Mohon tunggu...
BEM Kema FPEB UPI
BEM Kema FPEB UPI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Unit Pers Mahasiswa Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis UPI

Unit Pers Mahasiswa Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis UPI menjadi sebuah media bagi BEM KEMA FPEB UPI dalam menyebarkan informasi - informasi yang kredibel dan bisa menjadi wadah bagi Masyarakat FPEB dalam publikasi artikel,opini dan lain lain

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskusi Publik: Menelistik Enigma Biaya Pendidikan di Kampus Pendidikan

21 Agustus 2021   19:06 Diperbarui: 21 Agustus 2021   19:09 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rabu, 18 Agustus 2021 BEM KEMA FPEB UPI melaksanakan sebuah diskusi publik bertajuk “Menelisik Enigma Biaya Pendidikan di Kampus Pendidikan”. Diskusi itu di hadiri oleh banyak narasumber diantaranya seluruh Ketua BEM Fakultas, Ketua BEM UPI Kampus Daerah, Presiden Mahasiswa BEM REMA UPI dan Direktur  Direktorat Kemahasiswaan UPI beserta jajarannya. Dilatarbelakangi oleh problematika yang sedang  terjadi di kampus Universitas Pendidikan Indonesia salahsatunya tentang permasalahan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Dalam diskusi ini semua pihak diperkenankan menyampaikan pandangan dan pengetahuannya secara factual dan ilmiah tentang biaya pendidikan. Tidak hanya itu, para ketua BEM fakultas dan kampus daerah juga menjadikan ini sebagai ajang menyampaikan aspirasi dan keresahan terkait permasalahan yang selalu terjadi di UPI. Mereka merasa bahwa UPI sebagai kampus dengan label pendidikan yang harusnya mampu menjadi leading sector pendidikan bangsa justru hari ini dirasa menjadi kampus  yang paling memiliki permaslahan pendidikan.

Pendidikan Sebagai Sektor Fundamental Bangsa

Jika dibahas secara terminologi, pendidikan adalah usaha/proses pengubahan sikap dan perilaku individu atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan. Namun apa jadinya jika pendidikan ini tidak dapat dirasakan oleh seluruh generasi bangsa?. Kita memahami bahwa problematika bangsa hari ini  selalu dimulai dari hal yang paling fundamental, yaitu pendidikan. Pendidikan yang tidak merata dan tidak berprinsip keadilan menjadi akar masalah moralitas, intelektualitas serta mentalitas generasi bangsa yang semakin mengalami degradasi. Pasalnya para penguasa hari ini baik di tataran pemerintah maupun lembaga pendidikan semakin mewajarkan komodifikasi pendidikan atau menjadikan pendidikan sebgai bahan komoditas

UPI yang merupakan kampus pendidikan seharusnya mampu menjadi Leading Sector dan contoh bagi seluruh lembaga pendidikan di Indonesia, kini justru malah dirasa menjadi lembaga yang paling memiliki permasalahan pendidikan. Keberpihakan yang dirasa masih tidak jelas dan tumpang tindih membuat kita selaku mahasiswa dan fungsionaris organisasi mahasiswa di dalamnya geram dan bertanya-tanya, kemana sebetulnya khittah UPI sebagai kampus pendidikan kampus peradaban?

Menyingkap Permasalahan Biaya Pendidikan

Prof. Dr. H. Suwatno, M.Si. selaku Direktur Direktorat Kemahasiswaan UPI membantah, beliau mengatakan bahwa perihal pembiayaan pendidikan itu bukanlah merupakan “enigma” (teka-teki), karena semua informasi terkait dengan aturan pembiayaan pendidikan (termasuk di perguruan tinggi/kampus pendidikan) sudah jelas (clear) dan dapat diakses bebas oleh publik.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Statuta Universitas Pendidikan Indonesia, pemerintah menyediakan dana untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi khususnya UPI yang dialokasikan dalam APBN, lalu pendanaan UPI bisa berasal dari unsur masyarakat, biaya pendidikan, pengelolaan dana abadi dan usaha-usaha UPI, kerjasama tridarma, UPI juga dapat pendanaan dari APBD. Jadi selain dari APBN, sumber pendanaan UPI juga berasal dari biaya pendidikan yang dibayarkan oleh mahasiswa sesuai pasal 46 ayat 3 yakni setiap mahasiswa ikut menanggung biaya penyelenggaraan, kecuali bagi mahasiswa yang ditetapkan lain oleh UPI.

Besaran biaya pendidikan mahasiswa merujuk dari peraturan kemendikbud no 25 th 2020 tentang standar status biaya operasional pendidikan tinggi di PTN. UPI sendiri sebagai salah satu PTN BH memiliki kebijakan untuk memberikan keringanan dalam pembayaran UKT bagi yang kurang mampu. Sebagai contohnya dapat membaca di Peraturan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Pemberian Keringanan Pembayaran Biaya Pendidikan Bagi Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Bentuk keringanan nya dijelaskan dalam pasal 4 yaitu dalam bentuk pengurangan dan angsuran.

Perihal prosedur pengajuan keringanan UKT yang terbaru dapat dilihat dalam Keputusan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Nomor 1324/Un40/Ku/2021 Tentang Kewajiban Membayar UKT Bagi Mahasiswa Yang Mengusulkan Keringanan Pembayaran UKT Semester Ganjil Tahun Akademik 2021/2022. Didalamnya dijelaskan antara lain:

  • Diwajibkan terlebih dahulu membayar dengan rincian sebagai berikut:
  • UKT Golongan I dan II sebesar Rp. 250.000,-
  • UKT Golongan III dan IV sebesar Rp. 500.000,-
  • UKT Golongan di atas IV, sebesar Rp. 1.000.000,-
  • Besaran dan nomor tagihan bisa dilihat di student.upi.edu.
  • Pembayaran dilaksanakan mulai tanggal 20-25 Agustus 2021.
  • Mahasiswa yang dapat mengikuti kelonggaran pembayaran UKT tersebut hanya yang terdata dalam data hasil wawancara dan direkomendadikan mendapat bantuan UKT.

Setelah pemaparan panjang yang disampaikan oleh Dirmawa UPI, Ketua BEM KEMA FIP saudari Azmi mengatakan “Pendidikan berbicara tentang hak segala bangsa, namun setiap warga negara terhalang dan terkendala dengan biaya. Sudah tertera di landasan konstitusi (UUD 1945 pasal 31) dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, mewajibkan pendidikan dan pemerintah mebiayainya. Tidak ada regulasi yang jelas terkait biaya. Sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Prof Suwatno bahwa biaya pendidikan bukan sebuah enigma, namun yang menjadi enigma yaitu bagaimana UPI bisa merealisasikan terkait regulasi anggarannya, sehingga kita sebagai mahasiswa tidak dapat merasakan akan hal tersebut”.

Endang Sutanto selaku Presiden Mahasiwa BEM REMA UPI mengatakan bahwa permasalahan biaya pendidikan ini merupakan masalah yang kerap terjadi di setiap semester. Ia beranggapan bahwa permasalahan UKT terbilang masalah yang itu-itu saja, karena melihat rektorat kurang responsif mengenai masalah ini.

Selain itu Endang memaparkan sejarah perjuangan mahasiswa UPI beberapa tahun ke belakang terkait dengan permaslahan UKT. Di tahun 2016-2018 Tuntutan mahasiswa diantaranya transparansi keuangan, keringanan pembayaran UKT, dan adanya bidikmisi di jalur Seleksi Mandiri. Namun tuntutan tersebut tidak digubris kecuali adanya bidikmisi di SM. Selanjutnya tahun 2019 tuntutan mahasiswa yaitu transparansi UKT dan adanya sistem verifikasi ulang mengenai besaran nominal UKT, sayangnya tuntutan sama sekali tidak digubris. Lalu di tahun 2020 aksi boom share chat pada pihak rektorat dengan memberikan tuntutan yaitu memberikan penambahan bantuan biaya pendidikan dan keringanan UKT, serta transparansi data. Hasilnya nihil dan tidak digubris walaupun bantuan tetap akan ada.

Dan di tahun ini BEM REMA melalui Aliansi Mahasiswa UPI juga membawa tuntutan salahsatunya yakni menuntut UPI memberikan bantuan biaya pendidikan tidak hanya penangguhan, memberikan keringanan pada mahasiswa semester 9. Dari tuntuntan yang dilayangkan yang terealisasikan hanya mengenai keringanan dalam penangguhan UKT saja.

Galih Permana yang merupakan Ketua BEM KEMA FPEB menjelaskan bahwa seluruh Ketua BEM fakultas dan kampus daerah mengalami keresahan dan permasalahan yang sama terkait biaya pendidikan. Salah satu permasalahan yang sedang dialami oleh BEM fakultas yaitu kejelasan dan ketegasan terkait legalitas anggaran organisasi untuk ormawa fakultas. Galih mengatakan bahwa sampai hari ini seluruh BEM fakultas belum menerima anggaran organisasi dari universitas. Padahal anggaran ini merupakan salah satu nyawa dari organisasi.

Menyinggung tentang permasalahan UKT, Galih menyebutkan bahwa SK Rektor no 18 tahun 2021 tentang bantuan UKT di semester ini mensyaratkan mahasiswa membayar tunggakan minimal 50% agar bisa mengikuti penangguhan dan bantuan. Ini menjadi salah satu masalah yang serius karena pada akhirnya mahasiswa UPI dimungkinkan cuti secara terpaksa. Sekalipun Wakil Rektor 1 selalu menyampaikan bahwa rektorat akan terus berkomitmen untuk tidak mencutipaksakan mahasiswa yang tidak bisa membayar UKT, namun pada kenyataannya secara sistem pun secara psikis mahasiswa tidak mempunyai pilihan selain cuti karena dibenturkan dengan sistem dan regulasi.

Sepakat dengan penyampaian Galih dan Azmi, Atjeng Dea Fikry selaku Gubernur BEM UPI Kamda Sumedang menganggap bahwa realisasi dari SK bantuan terkesan abstrak dan tidak tepat. Ia memaparkan berdasarkan Permendikbud pasal 9 ayat 9 ada 4 poin penting dalam UKT di masa pandemi yaitu: pembebasan sementara ukt, pengurangan, penangguhan pengangsuran.

“Berdasarkan SK, di UPI hanya menerapkan satu poin saja yaitu penangguhan, sedangkan poin lainnya tidak diterapkan. Penangguhan ini diibaratkan kita hanya berhutang dulu dengan kampus lalu nanti akan di bayar di waktu tertentu” ujar Atjeng.

Louis Aprilia Pratama (Ketua BEM UPI Kamda Purwakarta) menjelaskan dari semester kemarin UPI memberikan bantuan namun caranya menjadi kurang jelas dan kurang efektif.  Louis menyebutkan beberapa hal terkait kebijakan UKT ini :

  • Pandemi belum usai namun kebijakan bantuan UKT selalu hadir di akhir masa penutupan pembayaran UKT (mendekati deadline) ataupun setelah meluncurkan propaganda terkait UKT.
  • Mengapa masa pembayaran tidak dibuat di awal saja
  • UPI saat ini mengalami pengurangan kualitas pelayanan UKT
  • Terjadi perubahan nominal UKT, jadi dapat dilihat bahwa sebenarnya UPI bisa merubah nominal UKT
  • Banyaknya kesalahan dari sistem dan janji yang tidak dipenuhi
  • Tidak mengadakan sosialisasi dan tidak adaptif terkait kebijakan kemendikbud

Terkait permasalahan UKT di UPI Raihan Ahmil (Ketua BEM FPMIPA) menyampaikan adanya kabar bahwa BKT baru disusun sedangkan mahasiswa sudah menjalankan pendidikan dari sebelumnya, Raihan menanyakan mengapa BKT tidak dipersiapkan dari jauh-jauh hari. Hal ini sangat disayangkan. Ia meminta kepada pihak birokrat untuk dapat menjelaskan terkait bagaimana analisis dalam hal tersebut.

 Pebriansah ( Ketua Hima Civics Hukum) mengatakan “semua orang dianggap tahu ketika adanya sosialisasi. Namun padahal kami belum tahu dan dirasa tidak adanya sosialisasi mengenai produk hukum tentang UKT.” Pebrian memberikan beberapa solusi diantaranya meminta kampus ,elibatkan mahasiswa dalam lingkup MWA, menyarankan apabila dari pihak rektorat kesusahan dalam pembuatan peraturan maka mahasiswa siap turun langsung membantu biro hukum untuk membuat peraturan berdasarkan SOP yang berlaku dengan se detail mungkin.

Setelah para ketua ormawa menyampaikan aspirasi, keluhan serta analisisnya giliran  Dr. H. Nono Supriatna, M.Si. (Direktur Direktorat Keuangan) memaparkan. Beliau mengatakan bahwa pada dasarnya yang diungkapkan oleh perwakilan fakultas dan kamda ini sama, yaitu belum ada keberpihakan kepada mahasiswa. Sepakat dengan tanggapan Adillo dari FPOK bahwa saat ini kita tidak perlu mencari masalah namun solusi yang lebih penting untuk di realisasikan.

Beliau menjelaskan penerimaan upi berasal/bersumber dari APBN (gaji, makan,dsb) BP PTN BH (jumlah besarannya tergantung dari akreditasi, prestasi dosen dan mahasiswa), Non PMBT, kerja sama. Saat ini penghasilan UPI menurun seperti halnya kolam renang UPI, namun tetap operasionalnya mesti di jaga. Kerja sama upi pun menurun. Selain itu, bantuan UPI sebetulnya tidak hanya berupa penundaan, walaupun masa pengumumannya mepet karena SK rektor butuh proses. Mengapa lama? Karena kita saling tunggu. Dari kemendikbud pun ada bantuan namun sampai saat ini kami belum tahu besaran yang akan diberikan kepada universitas. Angkatan 2017 yang tidak ujian sidangnya melebihi tanggal 20 Agustus maka harus membayar UKT dengan besaran 50%. Anggaran yang dikeluarkan UPI untuk UKT semester ini sebesar 7M ditambah relaksasi angkatan akhir, sehingga kurang lebih 9-10M.

Education is Not Profit Orientation

Nandang (Ketua BEM UPI Kamda Serang) Sepakat dengan apa yang sudah disampaikan bahwa manusia yang dihasilkan dikampus bukan hanya mendapatkan ilmu saja, namun mereka yang harus menyadarkan manusia lainnya dan ikut berkontribusi dalam pergerakan sosial. Nandang mengangap pergerakan UPI sangat sempit, terbukti UPI hanya berorientasi pada penghasilan mahasiswanya dengan menambah jurusan baru yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan yang merupakan disintegritas.

“Harapannya para pemegan kebijakan mampu untuk memanfaatkan waktu untuk bisa memberikan upaya yang terbaik untuk mahasiswa, jangan sampai masalah-masalah ini masih terus di ungkit di tahun-tahun berikutnya”.

Adillo selaku Ketua BEM KEMA FPOK mengatakan “Ada regulasi yang sangat Panjang dan birokrasi yang menyulitkan pada mahasiswa yang menyebabkan kapitalisasi dan perlu ada keadilan. Juga harus perlu di tegaskan mengenai kemanusiaan, karena pada akhirnya kita bergantung pada nyawa-nyawa, dan Pendidikan terhadap bangsa- bangsa. Pendidikan tinggi adalah yang mampu, mungkin ungkapan ini hanya oknum saja namun tak dipungkiri pula dapat menurunkan semangat kita sebagai mahasiswa yang ingin menempuh pendidikan tinggi namun dihadapi dengan permasalahan biaya. Saat ini kita tidak perlu mencari masalah namun solusi yang lebih penting untuk dapat di realisasikan.”

Menurut Rama Kurnia (Ketua BEM Kema FPBS) “mahasiswa hari ini menjadi korban dari kapitalisasi, kondisi kali ini di UPI oleh pejabat kampus khusus nya birokrat tidak berpihak pada mahasiswa UPI, mahasiswa tidak mampu menerima hak pendidikan salahsatunya yaitu mendapatkan bimbingan sosial. Sedangkan yang kita lihatpun pada masa pandemi seperti ini bantuan yang diberikan kampus tidak merata kepada seluruh mahasiswa, permasalahan uang pangkalpun tidak pernah digubris oleh rektorat. Seharusnya seminimal di masa pandemi ini ada kebijakan yang lebih solutif yang mampu diberikan UPI.” Ujarnya.

Pendidikan yang merupakan sokoguru peradaban harusnya mampu dijaga dengan baik oleh setiap elemen kekuasaan. Karena sesuai dengan amanat undang-undang bahwa pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, selain itu pula pendidikan yang berkeadilan dan berorientasi pada pencapaian nilai-nilai kemanusiaan harus terus dijunjung tinggi agar cita-cita bangsa yang mulia mampu terwujud.

Institusi pelaksana pendidikan sangat berperan penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa tersebut. Menurut Teguh Faisal Sholahudin (Presiden BEM REMA UPI Tasikmalaya) UPI merupakan satu-satunya universitas yang menyandang nama pendidikan. Ia beranggapan pendidikan yang kerap dapat membantu melahirkan generasi yang lebih unggul, sudah selayaknya harus menjunjung tinggi prinsip integritas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun