Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Siapa yang Peduli Dengan Keselamatan Planet ini?

24 April 2014   00:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:17 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_321144" align="aligncenter" width="638" caption="Teori kelahiran bumi versi sekuler yang dikenal dengan teori Generatio Spontanea, diperkenalkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Bahwa kelahiran semesta terjadi begitu saja dari sebuah ledakan yang disebut "][/caption]

Seperti lazimnya suatu peringatan, biasanya kita bertanya yang keberapa? Biasanya dikaitkan dengan umur atau momentum suatu peringatan dimulai. Katakanlah Hari Kartini yang diperingati sehari sebelum hari Bumi ternyata adalah peringatan yang ke-135 dihitung dari Hari Kelahiran Kartini pada 21 April 1879.

Kemarin 22 April 2014 diperingati sebagai Hari Bumi. Kalau kalender Masehi saja baru berumur 2014 tahun. Lalu berapa umur bumi? Para ahli masih berselisih dalam soal ini. Ada pakar yang menghitung berdasarkan umur batuan kuno yang bisa ditemukan diseluruh pelosok bumi memperkirakan sekitar 3,5 milyar tahun.

Di Australia seorang pakar menghitung berdasarkan temuan mineral butir (Zirkon) dan membuat perkiraan usia bumi sekitar 4,5 milyar tahun. Ini konsisten dengan prakiraan usia tata surya kita, Galaxi Bima Sakti yang diperkirakan antara 11 – 13 milyar tahun atau usia alam semesta yang diperkirakan terbentuk antara 10- 12 milyar tahun lalu.

Saya kira sama sulitnya untuk membuat pernyataan apakah bumi ini sudah tua, remaja ataukah masih kanak-kanak? Karena tidak ada pembanding. Saya pribadi cenderung memilih netral. Artinya kalau manusia yang berumur 60 tahun saya sebut tua karena mengacu pada angka rata-rata usia harapan hidup manusia dimana mayoritas ahli sepakat antara 65 – 70 tahun.

Maka para pemuka agama pun tak ketinggalan menakar usia bumi berdasar alkitab rujukan masing-masing. Untungnya kebanyakan mengacu pada tanda-tanda perilaku manusia yang diekspresikan dengan pernyataan bahwa dunia ini sudah tua karena tanda-tanda kiamat banyak terlihat pada perilaku manusia.

Yang tergolong parah dan meresahkan adalah ramalan suku Maya di Amerika Selatan sana. Akibat sebuah bukunya berjudul, "Astronomy in the Maya Codices" (American Philosophical Society, 2011), yang mendapatkan penghargaan Osterbrock Book Prize dalam konferensi  American Astronomical Society, 7 Januari 2013 lalu, ramalannya bahwa kiamat akan terjadi 21 Desember 2012 mengundang keresahan yang luar biasa di seluruh dunia.

Mengapa dampaknya begitu mendunia? Tak lain karena kontribusi internet, dimana banyak pengguna internet di sejumlah media sosial menangkap informasi dan melepasnya kembali melalui akun, pernyataan dan kicauan yang sepenggal-sepenggal. Entah sekedar ucapan kengerian, keprihatinan, ketidakpercayaan dan sebagainya, namun tak urung membuat ramalan itu seakan nyata di depan mata.

Skeptisme

Selain ramalan, ada juga pihak yang memilih tidak peduli alias skeptis, meski kedengarannya berangkat dari suatu keyakinan. “Ngapain repot-repot memikirkan umur bumi, ntar juga kalau sudah kiamat akan ketahuan.” Begitu biasanya pernyataan kaum skeptik yang terdengar baik karena pasrah.

Repotnya kalau pendirian ini terbawa pada sikap hidup menghadapi seruan kalau bumi ini harus diselamatkan secara bersama-sema. Kemunghkinan besar mereka juga berkilah bahwa usaha itu tidak perlu, toh bumi akan hancur binasa bila waktunya tiba, terlepas kita menggiatkan kegiatan yang ramah bumi atau tidak.

Bagaimana kalau karena ulah manusia yang cuek lalu bumi makin panas, banjir terjadi dimana-mana, terjadi krisis energi, krisis pangan, jumlah manusia makin banyak dan repotnya dunia tak kunjung kiamat?

Analoginya karena yakin manusia semua akan mati, maka diusia muda berleha-leha, hidup boros, tak ada tabungan dan di usia tua sakit-sakitan, tapi tak kunjung bisa mati? Memang kelihatan enak ketika tak punya apa-apa lagi karena semuanya sudah dinikmati lebih dahulu, lalu kematian alami datang saat itu juga. Ya sudah, pasti masih ada manusia lain yang mau menguburkan, bukan karena hormat tapi tidak enak dibiarkan tergeletak, jadi ada saja yang menguburnya.

Tindakan dan Optimisme

Rasul Allah, Muhammad SAW, sekali waktu dikisahkan pernah bertitah kepada pengikutnya yang mempertanyakan tentang kiamat dan kesia-siaan usaha manusia. Lelaki buta huruf ini, sebagaimana dikisahkan oleh Ahmad, lalu bertitah: “Jika tiba waktunya hari kiamat, sementara di tanganmu masih ada biji kurma, maka tanamlah segera.

Kalau ditanam sehari sebelum kiamat lalu siapa yang akan menikmati buah pohon kurma itu? Apa keputusan menanam sebutir biji kurma masih berpengaruh menyelamatkan bumi ini dari hari kiamat? Kalaupun besok tidak akan kiamat, apakah pengaruh menanam sebutir biji kurma bagi bumi ini?

Tidak sulit menafsirkan pernyataan di atas. Tinggal memilih mau dicerahkan dengan hikmah dari titah itu atau memilih melihatnya dalam ukuran logika yang tidak memberikan apa-apa kecuali kebanggaan bahwa anda adalah orang yang rasional, meski tak sepenuhnya benar.

Kalau saya memilih menafsirkan pernyataan di atas untuk mendapatkan hikmah. Untuk itu saya menggunakan makna konotatif dimana biji kurma berkonotasi sebagai unsur pembawa kebaikan bagi kehidupan, sesuatu yang sederhana. Dan esok saya maknai secara konotatif sebagai suatu hari yang pasti di masa yang akan datang, bisa nanti malam, besok pagi, tahun depan atau abad mendatang.

Maka melakukan tindakan apa saja yang bisa membawa kebaikan bagi kehidupan di bumi ini saya maknai sebagai kewajiban bagi saya, meski pada akhirnya bumi ini toh akhirnya akan hancur juga karena kiamat pasti akan datang.

Biji kurma berkonotasi sesuatu yang sederhana, konteks keseharian, bukan teknologi tinggi apalagi yang sebutannya canggih. Maka kalau saya memilih tidak menggunakan kantong plastik kresek saat berbelanja, mungkin tak ada yang percaya kalau di pikiran saya bermaksud menyelematkan bumi.Berapa banyak sih belanjaan saya? Ya antara satu sampai dua kantong plastik. Untuk itu saya selalu membawa keranjang yang bisa dipakai berulang-ulang.

Apa sih arti 2 kantong plastik per minggu kalau dibuang? Atau hitunglah 8 kantong per bulan atau 96 kresek per tahun? Saya tidak peduli.Saya hanya ingin menyelamatkan bumi. Anak saya juga melakukannya, istri saya juga, ipar saya ikut-ikutan.

Ketika saya berada di Hokkaido untuk beberapa hari, saya melihat orang lebih banyak membawa kantong belanjaan sendiri di super market. Yang tidak membawa kantong kebanyakan meminta kantong kertas. Ternyata alasannya sama, mengurangi beban bumi dari sampah plastik yang butuh ratusan tahun untuk terurai dan mencegah hewan lain mati karena makan kantong plastik itu.

Di Cairns, Australia perilaku anti kantong plastik kresek lebih massif. Bahkan seorang anak kecil terlihat jijik menyentuh kantong plastik kresek. Katanya itu barang kotor, bisa membunuh penyu kalau terjatuh ke laut karena menyangka makanan. Belajar darimana? Dari sekolah kata orangtuanya.

[caption id="attachment_321143" align="aligncenter" width="638" caption="Siapa bisa menjamin kematian hewan ini bukan karena kantong plastik yang anda buang? | John Cancalosi www.reactproject.org"]

13982459601353608876
13982459601353608876
[/caption]

Believing Is Seeing

Mungkin saya tidak akan pernah melihat bahwa banyak orang yang juga melakukan hal seperti yang saya lakukan kalau saya tidak melakukannya. Artinya karena saya pernah melihat dengan mata kepala banyak hewan mati karena kantong plastik, maka saya percaya yang saya lakukan. Karena saya percaya, maka saya melihat itu juga dilakukan orang lain. Mungkin orang lain melakukannya tanpa saya melakukannya, tetapi perhatian sayalah yang membuat saya melihatnya, believing is seeing!

Mungkin sebahagian orang melakukannya karena melihat orang lain melakukannya dan ternyata memang bermanfaat membuat lingkungan lebih bersih. Karena mereka melihat, makanya mereka percaya, seeing is believing.

Meyakinkan orang bahwa manusia butuh bumi untuk selamatkan kehidupannya, jauh lebih mudah daripada meyakinkan orang bahwa bumi butuh manusia untuk selamatkan bumi. Mengapa demikian? Karena manusia melihat dan merasakan bahwa mereka tak mungkin hidup tanpa udara, tanpa air, energi dan sumberdaya lainnya yang dihasilkan bumi

Tapi akan sangat sulit meyakinkan bahwa manusia secara individu bisa membantu menyelamatkan bumi. Makanya setiap semboyan tentang penyelamatan bumi seperti kata-kata “save our planet”, “save the earth”, “earth day” dipandang selintas sebagai himbauan untuk “seseorang”, bukan untuk “dirinya”. “Apa sih arti tindakan saya seorang diri diantara sekian miliar penduduk bumi yang tidak peduli?” Begitu kira-kira pikiran sebahagian orang.

[caption id="attachment_321140" align="aligncenter" width="638" caption="Hidup di planet yang sama tapi keramahan bumi bisa berbeda, pentingkah air dihemat?  | Ilustrasi: blog.unyouth.org.nz "]

13982454732146151622
13982454732146151622
[/caption]

Ada sebuah pepatah lama yang kiranya masih relevan untuk menggambarkan perilaku manusia terhadap kemurahan hati bumi ini. “Ikan akan mulai menangis menyadari pentingnya air ketika air di kolam mulai surut.

Bagi yang tidak pernah merasakan berjalan sekian kilometer untuk sekedar mendapatkan satu galon air, membuang air bergalon-galon dari keran untuk sekedar mencuci kendaraan bukan hal yang perlu dirisaukan. “It is not a big deal.” Mereka juga tak yakin kalau diminta agar mengurangi frekuensi mencuci mobil dari tiga kali seminggu menjadi sekali seminggu atau sekali dua minggu. “Apakah kalau saya berhenti mencuci mobil otomatis akan membuat orang di Afrika sana tidak kekurangan air lagi?” Sebuah pertanyaan yang sulit dijawab.

Satu orang menyelamatkan bumi mungkin hanya ada dalam cerita fiksi yang pelaku utamanya adalah superhero. Tapi kalau tidak ada satu orang yang memulai maka tak akan pernah menjadi dua, tiga dan seterusnya. Lalu kalau bukan anda atau saya, lalu siapa lagi?

Terlepas apa yang saya atau anda lakukan langsung kelihatan dampaknya, sebaiknya jangan dipikirkan. Bahwa kalau berhemat air itu adalah perbuatan baik, maka berhematlah. Bahwa mengurangi sampah itu perbuatan yang baik, maka lakukanlah pada batas yang anda bisa, mulai dari tindakan-tindakan yang mudah dan terjangkau. Karena setiap kita akan mempertanggungjawabkan sendiri apa yang kita lakukan. Dan Tuhan benci kepada manusia yang berjalan di atas muka bumi ini sambil membawa kerusakan. Saya yakin bukan anda. Selamat Merayakan Hari Bumi, entah yang keberapa dan berapa lagi. [ben369]

__________________________

Referensi:

News: liputan6.com: Ilmuwan: Ini Ramalan Suku Maya Yang Jadi Kenyataan

Aditya Dwi Rahmanto: Berapa umur Bumi Kita Sekatang?

Fachruddin M. Mangunjaya, dkk, 2007.Menanam Sebelum Kiamat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun