Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pantauan Detik-Detik Awal Erupsi Gunung Kelud

14 Februari 2014   01:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:50 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Pukul 21.15 WIB kamis malam ini (13/2) Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan status Gunung Kelud naik dari Siaga menjadi status Awas (level IV). Satu setengah jam kemudian asap tebal setinggi 3000 meter terpantau membubung di atas puncak Kelud dari jarak pandang 20 km di pos pengawas.

Tak mau ambil resiko, PVMBG segera menginstruksikan pihak berwenang untuk mengevakuasi sekitar 200.000 warga yang bermukim pada radius 10 km dari titik semburan abu dan bebatuan vulkanik. Tindakan cepat itu memang perlu segera diambil mengingat sejarah letusan Kelud pada 19 Mei 1919 yang terlambat diantisipasi menelan sedikitnya 5000 korban jiwa, mayoritas tersapu oleh lahar panas yang mengalir cepat dari gunung yang berada di dalam wilaha Kabupaten Kediri itu.

Gunung Kelud termasuk salah satu dari gunung berapi yang sangat aktif dalam rangkaian gunung berapi yang mengelilingi Indonesia, biasa disebut sebagai the Pacific Ring Fire, atau cincin api pasifik. Menurut berbagai sumber, sampai saat ini Gunung Kelud setidaknya telah mengalami lebih dari 30 kali erupsi sejak tahun 1000 Masehi, dan yang terbesar terjadi di tahun 1919.

Erupsi yang pernah terjadi selama Indonesia merdeka yakni di tahun 1951, 1966, 1990 dan terakhir November 2007 lalu yang keseluruhannya diperkirakan telah menelan sekitar 250 ribu jiwa. Belajar dari pola aliran lahar pada erupsi tahun 1966, upaya memodifikasi aliran lahar telah dilakukan dengan membangun saluran lava yang diberi nama saluran Ampera. Saluran ini dibangun di dinding Barat Laut dari posisi puncak muntahan lahar hingga ke kaki gunung.

Pada erupsi awal Februari tahun 1990, Kelud mengeluarkan tephra (material abu panas) hingga ketinggian 7 km. Tephra tersebut kemudian jatuh ke bumi dan menwaskan 13 orang warga. Tephra tersebut setiba di permukaan bumi mengalir dalam bentuk bebatuan vulkanik, disebut pyroclastic yang mencapai ketinggian 25 meter mengubur mulut saluran Ampera.

Pada menit yang sama, Yushak, penduduk Kediri juga melaporkan kepada TV One bahwa terdengar beberapa kali ledakan yang getarannya cukup keras dirasakan sampai ke kota Kediri. Supeno, Kepala Basarnas Jawa Timur yang sudah di lokasi pada pukul 00:55 melaporkan tidak ada korban jiwa.

Sampai pukul 00:50 dinihari (Jumat 14/02), Aris Sutikno melaporkan untuk TV One bahwa debu vulkanik telah mencapai Tulungagung sehingga penduduk harus menggunakan pelindung pernafasan, dan saat yang sama hujan debu telah mengganggu jarak pandang di pusat kota Kediri. Pos Pengamanan Gunung Api telah dikosongkan beberapa jam sebelumnya sehingga praktis radius 10 km keseluruhannya telah dikosongkan.

Pada saat yang sama Bupati Blitar, Heri Nugroho yang berada di lokasi melaporkan kepada Metro TV bahwa sampai pukul 1:00 dinihari (14/02) tidak ada korban jiwa. Heri juga melaporkan intensitas hujan kerikil sebesar ibu jari makin sering terjadi. Mungkin saat ini sebahagian besar rakyat Indonesia sedang terlelap tidur, tetapi dari pantauan tayangan langsung TV One dan Metro TV penduduk Kediri, Blitar dan Malang sepertinya masih terjaga mengantisipasi kemungkinan terburuk yang dapat terjadi. Dari Malang, kontributor Metro TV Malang, Wahyu Tiar  melaporkan pada pukul 1:10 melihat semburan api di puncak Kelud yang disertai kilatan cahaya seperti petir.

Pukul 1:15 reporter Metro TV, Rifai Pamone, menunjukkan di layar kaca seluruh permukaan jalan dan atap rumah penduduk di Kota Kediri yang berjarak 30 km dari kawah Kelud telah tertutup material pasir, kerikil dan debu vulkanik setebal 5 cm sehingga sekilas kota Kediri seperti tertutup salju. Pada saat yang sama letusan yang terus menerus terdengar sementara Rifai Pamone memberi laporan menandakan erupsi kali ini kondisinya sangat serius.

Erupsi kali ini menurut Heri Nugroho pada penjelasan sebelumnya, merupakan erupsi siklus 25 tahunan terhitung dari erupsi terakhir tahun 1999. Meski sebenarnya Kelud pernah juga mengalami erupsi awal Februari tahun 2007, namun tidak diperhitungkan mengingat skala besaran dan dampak erupsinya sangat kecil dibanding erupsi tahun 1999.

Saya masih terus memantau liputan langsung dari TV One dan Metro TV, demikian pula putra saya, Achmad Zulfikar yang berada di Yogyakarta. Meski erupsi Kelud tidak sampai ke Yogyakarta namun putra saya mungkin mengkhawatirkan sejumlah rekannya yang masih di Kediri dan Malang, berhubung wisuda sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) baru akan diselenggarakan pada hari sabtu esok (15/02).

Mari kita berdoa semoga erupsi Kelud kali ini tidak membawa korban jiwa, dan sementara waktu Jakarta menunjukkan pukul 1:30 atau sekitar satu setengah jam setelah erupsi, Rifai Pamone masih melaporkan hujan pasir, abu dan ledakan masih terus berlangsung.

Mari kita bersiap untuk membantu saudara-saudara kita yang sedang dirundung bencana bilamana diperlukan, dengan apapun dan cara apapun.

Sumber: http://indonesiancore.blogspot.com/2011/05/history-of-kelud-mountain.html

Siaran Live TV One dan Siaran Live Breaking News Metro TV

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun