Gara-gara administrasi ini, banyak dosen yang termasuk kategori mumpuni harus mengalah kepada dosen baru. Semua itu hanya gara-gara dosen baru ini menyandang gelar S2/S3. Padahal seharusnya pemerintah menghargai jerih payah dosen tidak S2/S3 yang selama ini telah mendidik mahasiswa di saat pemerintah kekurangan dosen S2/S3. Kalaupun mau diadu kemampuannya saya rasa dosen-dosen tidak S2/S3 jauh lebih menguasai materi dibandingkan dengan dosen-dosen baru yang S2/S3.
Lalu jika ke depannya dosen sudah S3 semua dan kualitas pendidikan kita juga tidak naik-naik apa yang mau dilakukan pemerintah? Pertanyaan ini wajib dipahami oleh pemerintah. Karena memberikan prasyarat S3 itu seperti mengulur-ulur waktu untuk sebuah bom waktu. Di saat pemerintah menyadari bahwa jenjang pendidikan tidak berpengaruh terhadap kualitas pendidikan tinggi kita maka itu sudah terlambat.
Saya membayangkan ke depannya, saat negara-negara lainnya sudah bisa memproduksi mobil, alat-alat berat, komputer sendiri dan negara kita cuman bisa mengekspor bahan-bahan mentah. Padahal perusahaan berbentuk jasa seperti GOOGLE, MICROSOFT, ORACLE tidak perlu bahan-bahan mentah.
Terakhir, kenapa selalu dosen/guru yang ditekan harus S2/S3 sedangkan pejabat pemerintah tidak. Padahal jelas-jelas bahwa pejabat pemerintah itu dibutuhkan yang memiliki intelektual lebih. Dari segi gaji dan fasilitas, jelas-jelas bahwa pejabat pemerintah itu jauh lebih tinggi daripada dosen. Akhir kata, moga-moga ini bisa menjadi renungan kita bersama dan pemerintah sehingga bisa arif dalam menyikapi setiap kebijakan untuk pendidikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI