Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Terapi Megawati dan Kesembuhan Risma

1 Maret 2014   23:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13936582231186749024

Ibarat sebuah drama, setelah beberapa episode menguras emosi penonton akhirnya berita pengunduran diri Risma yang marak diberitakan sebulan terakhir ini mencapai klimaks. Siang ini (01/03/14). Tokoh nomor satu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarno Putri yang datang ke Sidoarjo bersama salah satu kadernya, Joko Widodo yang juga Gibernur DKI Jakarta bertemu langsung dengan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini untuk menyampaikan pesan singkat: Risma tidak boleh mundur.

Dalam jumpa pers yang mereka adakan, Megawati yang duduk di tengah diapit Risma di sebelah kanan dan Jokowi di sebelah kiri, mengingatkan bahwa goyangan terhadap kader PDIP adalah hal yang wajar karena ada kekhawatiran melihat PDIP berpotensi untuk menang pada Pemilu kali ini.

Kehadiran Megawati bersama Jokowi ke Sidoarjo sebagaimana diwartakan oleh Metro TV dalam acara Breaking News siang ini (01/03/2014). mungkin dimaksudkan untuk sekaligus menepis anggapan adanya masalah serius di dalam tubuh PDIP, setidaknya ingin mengatakan tidak ada rivalitas popularitas antara Jokowi dan Risma dan tidak ada dusta antara Risma dengan wakilnya, Whisnu Sakti Buana yang juga dari PDIP.

“Jangan karena saya sering bersama Jokowi lantas dianggap saya hanya memperhatikan dia,” ujar Megawati sembari menambahkan bahwa yang terpenting bagi PDIP adalah para kadernya dapat berbuat maksimal untuk kepentingan rakyat.

“Jadi saya meminta Risma tidak mundur, teruslah mengabdi untuk rakyat Surabaya. Jangan pedulikan isu lain. Itu hal biasa di tahun politik seperti ini," ujar Megawati. Putri Proklamator RI ini juga mengingatkan bahwa fokus PDIP saat ini adalah menghadapi Pemilu Legislatif 9 April mendatang.

Seperti diberitakan di berbagai media belakangan ini mengenai niatan Walikota Surabaya Tri Rismaharini untuk mundur, dipicu oleh berbagai hal yang diekspresikan secara singkat  oleh Risma dengan pernyataan tidak kuat lagi untuk bertahan. "Saya sudah mengorbankan semua yang saya miliki, saya sudah melakukan semua yang harusnya saya lakukan. Saya tidak tahan lagi," ujar Risma pada sejumlah kesempatan bertemu media. Bahkan kala diwawancarai oleh Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa, Risma sampai berderai air mata.

Beban berat apa gerangan yang dipikul penyandang gelar Walikota Terbaik Dunia ini? Polemik berkembang di bebagai forum, media cetak, elektronik  bahkan sampai ke media sosial termasuk Kompasiana. Laksana banjir, asumsi dan dugaan menjalar kemana-mana, termasuk ada yang mengaitkan dengan pengangkatan Wakil Walikota Surabaya, Whisnu Sakti Buana kader PDIP lainnya.

Isu lain adalah tentang adanya kemungkinan tekanan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan penolakan Risma terhadap pembangunan jalan tol yang melintas di tengah kota Surabaya. Gerakan penggalangan dukungan untuk meminta Risma tidak mundur dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, baik di dalam wilayah kota Surabaya maupun di tempat lainnya.

Apakah Risma sedang bersandiwara? Ada kelompok yang meyakini itu, tetapi tidak sedikit juga yang meyakini bahwa tangis Risma murni jeritan hati nurani seorang pemimpin yang merasa jalannya untuk membela kepentingan rakyat yang dipimpinnya sedang dihambat oleh kekuatan yang tidak sanggup diatasinya. Karena merasa tidak sanggup melawan kekuatan itu, mundur adalah salah satu ekspresi kekecewaan sekaligus mengembalikan amanah kepada pemiliknya, yakni rakyat Surabaya. Pengunduran diri di banyak budaya di dunia masih dipandang sebagai tindakan ksatria, wujud pengakuan akan ketidakmampuan seorang pemimpin, meski di Indonesia masih tergolong barang langka.

Hubungan harmonis Risma dengan PDIP sebagai partai pendukungnyayang memungkinkannya duduk di posisi orang nomor satu di Surabaya, belakangan sempat dipertanyakan, terutama saat Risma memilih untuk bertemu dengan Wakil Ketua DPR Pusat dari Golkar, Priyo Budi Santoso dibanding berkonsultasi dengan orang nomor satu di partainya, Megawati Soekarno Putri yang kebetulan juga berada di Jakarta, tempat dimana Risma menemui Priyo. Bahkan sejumlah media pernah memberitakan bahwa Megawati hanya diam ketika Risma datang menemuinya. Hal terakhir ini dibantah oleh Megawati saat konfrensi pers siang tadi. "Kami ngobrol koq, kami baik-baik saja," ujar Mega memastikan bahwa antara dirinya, dan tentu saja PDIP dengan Risma tidak ada masalah.

Apakah Risma akan benar-benar mengubur niatnya untuk mundur setelah ketua partainya memintanya, kalau tidak bisa disebut memerintahkannya untuk tidak mundur? Apakah cuma pernyataan dan dukungan dari partainya yang ditunggu Risma sehingga sempat mengharu biru pemberitaan media daerah dan nasional sebulan terakhir ini? Bila cuma itu, maka ini adalah anti klimaks episode pengunduruan Risma  yang sempat menjadi trending topic dimana-mana.

Apalagi permintaan pembatalan pengunduran diri Risma oleh Megawati disertai pesan untuk ke depan dapat bekerjasama dengan wakilnya, Whisnu Sakti Buana, mantan anggota DPRD Kota Surabaya yang pernah ikut mendukung desakan pelengseran Risma dari kursi Walikota beberapa waktu lalu. Tampaknya tidak ada sinyal dari Ketua Umum PDIP untuk menjadikan Whisnu sebagai tumbal demi membujuk Risma tetap bertahan memimpin Surabaya. Padahal bila Risma mundur, tidak menutup kemungkinan akan menciptakan efek domino bagi PDIP, apalagi sinyal untuk mencalonkan Jokowi sebagai calon Presiden juga tak kunjung datang dari kubu partai berlambang banteng bermoncong putih itu. Efek domino itu sangat ditunggu-tunggu oleh lawan politik dan pesaing PDIP.

Dengan adanya konfrensi pers tadi siang, maka mereka yang menghendaki elektabilitas PDIP merosot akibat tragedi pengunduran Risma harus mengurut dada untuk sementara. Tapi tentu saja mereka tidak tinggal diam, apalagi pemilu legislatif tinggal 31 hari lagi.

Terapi Megawati melalui kunjungan politik ke sumber polemik di Surabaya yang dilengkapi dengan konfrensi pers boleh jadi akan sedikit mengobati hati Risma. Kalau ekspresi rasa "sakit" yang diderita Risma akhir-akhir ini memang sebatas bagian dari satu episode drama, maka boleh jadi kunjungan itu akan benar-benar membuat Risma bertahan. Tetapi bila ekspresi "sakit" itu murni datang dari seorang pemimpin yang merasa dipasung oleh lingkungannya, maka pernyataan untuk mengundurkan diri itu hanya akan mengambil jeda, sekedar menghormati tamu penting yang datang berkunjung.

Kalau berdasar pada track record Risma selama ini, saya lebih memilih mempercayai asumsi yang terakhir, bahwa Risma akan meradang lagi, selama akar permasalahan yang membuatnya "sakit" tidak benar-benar diamputasi. Bila Risma bertahan karena akar permasalahan yang membuatnya bertekad mundur berhasil dituntaskan oleh partainya, itu berarti keuntungan bagi rakyat Surabaya. Berarti partai pendukung Risma benar-benar memihak kepada harapan dan kepntingan rakyat Surabaya.

Akan tetapi, bila Risma hanya dicegah untuk tidak mundur sampai selesainya pemilu legislatif tanggal 9 April mendatang, maka dengan segera akan terbaca bahwa PDIP hanya berkepentingan terhadap perolehan kursi di legislatif dan tidak bersungguh-sungguh ingin merebut hati rakyat Surabaya dan Indonesia pada umumnya untuk menjadi modal merebut posisi RI 1. Karena bagaimanapun, bila Risma pada akhirnya mundur setelah tanggal 9 April, simpati rakyat terhadap PDIP pasti akan menurun, dan itu berarti bahwa Jokowi memang tidak pernah diwacanakan oleh elit PDIP untuk diusung, karena memang tidak bermaksud memenangkan pertarungan politik di 2014 secara tuntas, artinya merebut legislatif dan eksekutif pada saat yang sama seperti pernah dipertontonkan oleh Partai Demokrat pada Pemilu 2009 lalu. Jadi orang akan berkesimpulan bahwa pantas saja nama Jokowi tidak diumumkan sebagai calon Presiden dari PDIP sebelum pemilu legislatif, meskipun desakan grass root berlatar multi partai sangat menginginkan kepastian itu.

Atau apakah mungkin benar selentingan berita yang berkembang bahwa sebenarnya sejak awal PDIP memang sudah terpasung. Setidaknya seperti yang digambarkan oleh kubu Partai Gerindra mengenai adanya perjanjian tertulis antara Pimpinan PDIP dengan Pimpinan Gerindra sebelum keduanya berpasangan maju sebagai Capres dan Cawapres di Pemilu Presiden 2009 lalu. Dan kabar ini bukan berasal dari sembarang tokoh. Setidaknya Sabam Sirait dan Permadi beberapa kali memberikan pernyataan mengenai kebenaran kontrak politik yang mereke sebut Perjanjian Batu Tulis itu.

Apalagi diperkuat kenyataan bahwa orang nomor satu di Partai Gerindra pada pemilu kali ini tampak adem ayem, tidak seheboh ketika hendak maju bertempur di Pemilu 2009. Apakah dikarenakan sudah sangat yakin dengan konsolidasi mesin politiknya di daerah-daerah yang terbina pasca kekalahannya, meski hanya sebagai calon wakil, pada pemilu yang lalu? Ataukah memang Partai Gerindra merasa memilik rekening suara berjangka yang bisa segera dikonversi menjadi suara dukungan nyata dari PDIP setelah pemilu legislatif nanti?  Wallahualam bisssawab.

Tulisan ini hanyalah sebuah analisis ringan, bisa benar sedikit dan bisa salah banyak. Saya menulisnya juga semata karena ada celah untuk mengintip sebuah fenomena yang bisa sedikit memberikan konfirmasi. Celah itu adalah episode Risma pasca pertemuan Sidoarjo. Kita akan mengamatinya mulai besok sampai 9 Juli mendatang. Semoga tulisan ini tidak merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lain. Harapan saya semata agar PDIP benar-benar konsisten pada komitmen perjuangannya membela wong cilik, setidaknya Risma dan Jokowi telah berusaha mengkonfirmasi kebenaran komtimen itu.

Selamat menikmati tahun politik, tahun demokrasi tanpa basa basi.

Ben Baharudin Nur

-----------------------@Ben369-----------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun