Namun demi menyelamatkan masa depan sekolah dan kepentingan anak didik, pihak Yayasan melalui Rapat Pengurus Yayasan memutuskan menyetujui penggantian Kepala SMA Jaya Sakti. Maka pada bulan Januari 2013, Kepala Sekolah baru, Gugus Legowo, dipilih dan pada bulan Maret dilakukan pelantikan, lalu segera dilaporkan ke pihak Dispendik kota Surabaya.
Apakah urusan selesai? Boro-boro, mendapatkan izin, masih menurut beritarans9.com, yang datang seminggu kemudian justru empat petugas dari Dispendik Kota Surabaya, dua diantaranya diketahui bernama Sigit dan Titik. Mereka langsung masuk ke ruang kelas X, XI dan XI dan menemui siswa-siswi yang sedang belajar. Mereka menyampaikan bahwa sekolah mereka akan disegel sehingga mulai besok siswa-siswi tidak dibenarkan lagi masuk sekolah.
Siswa-siswi di sekolah itu tentu saja panik. Mereka melaporkan kepada orangtua mereka bahwa sekolah mereka akan disegel sehingga tidak boleh masuk sekolah lagi. Setelah kejadian itu, pihak Kepala Sekolah mendapat panggilan dari Dispendik dari Kota Surabaya dan diminta untuk membawa bukti kelangkapan administrasi sekolah.
Berharap adanya penyelesaian, Gugus Legowo memenuhi panggilan itu. Namun apa yang didapatkannya, justru Buku Induk dan Hasil Akreditasi yang dibawa Legowo justru disita dengan “paksa” oleh pihak Dispendik kota Surabaya.
[caption id="attachment_320051" align="aligncenter" width="637" caption="Inilah SMA Jaya Sakti di Kota Surabaya yang nahas siswanya ditolak ikut UN | foto: beritatrans9.com"]
Mengapa Siswanya Tidak Diselamatkan?
Bagi orangtua anak didik yang kini prihatin melihat kenyataan anaknya tidak bisa mengikuti UN, justru menyalahkan pihak Dispendik. Kalau memang sekolah itu bermasalah menurut Dispendik, kenapa anak-anak yang dikorbankan. Harusnya, kata salah seorang orangtua siswa, pihak Dispendik harus mengalihkan anak-anak itu ke sekolah lain yang memenuhi persyaratan agar mereka bisa ikut UN sambil pihak Dispendik menyelesaikan urusannya dengan pihak Yayasan Jaya Sakti.
Menghukum sekolah yang tidak perform mungkin memang tugas dari Dipendik sebagai pengawas pendidikan yang mewakili pemerintah. Tetapi menghukum sekolah dengan mengorbankan anak didik bukanlah tindakan yang bijak. Itu yang disesalkan oleh umumnya orangtua siswa yang kini sedang meratapi nasibnya karena gagal UN sebelum diberi kesempatan berkompetisi.
Kejadian di kota Surabaya ini tidak saja menodai pelaksanaan UN kali ini tetapi sekaligus merusak citra pemerintah Kota Surabaya yang dikenal sangat peduli dengan pendidikan dan masa depan generasi muda Kota Surabaya. Sepertinya Walikota Surabaya, Rismaharini tidak bisa membiarkan kasus ini berlarut-larut. Selain merugikan anak didik dan orangtua siswa, juga merusak citra Walikota Surabaya sendiri yang mendapatkan penghargaan dari berbagai lembaga internasional atas prestasi manajemen pemerintahannya yang patut dicontoh oleh kota lainnya di Indonesia. Semoga ada langkah konkrit segera untuk mengobati kepiluan hati siswa-siswi SMA Jaya Sakti[@bens_369]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H