Pada tahun 1951 Jenderal Soedirman wafat, dan Letnan Kolonel Muslich mengajukan permohonan berhenti dari dinas ketentaraan.
Pada suatu kesempatan, dia pernah menyatakan bahwa ia berkawan sangat baik dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Karena itu ia termasuk salah seorang penggagas dibangunnya monumen Jenderal Sudirman di Banyumas beberapa tahun silam.
KH Muslich memilih untuk tinggal di rumah kecil sederhana di dalam komplek Yayasan Diponegoro, Rawamangun, Jakarta Timur, hingga akhir hayatnya.
Kedermawaan yang amat berguna adalah tiga tempat pendidikan yang dibangunnya Perguruan Diponegoro di Purwokerto dan Jakarta.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia pada masa Presiden KH Abdurrahman Wahid menganugerahkan Bintang Mahaputera Utama kepada KH Muslich.
Dengan mendapatkan bintang itu, KH Muslich sesungguhnya dapat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Namun hal itu tidak dilakukan. Jasad almarhum tetap dimakamkan di pemakaman umum Purwokerto, atas permintaan atau wasiat almarhum.
Ada hal yang menarik, saat Desember 1950, Perdana Menteri M Natsir menugaskan KH Muslich untuk menyampaikan Amanat Pemerintah RI kepada Kartosuwirjo untuk melunakkan hati Kartosuwirjo yang merasa ditinggalkan oleh Republik lantaran Perjanjian Renville telah mengosongkan Jawa Barat dari Tentara Nasional Indonesia.
KH Muslich dan Kartosuwirjo adalah dua sahabat lama, sesama aktivis Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
Kartosuwirjo kemudian pada tanggal 12 September 1962, ditangkap, dan diadili, Â dieksekusi mati.