Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Openg, Pedang Sang Dewi Keadilan [K.O.M.I.K]

10 Mei 2014   06:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:39 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1399653421354531232
1399653421354531232

Bocah laki-laki itu akrab dipanggil Openg. Menjalani masa kanak-kanak seperti umumnya bocah laki-laki. Persahabatan, kesetiakawanan, pertentangan, perselisihan hingga adu nyali adalah dunia mereka, termasuk latah-latahan. Melihat seorang kawan melakukan ini, ia juga suka tergoda melakukannya. Sampai suatu hari ia latah ikut mengambil kapur tulis di sekolahnya. Kejadian itu sangat membekas diingatan Abraham sehingga tidak bisa melepaskan kisah itu saat ia ditanya soal sikapnya yang sangat deterministik terhadap perilaku koruptif dan dzolim yang bertebaran di sekitarnya.

Openg adalah panggilan kecil Abraham Samad. Sebenarnya Openg itu berasal dari nama bulan kelahirannya yakni 27 Nopember 1966. Sebenarnya panggilannya Nopem, namun lidah Makassar yang suka mengganti banyak akhiran kata "m" dan "n" menjadi "ng", maka nama Nopem akhinya menjadi Nopeng kemudian lalu jadi Openg, nama yang lebih mudah disebut oleh keluarga dan kawan-kawannya.

Menamatkan pendidikannya dari SD hingga S3 di kota Makassar. Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditamatkannya di SMP Nasional sebelum lanjut ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik Cendrawasih tahun 1983. Selanjutnya Ia menamatkan S1, S2 dan S3 semuanya di bidang hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar. Meskipun ia dikenal sangat ramah dan setia kawan, tetapi toleransinya terhadap perbuatan yang menyimpang sangat rendah, bahkan ia tidak bisa berkompromi.

Semasa SMA dia tak jarang harus adu fisik dengan anak lain demi membela temannya yang didzolimi. Tak heran bila banyak rekannya, baik anak lelaki mapun remaja putri yang mengidolakannya. Di masa SMA sudah terlihat sikap kritisnya terhadap berbagai fenomena sosial dan ketidakadilan sosial dan hukum di sekitarnya. Sejak masa itulah sebenarnya Ia sudah memendam mimpi untuk suatu hari dapat bekerja di lembaga dimana Ia bisa mengekspresikan sikap dan pemihakannya, meskipun sebenarnya ibunya berharap Abraham mau menjadi birokrat alias menjadi pegawai negeri yang bagi kebanyakan orang lebih terpandang dan memiliki kepastian pegangan hidup. Tapi ia kemudian memilih jadi advokat dan mengelola LSM sebelum memutuskan untuk masuk ke lembaga penegak hukum besutan reformasi seperti Komisi Yudisial dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tiga kali Ia maju seleksi untuk menjadi komisioner KPK dan dua kali tersandung kegagalan. Sandungan pertama karena saat pertama kali maju itu usianya kurang sebulan dari 40 tahun, batas minimal yang ditetapkan oleh Panitia Seleksi. Kali kedua, selain karena telah menyandang S2 di bidang hukum, ia juga telah memenuhi syarat usia dan persiapan lebih baik, tapi lagi-lagi kandas sampai saat penilaian karya tulis.

Kegagalan itu tak membuatnya patah semangat. Ia bahkan bertekad merampungkan S3-nya untuk memampukan diri bersaing maju ke seleksi berikutnya.  Tekadnya untuk bekerja di lembaga yang dapat mewujudkan niatnya melawan pelaku korupsi, diperjuangkannya dengan sungguh-sungguh. Ia akhirnya lolos seleksi meski hanya ditempatkan di peringkat kelima diantara delapan calon pimpinan KPK. Mereka adalah Bambang Widjojanto, Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, Handoyo Sudrajat, Abraham Samad, Zulkarnaen, Adnan Pandu Praja dan Aryanto Sutadi.

Kehadiran tokoh muda di dalam bursa calon pimpinan KPK selain membawa harapan baru, juga menimbulkan kontroversi tentang kematangannya memimpin lembaga ad hoc yang penuh kontroversi itu. Makanya ketika terpilih dengan 43 suara disusul Busyro Muqaddas 5 suara dan Bambang Widjoyanto 4 suara yang sudah malang melintang di KPK pada periode sebelumnya, banyak yang terkejut. Sebahagian melihat niat DPR yang memilih mereka melalui fit and proper test yang ketat tulus untuk mendorong lembaga anti rasuah itu lebih garang. Sebahagian lagi menganggapnya upaya melemahkan KPK dengan mendorong sosok muda yang belum berpengalaman dibanding pengalaman Busyro Muqaddas misalnya yang pernah menjadi Ketua Komisi Yudisial atau Bambang Wijoyanto yang kiprah sebelumnya sering menghiasi media cetak dan elektronik ibukota.

Terlepas dari kontroversi itu, memang satu hal yang menguntungkan Abraham, karakternya belum banyak terbaca. Meski di Makassar Ia gencar melancarkan gerakan anti korupsi melalui LSM yang dibentuknya dan sekaligus dirinya menjadi koordinator, Anti-Corruption Committee, tapi mungkin kiprah lembaga itu tidak dipandang sebagai ancaman orang-orang yang sebenarnya khawatir kalau pimpinan KPK terlalu kuat.

Ia memang anak kolong, istilah untuk anak-anak tentara yang biasanya identik dengan sikapnya yang keras. "Saya anak kolong, Isteri saya juga seorang anak tentara," jelas Abraham saat ditanya soal kehidupan pribadinya ketika fit and proper test di DPR  tahun 2011 silam.

Juga tak banyak yang tahu kalau kehidupan masa kecil dan remaja Abraham jauh dari kemewahan. Apalagi ia ditinggal ayahnya ketika masih berusia 10 tahun, bersekolah atas usaha ibunya mengelola peninggalan ayahnya yang tidak seberapa. Apalagi kegiatannya yang lebih banyak berhubungan dengan LSM yang nirlaba dan profesi advokatnya yang penghasilannya bisa disebut sekedar penyambung hidup. Makanya istrinya, Indriana Kartika yang dinikahinya 16 tahun lalu harus menopang ekonomi keluarganya dengan menerima jahitan baju pesanan keluarga dan teman-temannya.

Kalaupun rumahnya di Makassar yang ditinggalinya sebelum masuk ke KPK sedikit agak lega, itu bukan miliknya melainkan milik mertuanya, termasuk kendaraan yang terparkir di garasi. Meskipun ayah Indriana, Brigjen (purn) Djuritno pernah menjabat beberapa tahun sebagai Bupati Mamuju periode 1989 - 1994 tetapi ia hanya memiliki 1 rumah di Makassar yang didiaminya bersama istri dan anak-anaknya. Sepeninggal mertuanya Abraham bersama istri dan dua anaknya pindah menumpang ke rumah mertuanya setelah sekian lama hanya tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil.

Latar kehidupannya yang sederhana menjadi kekuatan Abraham dan istrinya untuk tidak tergiur pada materi kecuali mensyukuri dan menghemat gaji yang diterimanya dari KPK. Sepasang anaknya, Nasya Thahira (15) dan Syed Yasin Rantisi (9) kini tinggal di Jakarta. Mendampingi suami yang profesinya penuh resiko, Adriana mengaku sudah sangat siap lahir batin sejak awal. Bahkan ketika masih tinggal di Makassar mendamping suaminya yang selalu bersinggungan dengan pelaku korupsi, Indriana sudah terbiasa dengan segala bentuk teror dan intimidasi.

Itulah sekelumit kisah Abraham Samad, tokoh kali ini yang kisahnya saya interpretasikan menjadi komik atas request kompasianer Indria Salim. Gambar-gambar komik adalah hasil daur ulang foto-foto yang tersebar di internet untuk maksud memperkuat penyampaian pesan. Adapun dialog dan pernyataan Abraham sebahagian besar saya kutip dari tautan di bawah ini. [@ben369]

Nikmati Komik Lainnya:

Ahok, Sang Pendekar Salmon

Satria, Let's Move On !

Demokrasi Yang Sehat

http://www.tribunnews.com/nasional/2011/12/07/abraham-samad-openg-itu-nama-kecil-saya

http://www.antikorupsi.org/id/content/lebih-dekat-dengan-abraham-samad-dua-kali-gagal-percobaan-ketiga-jadi-ketua

http://www.wartanews.com/nasional/d8f3beba-9911-4dab-84bf-bae54f93c9fb/abraham-samad-saya-anak-kolong

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun