman,sahabat,tapi sekaligus mentor bagi Andy. "Saya berteman baik dengan Pak Butet dan Pak Ong. Bertemannya ya gojek-gojekan (bercanda-red). 

Dari pertemanan itu, saya juga mengambil banyak pelajaran dari mereka. Relasi kami adalah saling support satu sama lain. Bekerja, berkolaborasi bersama. Saya belajar manajemen dari Pak Butet, dan belajar menjadi pelaku kreatif yang merdeka, serta artistic sama Pak Ong", jelas Andy tertawa.

Selain menjadi pelaku seni pantomime, Andy juga berbisnis. Meskipun masih dalam skala kecil,tapi mempunyai potensi besar kedepannya. "Selain berpantomim, saya juga berbisnis. Tapi bisnisya masih kecil-kecilan. Saya semula hanya, bisnis kaos limited edition, hanya 100 biji, ya  kalau habis itu sudah....produksi lagi.

Dan tahun 2017 akhir, ketika saya pentas pantomime saya kekurangan dana.. Ada gambar bagus, yang nggambar teman saya Sita. Iseng-iseng saya upload dengan gambar dikaos itu. Dari situ, pada pesen. Kemudian pada tahun 2020,saya juga jualan buku...terus saya kemudian berkembang lagi, begitu ketemu sesama pelaku kreatif".

Dok. Andy Eswe dalam Film Soekarno
Dok. Andy Eswe dalam Film Soekarno
Kreatifitas Andypun berkembang lebih jauh. Ketika ia bertemu dengan sesama pelaku kreatif. "Kami berkolaborasi. Bagaimana caranya ?.Saya punya puisi dan dia punya kapasitas menghias puisi. Jadi kami saling melengkapi satu sama lain. Ada juga teman saya yang mengilustrasikan puisi saya. Itu saya kumpulkan dan jadi postcard bunga.  

Saya punya puisi, kamu punya kemampuan daya untuk mengilustrasikan puisi saya....nah itu, kemudian saya kumpulkan, jadi postcard bunga. Beberapa kerajinan tangan dari teman saya. Kaos masih tetap jalan...dan itu sangat membantu saya dalam kehidupan sehari-hari...ya untung-untung dikiit....saya membuat sebuah toko. 

Toko kerja kerasa namanya. Itu yang memberi nama, saya sama pacar saya, Itu menjual karya-karya saya sendiri, dan karya-karya teman saya secara pribadi. Dan karya kolabirasi, prinsipnya membuat karya sendiri. Tapi kemudian kata sendiri berkembang, menjadi karya personal. Saya menjualkan karya-karya teman saya, hasil kolaborasi. Atau sesuatu yang dipasrahkan ke saya, saya bisa menjualnya. Iapun mendirikan toko, untuk mendukung bisnisnya dengan skala yang lebih luas.

"Dengan masih tetap bisnis kaos, sayapun membuat sebuah toko,lumayanlah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Toko kerja keras namanya. Yang memberi nama kebetulan pacar saya. Ditoko itu saya menjual barang-barang karya saya, temen saya. Dan hasil karya kolaborasi dengan teman saya.", jelas pria berambut pendek ini.

Dok.Andy Eswe
Dok.Andy Eswe

Toko Kerja Keras milik Andy punya kelebihan,jika dibanding toko sejenis."Tentu saja, saya punya poin plus. Ini handmade. Buku saya limited edition. Kadang saya menjual puisi saya. Hasil kolaborasi dari beberapa teman saya. Dari kreatifitas pribadi, seumpama teman saya punya produk. Bisa dititipkan pada saya. Itu yg saya tonjolkan", pungkas Andy menambahkan.

Harga yang ditawarkan Toko Kerja Keras juga beragam. "Harga dari Rp 2.500,- sampai Rp 250.000,-. Yang Rp 2.500,- itu stiker-stiker puisi kecil". Dirinya juga membuka sistem donasi karya. "Terus ada juga yang sistemnya itu donasi (jadi saya berkolaborasi dengan teman saya). Kemudian kalau ada yang suka,silahkan mendonasikan aja, seumpama range harganya Rp 100.000,- sampai Rp 500.000,- . Yaudah itu mau bayar dengan donasi itu tidak apa-apa", urai Andy.  

Sebagai pelaku aktif pantomime. Andy berpendapat jika seni pantomime tidak akan hilang, tapi upaya untuk mensiasati seni pantomime untuk terus hadir ditengah masyarakat,harus dari para seniman pantomime itu sendiri.

"Dilakoni saja, saya yakin generasi dibawah saya tetap tertarik tentang pantomime. Tapi sebenarnya tidak usah takut hilang, tapi itu tadi gimana cara membuat pantomime lebih kreatif. Jadi lebih inovatif. Membaca ruang, membaca jaman, bentuknya, supaya pantomime itu punya daya tawar; daya tawar produksi, daya tawar ruang, sistem kerja, daya tawar bentuk pantomime, daya tawar ide /gagasan. Tidak perlu takut hilang, tapi harus lebih kreatif", ucap Andy menjelaskan.

Sebagap seniman pantomime,Andy merupakan individu yang serba bisa. Dirinya tidak menolak jika ada yang mengajaknya bekerjasama menjadi pemain peran. "Kalau ada yang mengajak kerjasama, tentu saja. Saya sangat suka. Film, main iklan, teater. Kadang saya ikutan kayak gitu, karena banyak pergaulan, gagasan, dan bisa menambah referensi kesenian saya juga. Saya sangat terbuka sekali untuk itu", terang Andy sambil tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun