Setelah pemaparan panjang yang disampaikan oleh Dirmawa UPI, Ketua BEM KEMA FIP saudari Azmi mengatakan “Pendidikan berbicara tentang hak segala bangsa, namun setiap warga negara terhalang dan terkendala dengan biaya. Sudah tertera di landasan konstitusi (UUD 1945 pasal 31) dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, mewajibkan pendidikan dan pemerintah mebiayainya. Tidak ada regulasi yang jelas terkait biaya. Sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Prof Suwatno bahwa biaya pendidikan bukan sebuah enigma, namun yang menjadi enigma yaitu bagaimana UPI bisa merealisasikan terkait regulasi anggarannya, sehingga kita sebagai mahasiswa tidak dapat merasakan akan hal tersebut”.
Endang Sutanto selaku Presiden Mahasiwa BEM REMA UPI mengatakan bahwa permasalahan biaya pendidikan ini merupakan masalah yang kerap terjadi di setiap semester. Ia beranggapan bahwa permasalahan UKT terbilang masalah yang itu-itu saja, karena melihat rektorat kurang responsif mengenai masalah ini.
Selain itu Endang memaparkan sejarah perjuangan mahasiswa UPI beberapa tahun ke belakang terkait dengan permaslahan UKT. Di tahun 2016-2018 Tuntutan mahasiswa diantaranya transparansi keuangan, keringanan pembayaran UKT, dan adanya bidikmisi di jalur Seleksi Mandiri. Namun tuntutan tersebut tidak digubris kecuali adanya bidikmisi di SM. Selanjutnya tahun 2019 tuntutan mahasiswa yaitu transparansi UKT dan adanya sistem verifikasi ulang mengenai besaran nominal UKT, sayangnya tuntutan sama sekali tidak digubris. Lalu di tahun 2020 aksi boom share chat pada pihak rektorat dengan memberikan tuntutan yaitu memberikan penambahan bantuan biaya pendidikan dan keringanan UKT, serta transparansi data. Hasilnya nihil dan tidak digubris walaupun bantuan tetap akan ada.
Dan di tahun ini BEM REMA melalui Aliansi Mahasiswa UPI juga membawa tuntutan salahsatunya yakni menuntut UPI memberikan bantuan biaya pendidikan tidak hanya penangguhan, memberikan keringanan pada mahasiswa semester 9. Dari tuntuntan yang dilayangkan yang terealisasikan hanya mengenai keringanan dalam penangguhan UKT saja.
Galih Permana yang merupakan Ketua BEM KEMA FPEB menjelaskan bahwa seluruh Ketua BEM fakultas dan kampus daerah mengalami keresahan dan permasalahan yang sama terkait biaya pendidikan. Salah satu permasalahan yang sedang dialami oleh BEM fakultas yaitu kejelasan dan ketegasan terkait legalitas anggaran organisasi untuk ormawa fakultas. Galih mengatakan bahwa sampai hari ini seluruh BEM fakultas belum menerima anggaran organisasi dari universitas. Padahal anggaran ini merupakan salah satu nyawa dari organisasi.
Menyinggung tentang permasalahan UKT, Galih menyebutkan bahwa SK Rektor no 18 tahun 2021 tentang bantuan UKT di semester ini mensyaratkan mahasiswa membayar tunggakan minimal 50% agar bisa mengikuti penangguhan dan bantuan. Ini menjadi salah satu masalah yang serius karena pada akhirnya mahasiswa UPI dimungkinkan cuti secara terpaksa. Sekalipun Wakil Rektor 1 selalu menyampaikan bahwa rektorat akan terus berkomitmen untuk tidak mencutipaksakan mahasiswa yang tidak bisa membayar UKT, namun pada kenyataannya secara sistem pun secara psikis mahasiswa tidak mempunyai pilihan selain cuti karena dibenturkan dengan sistem dan regulasi.
Sepakat dengan penyampaian Galih dan Azmi, Atjeng Dea Fikry selaku Gubernur BEM UPI Kamda Sumedang menganggap bahwa realisasi dari SK bantuan terkesan abstrak dan tidak tepat. Ia memaparkan berdasarkan Permendikbud pasal 9 ayat 9 ada 4 poin penting dalam UKT di masa pandemi yaitu: pembebasan sementara ukt, pengurangan, penangguhan pengangsuran.
“Berdasarkan SK, di UPI hanya menerapkan satu poin saja yaitu penangguhan, sedangkan poin lainnya tidak diterapkan. Penangguhan ini diibaratkan kita hanya berhutang dulu dengan kampus lalu nanti akan di bayar di waktu tertentu” ujar Atjeng.
Louis Aprilia Pratama (Ketua BEM UPI Kamda Purwakarta) menjelaskan dari semester kemarin UPI memberikan bantuan namun caranya menjadi kurang jelas dan kurang efektif. Louis menyebutkan beberapa hal terkait kebijakan UKT ini :
- Pandemi belum usai namun kebijakan bantuan UKT selalu hadir di akhir masa penutupan pembayaran UKT (mendekati deadline) ataupun setelah meluncurkan propaganda terkait UKT.
- Mengapa masa pembayaran tidak dibuat di awal saja
- UPI saat ini mengalami pengurangan kualitas pelayanan UKT
- Terjadi perubahan nominal UKT, jadi dapat dilihat bahwa sebenarnya UPI bisa merubah nominal UKT
- Banyaknya kesalahan dari sistem dan janji yang tidak dipenuhi
- Tidak mengadakan sosialisasi dan tidak adaptif terkait kebijakan kemendikbud
Terkait permasalahan UKT di UPI Raihan Ahmil (Ketua BEM FPMIPA) menyampaikan adanya kabar bahwa BKT baru disusun sedangkan mahasiswa sudah menjalankan pendidikan dari sebelumnya, Raihan menanyakan mengapa BKT tidak dipersiapkan dari jauh-jauh hari. Hal ini sangat disayangkan. Ia meminta kepada pihak birokrat untuk dapat menjelaskan terkait bagaimana analisis dalam hal tersebut.
Pebriansah ( Ketua Hima Civics Hukum) mengatakan “semua orang dianggap tahu ketika adanya sosialisasi. Namun padahal kami belum tahu dan dirasa tidak adanya sosialisasi mengenai produk hukum tentang UKT.” Pebrian memberikan beberapa solusi diantaranya meminta kampus ,elibatkan mahasiswa dalam lingkup MWA, menyarankan apabila dari pihak rektorat kesusahan dalam pembuatan peraturan maka mahasiswa siap turun langsung membantu biro hukum untuk membuat peraturan berdasarkan SOP yang berlaku dengan se detail mungkin.