Banyak yang heboh saat Bapak Nadiem Makarim didapuk menjadi Mendikbud bahkan sampai-sampai ada yang berseloroh seperti:
- Untuk ke depannya angkutan ke sekolah-sekolah mesti pake GoJek
- Untuk pembayaran SPP pake GoPay
- Untuk bekal makan anak-anak pake GoFood
Di balik itu semua tentunya ada harapan besar dari masyarakat Indonesia kepada Mendikbud baru untuk bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan tenaga kependidikan. Melalui artikel ini saya ingin menyampaikan harapan-harapan tersebut.
Pertama, berhubung Bapak Nadiem pernah menjadi bos salah satu perusahaan Teknologi Informasi (TI) terbesar di Indonesia hendaknya proses pengelolaan administrasi pendidikan bisa diarahkan berbasis TI dimana semua prosesnya diarahkan ke pengurangan pemakaian kertas (paperless). Kemudian, untuk proses pengangkatan guru tetap baru dan sertifikasi guru bisa dilakukan lewat sistem informasi ini untuk menghindari kecurangan (seperti orang-orang titipan).
Selain itu pemetaan kebutuhan guru-guru baru untuk sekolah-sekolah berdasarkan demografi bisa juga dipetakan melalui sistem informasi ini jadi bisa benar-benar diketahui data sebenarnya.
Kedua, saya berharap Bapak Nadiem bisa merevisi kurikulum yang sudah ada dimana untuk murid-murid Sekolah Dasar (SD) hendaknya materi pelajarannya janganlah yang susah-susah tetapi hendaknya difokuskan untuk pendidikan akhlak dan karakter. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan mengembangkan sikap toleransi, menghargai orang lain, berpikir kritis, terampil berbicara di depan umum, mampu bekerja sama dengan orang lain dan lain sebagainya. Diharapkan dengan adanya pendidikan ini bisa memperkuat pondasi mental anak-anak kita.
Kita sudah sering mendengar berita bagaimana murid berani melawan gurunya bahkan sampai ada yang menusuk gurunya yang berujung maut pada guru tersebut Oleh karena itu saya sangat berharap diterbitkannya peraturan dari Mendikbud tentang perlindungan guru. Kalau bisa guru-guru tersebut dalam menghukum murid/siswa jangan selalu dikaitkan dengan isu HAM karena pada dasarnya guru menghukum siswa-siswanya/murid-muridnya supaya mereka bisa menguasai pelajaran yang diberikan dan juga meningkatkan disiplin anak-anak tersebut. Selagi hukuman dari guru tersebut masih dalam batas wajar hendaknya bisa dimaklumi oleh pihak orang tua murid/siswa dan pihak yang berwajib.
Dari pengamatan saya bahwa salah satu sebab menurunnya kualitas pendidikan kita adalah kurangnya perlindungan terhadap guru tersebut saat guru tersebut memberikan hukuman kepada murid/siswanya. Yang terjadi di lapangan malah cukup miris. Ada berita tentang bagaimana seorang guru yang memangkas rambut muridnya karena gondrong eh keesokan harinya malah bapaknya si murid yang memangkas rambut guru tersebut. Hendaknya orang tua siswa/murid itu harus bisa diproses secara hukum akan tetapi pada kenyataannya malah tidak ada sanksi apa-apa terhadap orang tua murid tersebut. Jadi bagaimana guru bisa mengajar dan mendidik dengan baik jika selalu merasa was-was jika hukuman yang diberikan kepada muridnya akan dibalas oleh orang tua muridnya. Intinya martabat guru harus bisa dijunjung tinggi.
Sebaiknya anak-anak SD itu jangan terlalu banyak diberi tugas dan pelajaran karena itu adalah masa-masa mereka untuk bermain. Jika tetap dipaksakan tentunya sangat tidak baik untuk kondisi psikologis anak-anak tersebut. Anak-anak tersebut yang sejatinya waktunya dihabiskan bermain dengan teman-temannya malah dihabiskan untuk ikut les privat demi mengejar ketertinggalan pelajaran. Hal ini tentu cukup membebani mereka dan membuat anak-anak tersebut menjadi kurang bahagia serta akan membentuk karakter mereka menjadi individualistis.
Satu hal yang saya rasa tidak ada pada pendidikan kita adalah pementasan drama. Saya sering melihat di film-film dan serial TV luar negeri dimana sering ditampilkan adegan anak-anak melakukan pementasan drama bahkan di film animasi Despicable Me juga ada adegan tersebut. Saya liat pementasan drama tersebut mengasah banyak kemampuan sekaligus seperti kemampuan berbicara di depan umum (ya mau tidak mau si pemain harus berbicara), bekerja sama dengan orang lain (bagaimana para pemain saling berbagi peran) dan kreativitas (bagaimana mereka menampilkan karakter sesuai pemahaman pemain).
Jadi saya rasa hendaknya materi pementasan drama wajib dimasukkan ke mata pelajaran mungkin ke mata pelajaran Bahasa Indonesia atau bisa juga lintas mata pelajaran.
Selanjutnya juga dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia materi mengarang sepertinya sudah tidak terlalu penting lagi. Padahal zaman saya dulu materi mengarang itu mendapatkan porsi bahasan yang cukup besar. Gara-gara disuruh meresensi novel-novel angkatan 66 saya jadi tau tentang Siti Nurbaya, Azab dan Sengsara, Sengsara Membawa Nikmat, dan lain-lain jadinya pengetahuan sastra jadi meningkat. Walhasil anak-anak zaman sekarang taunya cuman buat proposal (berbasis pengetahuan itupun dicomot dari mbah Google).