Setiap tanggal 30 September, malamnya TVRI selalu menayangkan film Pemberontakan G30S PKI. Bagi sebagian pihak itu adalah film horor dan saya juga tidak menontonnya karena waktu kecil saya paling takut dengan film-film horor. Untunglah sekarang film tersebut sudah tidak diputar lagi.
Kronologis G30S PKI
Mencermati kronologis G30S PKI cukup menarik karena ada banyak versi tetapi versi yang paling umum dijumpai ada 2 (dua) yaitu:
1. Versi PKI. Di sini disebutkan bahwa ada dewan revolusi yang merencanakan kudeta terhadap presiden Soekarno. Dewan revolusi ini terdiri dari Letnan Jenderal Ahmad Yani, b. Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal Haryono Mas Tirtodarmo, Mayor Jenderal Suwondo Parman, Brigade Jenderal DI Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
2. Versi Orde Baru. Di sini disebutkan bahwa PKI merencanakan kudeta dengan menangkap para jenderal. Para jenderal ini terdiri dari  Letnan Jenderal Ahmad Yani, b. Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal Haryono Mas Tirtodarmo, Mayor Jenderal Suwondo Parman, Brigade Jenderal DI Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. PKI lalu mengeksekusi mati mereka dimana sebagian besar mayat para jenderal ini dibuang ke lubang buaya.
Tetapi apapun itu karena pemerintah Order Baru yang waktu itu presidennya adalah Bapak Soeharto yang menang maka tentulah versi Orde Baru yang digunakan. Bahkan sampai-sampai dimasukkan ke mata pelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah dan Perjuangan Bangsa).
Masalah dan Polemik G30S PKI
Terlepas dari siapa yang benar dan salah pada kasus G30S PKI tetapi tetap saja G30S PKI menyisakan banyak masalah dan polemik.
Pertama, sudah menjadi rahasia umum bahwa pihak keluarga Soekarno ‘berseteru’ dengan presiden Soeharto. Hal ini dipicu karena presiden Soekarno dibatasi komunikasinya dan dibatasi pergerakannya oleh pemerintah saat itu. Bahkan saat presiden Soekarno sakit-sakitan juga tidak diizinkan untuk berobat ke luar negeri oleh presiden Soeharto. Keluarga Soekarno yang ingin menjenguk juga dibatasi dan terkesan dilarang-larang.
Kedua, banyak terjadi korban salah tangkap dari G30S PKI. Dalam artian dituduh PKI padahal sebenarnya bukan PKI. Bahkan pemerintah Orde Baru menggunakan isu PKI untuk menangkal pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah Orde Baru saat itu. Jadi jika ada yang menentang pemerintah saat itu maka bisa langsung ditangkap dan dianggap sebagai PKI.
Ketiga, pihak keluarga yang ditangkap karena peristiwa G30S PKI harus mengalami diskriminasi sosial dan politik. Dari sisi sosial, mereka dikucilkan dari masyarakat. Dari sisi politik, mereka tidak diizinkan ikut dalam pemerintahan. Bayangkan saja betapa sulitnya mereka hidup dengan kondisi seperti itu.Â