Mohon tunggu...
ben10pku
ben10pku Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pemerhati (yang kata banyak orang) sangat jeli menilai sesuatu.

Generasi 70an. Suka membaca novel pengembangan kepribadian. Tokoh favorit adalah karakter-karakter Walt Disney.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[Hut RI ke-71/2016] Benderaku Merah Putih

3 Agustus 2016   09:38 Diperbarui: 3 Agustus 2016   09:50 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Adalah permintaan Shimizu, seorang perwira Jepang yang menjabat sebagai kepala barisan propaganda di Gunseikanbu (Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Sumatera) untuk membuat bendera Merah-Putih yang besar itu, sesungguhnya sesuai dengan “janji kemerdekaan” yang telah dinyatakan Jepang secara terbuka pada September 1944, dimana rakyat di izinkan mengibarkan bendera Merah-Putih berdampingan dengan bendera Jepang pada hari – hari besar.

Untuk mendapatkan cita atau bahan kain untuk membuat bendera besar yang yang pantas dikibarkan di halaman luas rumah besar Pegangsaan Cikini tersebut cukup sulit selama pendudukan Jepang. Rakyat Indonesia bahkan menggunakan pakaian yang dibuat dari bahan karung atau goni, disebabkan kelangkaan tekstil pada masa itu. Shimizu lalu memerintahkan seorang Perwira Jepang untuk mengambil kain merah dan putih secukupnya, untuk diberikan kepada Ibu Fatmawati. Dua blok kain merah dan putih dari katun halus itu setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus yang diperoleh dari sebuah gudang di Jalan Pintu Air Jakarta Pusat, yang kemudian diantarkan oleh Chaerul Shaleh ke Pegangsaan.

Peran Ibu Fatmawati yang ketika itu berusia 22 tahun sangatlah penting. Ketika membuat bendera besar itu, Ibu Fatmawati sedang hamil tua mengandung bayinya yang pertama. “menjelang kelahiran Guntur, di saat usia kandungan mencukupi bulannya, saya paksakan diri menjahit bendera Merah-Putih itu.” Ujar Ibu Fatmawati. Dikarenakan kondisi fisiknya, dan juga karena ukuran bendera yang besar, pekerjaan tersebut baru selesai dalam dua hari. “Berulang kali saya menumpahkan air mata diatas bendera yang sedang saya saya jahit itu.” Kenang Ibu Fatmawati, titik-titik airmata beliau yang tumpah pada bendera pusaka itu, lalu terajut kedalam benang-benang katun halus itu, merupakan sumbangan seorang perempuan Indonesia kepada Bangsanya.

Pada tanggal 3 Januari 1946, ujian berat dihadapi Republik Indonesia, dikarenakan pasukan sekutu yang dikirim ke Indonesia, ternyata disusupi oleh Pasukan Belanda. Belanda kembali melncarkan agresi militernya, dikarenakan Pemerintah Hindia Belanda tidak mengakui Kemerdekaan dan Kedaulatan Republik Indonesia. Akhirnya dikeluarkan pengumuman

Pemerintah Republik Indonesia tertanggal 4 Januari 1946 berbunyi : “Berhubung dengan keadaan di kota Jakarta pada dewasa ini, Pemerintah Republik Indonesia menganggap perlu akan Presiden dan Wakil Presiden berkedudukan di luar Jakarta. Oleh sebab itu sejak kemarin Presiden dan Wakil Presiden telah berangkat ke tempat kedudukannya yang baru di Yogyakarta.

Agresi Belanda terus dilancarkan untuk menekan Pemerintah Republik Indonesiahingga akhirnya pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda berhasil menduduki kota Yogyakarta. Presiden, Wakil Presiden, dan pemimpin-pemimpin besar yang lain ditawan dan diasingkan oleh Belanda. Foto Bung Karno memegang bendera Merah-Putih ketika hendak naik ke jip tentara Belanda disebarluaskan oleh pihak Belanda untuk mematahkan semangat perjuangan Bangsa Indonesia.

Bung Karno sempat melakukan aksi penyelamatan terhadap bendera Merah-Putih dengan menitipkan bendera tersebut pada Husein Mutahar, Ajudan Presiden untuk diselamatkan karena bendera itu mempunyai nilai sejarah karena dikibarkan pada saat Proklamasi Kemerdekaan. Dalam keadaan genting, Mutahar membuka jahitan bendera itu dengan bantuan Ibu Pernadinata. Maksud Mutahara adalah jika sudah menjadi dua carik kain maka tidak akan dicurigai oleh Belanda sebagai bendera. Mutahar meletakkannya masing-masing carik kain pada bagian dasar dua tas yang kemudian diisinya penuh dengan pakaian dan kelengkapan pribadi lainnya. Siap untuk dibawa mengungsi.

Mengingat bahwa Bendera sebagai Lambang Negara dan juga kondisi sudah mulai tenang, bendera yang mempunyai nilai sejarah tinggi harus selalu berada di dekat Presiden Soekarno.Mutahar kemudian meminjam mesin jahit milik seorang Dokter untuk menyatukan dua carik kain merah dan putih kembali menjadi bendera, setelah menerima surat pribadi dari Presiden Soekarno yang dibawa oleh Sudjono, yang mana isi surat tersebut untuk di bawa ke Mentok. Penjahitan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk mengembalikan bendera ke bentuk aslinya. Setelah bendera berhasil disatukan, lalu dibungkus dengan kertaas Koran untuk menyamarkannya, dan diserahkan kepada Sudjono. (kelak pada Tahun 1961, Husein Mutahar menerima Anugrah Bintang Mahaputera yang disematkan sendiri oleh Presiden Soekarno, atas jasanya menyelamatkan bendera itu.)

Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, beserta beberapa pemimpin Republik Indonesia tiba kembali dari pengasingan di Yogyakarta. Sebulan kemudian, tepatnya tanggal 17 Agustus 1949, bendera bersejarah itu dikibarkan kembali didepan Gedung Agung untuk memperingati Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke empat.

Sumber:  http://paskibra7model.tripod.com/id10.html

Tulisan ini saya buat karena tadi pagi saat mau berangkat kerja di kantor saya melihat taksi biru dengan dua bendera merah putih berukuran kecil (satu di antenanya dan satu di kaca spionnya). Lalu paginya iseng-iseng saya GOOGLING tentang sejarah bendera merah putih dan setelah membacanya saya jadi berpikir betapa pentingnya makna sebuah bendera. Saya jadi teringat tahun 2005an di Pekanbaru sini dimana atas dasar himbauan dari pihak yang saya tidak ketahui asalnya tetapi tiba-tiba saja muncul tren pemasangan bendera merah putih berukuran kecil di kaca spion sepeda motor, mobil dan truk. Hal ini dilakukan mulai dari awal agustus sampai hari H-nya (17 Agustus) bahkan tak jarang mungkin karena keasyikan malah bisa sampai berbulan-bulan bendera-bendera kecil ini menghiasi kaca spion setiap kendaraan di kota Pekanbaru sini. Akan tetapi sayang sekali selama beberapa tahun terakhir ini saya melihat bahwa tren ini sudah tidak berlanjut.

Saya menghimbau marilah kita sama-sama memasang bendera merah putih berukuran kecil di setiap kendaraan yang kita punyai. Bagi saya ini adalah tandanya bahwa kita benar-benar merasakan merdeka dan menghargai kemerdekaan. Tahukah Anda bahwa karena merdeka makanya kita bisa merasa bebas? Tahukah Anda bahwa zaman dulu mau melakukan perayaan apa saja (termasuk keagamaan) tidak bisa karena dianggap oleh penjajah sebagai rencana untuk memberontak. Tahukah Anda bahwa pengibaran bendera merah putih itu sebagai simbol perjuangan di masa perjuangan kemerdekaan karena siapapun yang berani mengibarkan bendera merah putih jika ketahuan pihak Belanda akan ditembak? Taukah Anda bahwa pada banyak kasus perjuangan dengan masih berkibarnya bendera merah putih itu menyatakan bahwa bangsa Indonesia itu masih ada?

Jadi di zaman sekarang dimana kita bisa memiliki rasa kebebasan dan kebebasan itu karena adanya kemerdekaan dan kemerdekaan itu salah satu simbolnya adalah bendera merah putih terus kenapa kita tidak merayakannya dengan bendera? Saya rasa dengan berkibarnya bendera di kaca spion kita-kita ini sebagai bukti bahwa kita mensyukuri kemerdekaan kita. Memang berapalah harga sebuah bendera berukuran kecil? Akan tetapi makna yang terkandung di dalamnya sangatlah dalam. Saya sangat yakin para pejuang yang sudah berada di sisi Tuhan pastilah senang melihat kita dengan bangga memasang bendera. Marilah kita sama-sama memenuhi jalan-jalan dengan bendera-bendera kecil kita.....

PS Saya bukan penjual bendera merah putih ya :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun