"Menghasilkan seniman lebih sulit dibandingkan mencetak insinyur.
Untuk mencetak insinyur, hanya perlu empat tahun saja.
Sedangkan untuk menghasilkan seniman setidaknya butuh 75 hingga 100 tahun !",
Ada benarnya kata-kata Bung Karno yang sangat antusias menghargai seniman-seniman bangsa.
Bung Karno begitu gandrung (cinta) kepada para seniman lukis.
Trubus Sudarsono salah satunya.
Trubus Soedarsono lahir di Wates, 23 April 1926 adalah seorang pelukis dan pematung naturalis Indonesia yang terkemuka.
Pada masa awal revolusi, ia kembali ke Jawa Tengah dan bergabung dengan Seniman Indonesia Muda (SIM).
Trubus keluar dari SIM pada tahun 1947, di saat yang sama di mana Hendra Gunawan dan Affandi mendirikan Pelukis Rakjat.Â
Beberapa karya Trubus menjadi koleksi Presiden Sukarno, yaitu: lukisan "Potret Wanita," "Putri Indonesia," dan patung batu berjudul "Gadis dan Kodok."
Pada tahun 1948, ia dipenjara oleh Belanda ketika berusaha melarikan diri ke luar negeri.
Sebebasnya dari penjara, bergabung dengan studio seni lukis Tio Tek Djien di daerah Cideng, Jakarta pada akhir tahun 1950-an.
Trubus diangkat menjadi pengajar di Akademi Seni Rupa Indonesia/ASRI (sekarang ISI) pada tahun 1950 - 1964.
Dan pada tahun 1954, mendapatkan kesempatan untuk berkunjung ke Cekoslowakia dalam misi kebudayaan dan Seni Lukis.
Dalam dunia politik, Trubus pernah menjadi anggota DPRD -- DIY dari fraksi Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia juga dekat dengan aktivitas Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) sebagai salah satu organisasi underbouw PKI.
Tahun 1961, Trubus dan Sanggar Pelukis ASRI kembali mendapatkan permintaan khusus dari Bung Karno. Trubus menerima amanat penting untuk membuat pengerjaan patung lain berdasarkan sketsa Henk Ngantung, dalam rangka menyambut para pemimpin Dunia Baru (pasca Konferensi Asia-Afrika) di bawah pimpinan Edi Sunarso.
Patung tersebut kini kita kenal sebagai Tugu Selamat Datang, yang letaknya persis di bundaran depan Hotel Indonesia. Proyek patung Selamat Datang tersebut menjadi proyek terbesar yang dilakukan oleh Trubus sebelum ia hilang akar rimbanya di sekitaran tahun 1965.