Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memilih "Netral" SBY Punya Hitungan Sendiri

21 Mei 2014   02:33 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:18 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_324690" align="aligncenter" width="510" caption="Ketua Harian, Sjarief Hasan didampingi Sekjen PD, Edhi Baskoro Yudhoyono saat melakukan Konfrensi Pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Selasa (20/05) pukul 4:10 | Screenshoot MetroTV/ Ben"][/caption]

Teka-teki seputar sikap yang akan diambil oleh Partai Demokrat setelah sebelumnya sempat mengambang pasca pernyataan Ketua Umumnya, Susilo Bambang Yudhoyono sesaat setelah Rapimnas Partai Demokrat ditutup pada hari Ahad 18/05, mulai terkuak. Sebelumnya SBY sempat menyatakan bahwa pada Pemilu Presiden kali ini partainya telah memutuskan untuk bersikap “netral”. Pernyataan yang dijanjikan akan dijelaskan lebih lanjut beberapa hari kemudian.

Itulah salah satu dari lima poin yang disampaikan oleh Ketua Harian Partai Demokrat, Sjarief Hasan dalam konfrensi pers yang diadakan sekitar jam 16:10 Selasa sore ini (20/05) di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat.

Kelima poin penting yang disampaikan Syarief Hasan dalam konfrensi pers yang dimaksudkan sebagai penyampaian resmi Partai Demokrat kepada masyarakat Indonesia dan kader Partai Demokrat di seluruh tanah air, sebagai berikut.

Pertama, bahwa PD pada Pemilihan Presiden kali ini akan mengambil posisi “netral”, tidak akan memihak secara formal baik ke kubu Jokowi-JK maupun ke kubu Prabowo – Hatta Rajasa.

Kedua, meskipun tidak memihak dalam arti “non-block”, tidak berarti PD akan memilih menjadi kelompok yang tidak berpartisipasi atau menjadi Golongan putih (Golput).

Ketiga, suara pemilih dari PD akan diberikan kepada partai yang se-visi, se-platform dan memiliki program kerja yang sejalan dengan pemikiran dan kebijakan PD.

Keempat, PD akan mengkritisi visi, misi platform setiap kubu dan tidak akan mendukung kubu yang janji-janjinya tidak bisa dilaksanakan atau kalau dipaksakan akan membahayakan kehidupan berbangsa ke depan.

Kelima, meminta kepada siapapun kubu yang menang agar tetap melanjutkan program-program yang disukai dan bermanfaat untuk rakyat. Boleh diperbaiki tetapi yang sudah berjalan baik agar dipertahankan.

Kelima pernyataan tersebut di atas secara tersirat sekaligus menjawab mengapa PD tidak bisa secara gamblang menyatakan keberpihakannya kepada kubu Prabowo-Hatta Rajasa meskipun secara hubungan kekerabatan dan kedekatan emosional Partai Demokrat bersama kader dan pengurusnya memang lebih dekat ke kubu Prabowo-Hatta Rajasa.

Lihatlah hasil jajak pendapat internal demokrat saat ditanyakan mengenai arah PD ke depan diantara sejumlah opsi. 56 % memilih tidak memihak pada salah satu kubu, 20 % memilih untuk Demokrat membentuk poros ketiga, dan ada 24 % menyarankan bergabung dengan kubu Prabowo dan 0 % yang memilih ke kubu Jokowi.

Meski sudah menutup pintu terhadap kubu Jokowi, kelihatannya SBY masih khawatir dengan sejumlah pernyataan Prabowo selama masa kampanye Pileg beberapa waktu lalu yang berjanji akan melakukan nasionalisasi dan menutup kesempatan asing untuk ikut terlibat dalam pengelolaan sumberdaya alam Indonesia.

Pernyataan itu sebenarnya sudah pernah dibantah oleh SBY bahwa hal itu meskipun masuk diakal tapi sulit untuk dilaksanakan mengingat Indonesia juga memiliki kepentingan dan ketergantungan dengan pihak luar negeri. Bila langkah itu diambil kata Prabowo pada waktu itu, Indonesia bisa dikucilkan dari kancah percaturan ekonomi masyarakat dunia. Bisa jadi minat investasi asing ke Indonesia akan terhenti yang akan menyulitkan perekenomian Indonesia sendiri. Hal ini yang secara khusus diingatkan oleh SBY kepada semua kubu agar jangan berpikir apalagi memprogramkan nasionalisasi yang membabi buta yang akan mengancam masa depan Indonesia sendiri.

Bila sikap kubu Prabowo, terutama Prabowo sendiri bisa melunak dalam urusan “anti asing” itu dalam beberapa hari ke depan, tidak menutup kemungkinan PD akan merapat ke kubu Prabowo-Hatta. Seperti kata Sjarief Hasan sikap “netral” ini sifatnya sementara dan bisa berubah sewaktu-waktu sesuai perkembangan situasi.

Hal lain di balik kehati-hatian SBY yang tidak banyak diungkapkan oleh media adalah terutama berkaitan dengan nilai jual SBY di pentas internasional.Dari berbagai pemberitaan di media luar, selama masa pemerintahannya SBY dipandang berhasil membawa Indonesia sebagai pemain kunci dalam berbagai penyelesaian masalah internasional sehingga pantas kalau SBY banyak digadang-gadang sebagai bakal pengganti Ban Ki-Moon sebagai Sekjen PBB.

Bagaimana sikap SBY ke depan bila ternyata pemerintah yang berkuasa di Indonesia bukan pemerintahan yang lahir dari dukungannya, sekecil apapun itu? Atau bagaimana kalau ternyata SBY justru berada pada posisi yang berseberangan dengan partai yang berkuasa di Indonesia? Tentu hal ini akan menyulitkan posisinya kelak bilaSBY menjadi pejabat di lembaga internasional. [@bens_369]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun